WebNovelIneffable23.26%

Datang Ke Rumah-10

"Kak Manda, ini bagus sekali gedungnya! Besar!" Ivy melihat-lihat lantai seluruh lobi dengan mata membulat takjub.

"Hanya usaha kecil saja, Kak Manda mau makan siang kamu mau ikut?" tawar Manda pada Ivy.

"Tunggu, tunggu itu bibir Kak Manda kenapa luka gitu?" tanya Ivy yang segera mendekati Manda. Tangannya terukur mendekati sudut bibir Manda yang terluka.

"Enggak apa, kok. Ayo, kita makan siang." Manda mengajak Ivy untuk mengikutinya.

"Yakin?" tanya Ivy.

Ivy yang masih memakai seragam sekolah dan memakai barang belian Manda, keluar mengapit lengan Manda, seolah mereka bersaudara atau layaknya kakak ipar dan adik ipar.

Satpam yang melihat kejadian itu pun bertanya-tanya, bukankah Manda tidak mempunyai saudara? Lagi pula adik iparnya pun sedang di luar negeri?

Manda menyetir mobilnya menyusuri jalanan kota siang hari. Ivy selalu terpesona pada interior mobil Manda, betapa rapi dan berkelas. Mulailah ia berandai jika seandainya Manda-lah yang menjadi kakak iparnya, tentu itu akan menyenangkan.

"Kak Manda belum menikah?" tanya Ivy tiba-tiba.

"Kenapa tanya begitu?" tanya Manda balik.

"Tanya aja, Kak Manda." Ivy beralasan.

"Kakak sudah menikah, Vy." Manda menjawab.

"Oh, begitu."

"Kenapa jawabannya gitu?" tanya Manda penasaran dengan wajah Ivy yang berubah sedikit sedih.

Yah, pupus sudah harapanku, Kak Manda sudah menikah. Ahh, sayang! Batin Ivy.

"E, enggak apa kok Kak. Hanya saja kukira, Kak Manda masih single, biar bisa jadi isteri kedua Kak Davis. Eh, maaf ya Kak." Ivy mengutarakan keinginannya.

"Kak Davis 'kan sudah menikah, jadi tak mungkin juga mau sama Kak Manda." Manda beralasan.

"Ah, iya, bisa-bisa suami Kak Manda marah ya? Apa luka itu dari suami Kak Manda?" tanya Ivy.

"Tidak. Oh ya, kita mau makan di mana?" tanya Manda.

"Gimana kalo makan di rumahku aja? Tadi pagi, Mama bilang mau masak udang pedas asam manis, oseng jamur dan bikin es cincau. Gimana?" tawar Ivy.

"Ah, kita makan di Kasava Two lagi gimana? Tidak enak sama mamamu," kata Manda.

"Ih, enggak apa lagi, Kak Manda. Bentar ya aku teleponin Mama."

Ivy mengambil ponselnya sementara Manda menepikan mobil karena tujuan mereka belum jelas. Sementara Ivy menelepon, Manda sedikit berharap bahwa perkataan Ivy benar soal menganggapnya masih single.

Nyatanya, ia bersuami tetapi layaknya tak memiliki. Kian tak pernah menganggapnya seorang isteri, yang disayang, diperhatikan dan dihormati. Ia melakukan apapun sendiri, hanya tinggalnya saja ia bersama Kian.

Kian Callison hanya menyentuhku saat butuh, ibarat sebuah guci, aku hanya menjadi sebuah pajangan di rumah besarnya. Disentuh dengan hati-hati namun saat mood-nya buruk, guci itu akan dibanting ke lantai hingga berkeping-keping. Lain waktu, dipungut kembali, disatukan yang tak bisa sama lagi seperti di awal. Itulah aku baginya.

Pernikahan yang diinginkan Mama demi membuat perusahaan peninggalan Papa tetap berdiri, mengorbankanku. Apakah aku tak bisa bahagia dengan pilihanku sendiri?

"Kak, kata Mama kita bisa makan di rumah sama-sama. Mama juga mau ketemu sama Kak Manda." Ivy memberitahu Manda.

"Baiklah kalau begitu." Manda mengiyakan saja keinginan Ivy.

Manda melajukan mobilnya ke rumah yang Manda datangi mengantar Ivy dan Davis kemarin. Rumah sederhana di sebuah perumahan umum yang jarang Manda datangi.

Di perjalanan Ivy mengirim SMS pada Davis. Memberitahunya bahwa ada Manda yang akan makan siang di rumah mamanya. Davis tak menjawab, hanya membaca saja. Ia dalam perjalanan pulang dari penjara membesuk ibu mertuanya bersama Alenia.

Sesampainya di rumah, Davis mendapat SMS kembali dari Ivy yang memintanya untuk pulang ke runah sekarang juga! Alenia yang berada di kamar pun berbaring karena lelah pada luka raganya.

"Al, lauk makan siang sudah kusiapin kalau kau mau makan. Mama meminta tolong, entah apa disuruh ke sana." Davis memberitahu Alenia.

"Maaf aku enggak bisa ikut, Dav." Alenia mengiyakan.

"Tak apa. Baiklah, aku pergi." Davis berpamitan.

Ivy tak mengatakan bahwa ada Manda di rumah mamanya, bisa-bisa Davis mengomel. Davis segera naik angkutan umum satu kali untuk sampai ke depan perumahan umum mamanya. Dari kejauhan ia mengernyit merasa familiar dengan mobil Honda Mobilio silver yang terparkir di depan rumahnya.

Davis membuka masuk ke dalam halaman kecil rumahnya dan mendapati pintu rumah mamanya terbuka. Di ruang tamu ia mendapati tiga wanita berbeda usia sedang memgobrol seru.

"Manda?"

"Davis." Manda menyapa balik.

"Karena Davis sudah pulang, ayo kita mulai makan siangnya." Ratna tersenyum mengajak tamunya makan siang.

Davis hanya tersenyum saja mengiyakan niat mamanya, ia pun juga sedang lapar usai menemani Alenia ke rutan. Manda duduk di sebelahnya, tempat duduk yang tadinya ditempati oleh Alenia selama ini.

Ya ampuun, mereka serasi sekali! Coba menantuku itu Manda, pasti bahagianya hatiku. Dia cantik, baik dan sopan padaku. Juga kaya!

Manda merasa kehangatan keluarga Davis padanya memjadi rasa iri timbul di hatinya. Ia membayangkan betapa bahagianya isteri Davis di tengah keluarga Davis. Sementara dirinya? Tak pernah dianggap ada oleh Kian. Keluarga Kian yang tak tersisa membuat Manda tak pernah merasakan kehangatan ini. Adik iparnya pun memilih tinggal di luar negeri bersama neneknya.

Makan siangnya hanya sederhana, tetapi sambutan keluarga Davis-lah yang membuatnya berbeda. Manda merasa nyaman sekali berada di tengah keluarga Davis.

"Di mana isterimu?" tanya Manda di sela makannya.

"Dia sedang sakit, jadi dia istirahat di rumah."

"Manda cicipi ini, ini segar sekali." Ratna menyorongkan segelas es cincau buatannya.

"Terima kasih Bu Ratna," jawab Manda.

Ratna tersenyum bahagia bisa bertemu Manda. Teman wanita Davis yang sangat cantik, wangi dan membawa mobil ke rumah. Davis melihat jelas bahwa mamanya bahagia bertemu Manda.

Jika Mama sampai tahu jika besannya seorang narapidana, mama akan semakin membenci Alenia.

Manda diajak duduk di ruang tamu usai makan siang. Ratna memberikan teh dan biskuit cokelat dan keju. Hanya sebentar Manda duduk, karena ia hendak kembali ke kantor.

"Terima kasih buat undang Manda makan siang. Masakannya enak sekali, Manda suka. Manda mau balik ke kantor lagi, Bu." Manda berpamitan.

"Ah, itu hanya makanan biasa. Oh ya kau mampirlah, boleh kapan saja, jangan sungkan." Ratna meminta.

"Iya, Bu. Dav, aku balik dulu ya, terima kasih." Manda pamit.

"Iya, hati-hati."

Manda menyetir mobilnya kembali ke kantor dengan perasaan nyaman, kenyang dan lega. Ia merasa nyaman hadir di tengah keluarga Davis, kenyang karena masakan sederhana penuh cinta dan lega bahwa ia diterima baik oleh keluarga Davis.

Davis meminum es cincau buatan mamanya lagi. Ia mengambil gelas Tupperware menuang es cincau ke dalamnya, akan ia berikan untuk Manda.

"Buat apa dibungkus gitu?" tanya Ivy.

"Buat Alenia. Dia suka es cincau buatan Mama." Davis beralasan.

"Ambil yang banyak, Dav. Udang asem manis juga." Ratna mendorong piring sisa makan siang mereka pada Davis.

"Alenia sakit, Ma. Kok bisa Manda sampai datang?" tanya Davis pada kedua wanita di depannya.

"Ivy penasaran sama gedung kantornya Kak Manda, Ivy datang aja ke sana, hampir diusir satpam dan ketemu sama Kak Manda. Jadi ya kuajak pulang ke sini saja makan siang di sini." Ivy menjelaskan.

"Kamu ini!"

"Loh kenapa kamu marah, Dav. Harusnya kamu bersyukur punya adik jenius macam Ivy. Dia jeli pilihin kamu temen wanita. Enggak kayak kamu, terpesona sama wanita yang enggak jelas asal usulnya!" Ratna mencibir.

Davis selesai, ia pamit pulang ke flat, Alenia akan senang jika tahu Davis membawakan es cincau buatan mamanya.

"Vy, besar enggak kantornya Manda?" tanya Ratna.

"Besar dan bagus, Ma! Orang kaya, Ma!" Ivy berapi-api menjelaskan.

"Bagus! Kasih alamat kantornya, mama mau temui Manda di kantor." Ratna meminta.

"Mau ngapain Ma?" tanya Ivy penasaran.

"Kamu masih kecil enggak perlu tahu, sana mandi! Bau asem!" Ratna masuk ke dalam kamarnya bersiap bekerja.