|18| AHH! OLENG!

Pagi di hari minggu sebenarnya pagi yang biasanya Vellice tunggu-tunggu. Mengapa? Tentu saja karena hanya di hari itu ia bisa tidur dengan nyenyak seharian. Tanpa perlu takut ada yang mengganggu. Namun, pagi ini alarmnya sudah berbunyi bahkan semenjak pukul 5 pagi. Perempuan itu terbangun pada pukul 6 pagi. Waktu di mana ia menyeting alarm yang ke lima.

Dengan gontai kakinya melangkah menuju kamar mandi. Ia mandi dengan mata sedikit mengantuk. Air dingin yang menyentuhnya seakan tidak memberikan efek apapun. Begitu keluar kamar ia langsung mengganti bajunya dengan baju kerja.Seragamnya berwarna hitam dipadukan dengan rok selutut berwarna hitam juga. Bukan model rok span, tapi model rok yang mengembang. Beruntung kafe itu memiliki tema warna gelap. Ia tidak bisa membayangkan jika harus memakai seragam seperti itu dengan warna pink.

Vellice menutupi seragamnya dengan sweater besar hingga menutupi sepauh roknya. Perempuan itu segera keluar, namun begitu sampai luar sebuah masalah kembali menyerbunya. Ia lupa alamat kafenya kalau dari rumah! Dengan sedikit merengut perempuan itu berjalan kaki menuju jalan raya terlebih dahulu. Nanti, tinggal tanya orang, pikirnya.

“Mau kemana?” tanya Lucas Laki-laki iu mendadak muncul dihadapannya begitu ia keluar dari gang perumahan. Vellice langsung tersenyum lebar menatap Laki-laki itu. Tanpa ijin, perempuan itu langsung menaiki motor Lucas. Ia membonceng miring, karena sadar diri roknya akan sangat terangkat kalau tidak duduk seperti itu.

“Bego! Mau pamer paha!” seru Lucas kesal. Semalam Laki-laki itu bahkan hampir mau memarahi Vellice gara gara roknya yang pendek itu sangat terekspos ketika membonceng Ilham.

Dengan tergesa Lucas melepas jaket jeansnya.

“ga ada yang lebih pendek lagi rok lo?” sahut Lucas. Vellice merengut mendengarnya.

“Bawel! Cepetan jalan! Gue keburu telat!” ucap Vellice. Perempuan itu dengan kasar memukul helm Lucas.

“Pakai dulu!” sahut Lucas memberikan jaketnya. Vellice segera memakainya.

“Udah, cepetan ke kafe Mic Drop” ucap Vellice.

“Iya iya” gerutu Lucas. Laki-laki itu segera mengantar Vellice sampai tujuan. Begitu sampai depan cafe, Vellice langsung melompat turun. Ia berlari memasuki cafe. Dirinya bahkan lupa melepas jaket Lucas.

“Santai Vel, ngapain lari larian” ucap Rafa. Laki-laki itu baru saja membuka pintu kafe.

Vellice terkekeh mendengarnya. Lalu sebuah pukulan mengenai bahunya.

“Jaket gue!” ucap Lucas sambil melotot.

“Oh iya, lupa” ucap Vellice. Perempuan itu sedikit tertawa lalu memberikan jaketnya pada Lucas.

“Astaga gue kesiangan!” teriak Bila sambil berlari mendekat.

“Ilham aja belom dateng” sahut Rafa.

“Nah itu dia” ucap Vellice. Ilham juga berlari menuju kafe mereka.

“Udah sana pergi!” ucap Vellice. Perempuan itu segera ikut masuk ke kafe yang masih berlambang closed itu.

“Yee ngusir!” sahut Lucas. Ia segera berlari menjauh setelah mengacak rambut Vellice.

“Cowok lo Vel?” tanya Ilham.

“Hah? Nggak” sahut Vellice.

“Semalem dia ngotot banget mau gendong lo pulang. Mana habis dia bawa lo, temen-temennya pada ngerubung gue” sahut Ilham.

“Lah, diapain lo?” tanya Vellice langsung.

“Cuma di tanyain lo habis dari mana” sahut Ilham sambil mengendikkan bahunya.

“Pantesan, tadi dia ga kaget pas tahu gue kerja disini” gumam Vellice.

“Nyapu sana!” ucap Rafa sambil melempar sapu ke arah Vellice. Sedangkan Laki-laki itu sudah memegang kain pel. Bagian tempat pelanggan ini memang bagian pelayan kafe. Lalu, Bila mengurusi kasir dan Ilham yang mengurusi dapurnya.

Siang ini, kafe sangat penuh dengan berbagai manusia. Kebanyakan muda mudi, saling berpasangan. Juga ada yang sedang nongkrong. Vellice bahkan tak sempat membetulkan kucirannya, walaupun beberapa anak rambut sudah keluar dari ikatan itu.

Bibirnya, lama kelamaan mulai terbiasa tersenyum ramah. Ia kini, bahkan merasa dirinya seperti sebuah robot pekerja. Selalu mengatakan berbagai hal yang sama berulang ulang.

“Selamat datang, ada yang bisa saya bantu?”

“Apakah ada tambahan lain lagi?”

“Kalau begitu silahkan ditunggu sebentar”

“Siahkan menikmati hidangannya”

“Ahh, ada! Akan saya ambilkan sebentar”

Entah sudah berapa kali ia mengatakan kalimat kalimat itu. Bahkan hingga siang datang mereka tak berhenti bergilir. Jika ada yang keluar akan ada yang masuk. Tempat ini begitu penuh di hari minggu. Tangan dan tubuhnya terus bergerak ke sana kemari. Hal itu juga terjadi kepada semua rekan kerjanya.

Ilham pun, tangannya tak berhenti membuat kopi. Rafa juga seperti dirinya, sangat sibuk. Namun, sering kali Rafa mengendap di dapur membantu Ilham membuat pesanan dan hal itu yang membuat Vellice semakin kewalalahan. Bila sendiri juga sangat sibuk menghiung bill. Disaat ramai seperti ini, pelanggan datang membayar sendiri ke kasir.

Sedangkan yang mengeprint billnya di awal adalah Vellice. Perempuan itu mencatat pesanan langsung menggunakan mesin printer menu kecil yang ia bawa kemana mana dan kertas itulah yang digunakan pelanggan untuk membayar pesanan mereka ke kasir.

Ketika ia selesai memberikan sebuah pesanan ke salah satu meja pelanggan ada yang memanggilnya. Vellice langsung sedikit berlari mendekat. Begitu sampai ia langsung ditarik paksa hingga terduduk. Vellice melotot terkejut. Ternyata Lucas dan teman-temannya yang memanggilnya. Lihatlah, karena terlalu fokus dengan pekerjaannya. Ia bahkan tidak menyadari kalau yang memanggilnya tadi adalah Lucas.

Lucas langsung mengelap keringat Vellice dengan tisu yang ada di meja itu.

“Kerjanya jangan keras-keras. Nanti capek, sakit, percuma” ucap Lucas.

Vellice hanya merengut menjawab itu. Lucas langsung memberikan minumannya kepada Vellice. Membiarkan perempuan itu meminumnya hingga habis. Hal itu membuat Lucas langsung tertawa. Padahal dirinya saja baru meminum seteguk. Nah ini, langsung dihabiskan perempuan itu.

“Vel, masih rame” bisik Rafa yang berjalan melewatinya. Reflek Vellice langsung berdiri.

“Habis ini, gue suruh anak-anak kesini. Biar ga ada pelanggan dateng lagi” ucap Lucas. Vellice mengabaikan itu dan segera melaksanakan tugasnya.

Benar saja kisaran 15 menit setelah itu ada banyak sekali remaja yang memenuhi tempat itu. Mereka bahkan berdiri di depan kasir, menunggu meja kosong. Jika seperti itu, mau tak mau para manusia yang sedang asyik duduk sambil mengobrol harus segera pergi dari sana. Hanya butuh beberapa menit para pelanggan keluar hingga terganti dengan semua teman Lucas.

Vellice pun sudah selesai mencatat pesanan mereka. Perempuan itu langsung terduduk di lantai begitu memasuki ruang dapur.

“Nih” ucap Vellice memberikan 6 lembar print pesanan menu sekaligus.

“Astaga, jangan duduk di bawah! Kotor!” seru Ilham.

“Bodo, capek” ucap Vellice. Perempuan itu langsung bersandar pada dinding. Kakinya ia luruskan.

“Hahaha, capek banget ya? Maklum sih, orang kaya kayak kamu tiba-tiba kerja jadi pelayan” ucap Ilham.

“Kaya dari mana coba” ucap Vellice merengut.

“Mau ngaku miskin? Tinggal di perumahan elit gitu. Muka kamu juga wajah-wajah orang kaya. Apalagi kulit kamu. Mau dilihat darimanapun ga ada miskin-miskinnya” sahut Ilham. Ia juga sedikit santai, ketika mengetahui Vellice sudah santai. Itu berarti pekerjaanna sedikit longgar.

“Lo aja yang ga tahu kalo gue pernah sebar brosur di pinggiran jalan” ucap Vellice. Iya, dikehidupan sebelumnya ia pernah melakukan itu. Menyebar brosur di pinggir jalan hanya demi beberapa lembar uang. Saat itu ia sangat-sangat berusaha untuk membantu orang tua membayar uang sekolahnya.

“Beneran?” tanya Ilham.

“Hmm, sampe ngambil brosur yang udah di buang orang. Terus dibagiin lagi. Gitu terus. Dan akhirnya gue kapok. Ga bakal mau nyebar brosur lagi” ucap Vellice sambil meringis di akhir.

Ilham membalas ucapan Vellice dengan tawanya.

“Apa-apaan ini! Apa yang kalian lakukan! Santai kok nggak ngajak-ngajak” seru Rafa sambil nyengir di akhir. Laki-laki itu baru selesai membereskan meja bekas para pelanggan yang sudah keluar.

Rafa ikut duduk di depan Vellice.

“Hahh... tiap minggu selalu gini” ucap Rafa.

“Yahh... namanya weekend” sahut Ilham.

“Udah selesai nih, satu meja” ucap Ilham.

“Gantian lo” ucap Rafa tanpa perasaan. Vellice merengut, memang tidak ada perbedaan gender dalam hal pekerjaan.

Vellice dengan malas bediri dan mengambil nampan berisi enam gelas kopi itu.

“Ditungguin juga!” seru salah seorng teman Lucas begitu ia keluar dari sana.

Vellice tersenyum ramah membalasnya. Ia memberikan minuman itu di meja teman Lucas.

“Selera lo berubah Cas?” tanya salah seorang perempuan yang baru saja Vellice berikan minuman. Mereka secara terang-terangan menatap Vellice.

Bukannya menjawab, Lucas malah berdiri mendekati Vellice. Menarik perempuan itu agar duduk di sampingnya.

“Kaki lo udah sembuh?” tanya Lucas.

“Udah lah” sahut Vellice malas.

“Capek? Yang mana?” tanya Lucas.

Bukan jaim, atau sok mengelak. Vellice secara langsung mengangkat kedua tangannya di depan Lucas. Laki-laki itu tertawa dan langsung memiijit lengan Vellice.

“Bukan kaki lo yang capek?” tanya Lucas.

“Semua” sahut Vellice malas. Lagi lagi perempuan itu langsung meminum kopi milik Lucas.

“Gue barusan pesen” sahut Lucas.

“Terus?” tanya Vellice santai.

“Ya gue pesen dua kali lo habisin semua” sahut Lucas, sebenarnya Laki-laki itu hanya berbasa basi saja.

“Masih inget sama kita?” tanya Aldi.

“Hmm? Nggak? Kita pernah ketemu?” tanya Vellice setelah melihat seisi teman Lucas.

“Pantesan lo ga inget alamat rumah sendiri. Muka orang aja cepet lupa” gerutu Johan.

Vellice mengendikkan bahu acuh. “Otak gue udah penuh sama masalah. Ga perlu kan buat nginget hal ga penting lagi?” ucapnya. Lucas terkekeh mendengar jawaban Vellice. Hal itu juga menyambut tawa dan sahutan beberapa orang.

“Nah! Sukurin lo! Udah tahu, Lucas dari dulu selalu milih cewek judes” ucap salah seorang dari meja seberang.

“Iya, gue juga baru nyadar kalo tipe lo selalu cewek jutek Cas” ucap seorang perempuan dari meja ujung.

Lucas hanya berdecih mendengar hal itu.

“By the way Vel, Lo kok mau sih di pegang-pegang cowok?” tanya Seno.

Vellice tertawa mendengarnya. Dengan santai perempuan itu menjawab

“ Dari dulu gue pengin banget punya kakak cowok”

Jawaban tesebut langsung mengundang tawa yang lain. Baru saja mereka membahas tipe ideal seorang Lucas sangat mirip dengan Vellice. Tapi, perempuan itu langsung mematahkan semua kalimat itu hanya dengan mengatakan kalau ia menganggap Lucas sebagai kakak Laki-lakinya.

***