WebNovelIneffable27.91%

Biasanya-12

Alenia menghapus air matanya. Saat itulah ia mendapati ada pesan yang masuk ke dalam ponsel suaminya.

Tangannya terulur meraih ponsel Davis.

Baru akan membuka pesan yang datang, ponsel itu diraih Davis. Benar ada pesan dan itu dari nomer ponsel Manda. Davis mengernyit.

Dav, besok ke kantor Emerald jam delapan. Kamu sudah mulai kerja besok.

Pesan yang dikirim memang kata-katanya tak vulgar. Akan tetapi, terlihat sekali jika nomer itu sangat kenal dengannya karena bernada ramah. Ia asumsikan jika itu nomer Manda.

Dari mana Manda, tahu Ivy atau surat lamaran kerjaku? Jika Alenia baca, dia bisa mikir aneh-aneh.

"Dari siapa, Dav?" tanya Alenia.

"Dari kantor Emerald, besok aku mulai kerja."

"Benarkah? Syukurlah, Dav!" Alenia menghapus kesedihannya dan memeluk suaminya karena senang.

"Iya, kamu enggak usah kerja lagi biar aku yang kerja. Soal omongan Mama enggak usah diambil hati, Mama emang gitu." Davis membesarkan hati isterinya.

Davis mengusap air mata isterinya. Ia tahu benar jika mamanya tak menyukai Alenia sejak dulu, tetapi Davis-lah yang ngotot menikahi Alenia. Ia berharap mamanya akan luluh jika datang seorang bayi dalam kehidupan rumah tangganya. Namun, Alenia keguguran karena kelelahan bekerja.

Davis Mahendra sudah dicarikan kerja sementara untuk menunggu panggilan kerja, namun yang ada Davis pilih-pilih pekerjaan. Ia tak mau berangkat jika gajinya yang tak sesuai dengan standart-nya. Jadilah Alenia yang bekerja, sambil mencari keberadaan ibunya yang tak tahu ke mana.

Alenia memikirkan ibunya, yang harus mendekam di penjara selama delapan belas tahun penjara, entah bagaimana ia bisa mengeluarkan ibunya yang memang terbukti bersalah meski dalih melindungi diri sendiri.

Masih tersisa lima belas tahun penjara dan jika Ibu tetap bersikap baik mungkin akan dapat remisi lagi.

Ya Tuhan, semoga Ibu bisa bebas dan habiskan masa tuanya di rumah bersamaku, bukan di dalam sel yang dingin jauh dariku, keluarga satu-satunya.

Sementara di benak Davis berbeda. Ia sedang dilema dengan sikap Mama dan adiknya yang tak pernah menerima Alenia. Ia teringat oleh perkataan mamanya sebelum pulang ke rumah kemarin.

"Kamu itu mestinya cari wanita yang seperti Manda, jika kamu susah bisa bantu kamu, nyokong kamu! Enggak kayak Alenia, dia anak siapa juga mana orangtuanya enggak jelas, identitasnya juga enggak jelas, nikah kalian pun harus buat identitas dia yang baru barulah bisa nikah. Itu pertanda jika Tuhan enggak restui kamu!"

"Dav, pokoknya kalau kamu sudah dapat kerjaan yang mapan, kamu tinggalin deh si Alenia. Buat apa? Enggak bisa kasih kamu anak, bisanya cuma nyisahin aja! Biar nanti mama yang urusin deh!"

Besok, Davis mulai bekerja, ia bersyukur bisa bekerja di kantoran, tetapi ia dilema jika harus meninggalkan Alenia, bagaimanapun ia merasa nyaman bersama Alenia.

Ia mengelus kepala Alenia yang tertidur di dadanya. Ia mungkin yakin bisa mencari wanita yang lebih cantik dari Alenia, tetapi bersama Alenia terus menerus seperti ini tanpa ada tanda-tanda mendapatkan keturunan pun ia merasa enggan juga.

Davis merebahkan kepala Alenia di bantal. Ia merubah posisi tidurnya membelakangi Alenia. Tidur siangnya berubah menjadi kegelisahan yang tak berujung. Ia memilih bangun, menonton televisi sendirian melepas jenuh. Merasa tak sabar lagi mulai bekerja.

-

Gedung Emerald berlantai dua-yang madih dalam tahap pengembangan adalah gedung utama dari usaha Manda. Usaha yang sempat dikembangkan suami pertama Manda sebelum meninggal.

Manda jarang datang ke gedung Emerald, ia teringat mendiang suaminya yang ia rindukan. Kasih sayang yang tak pernah ia dapatkan lagi dari Kian Callison. Namun, mulai saat ini, ia menjadi sering datang sejak Davis bekerja di sana.

Alenia senang bukan kepalang tahu bahwa suaminya bekerja di kanyor yang sesuai dengan keinginannya selama ini. Alenia tak perlu bekerja hingga malam setiap harinya selama enam hari berturut-turut hingga digoda dan dilecehkan preman.

Awalnya Davis membawa bekal dari rumah, Alenia selalu membawakan bekal untuk Davis agar uang sakunya bisa dibuat naik bus keesokan harinya. Alenia merasa cengo di suatu pagi, ia sudah payah memasak untuk bekal makan siang Davis sedari pagi, namun Davis menolak membawa bekal makanan dengan alasan sibuk tak sempat makan siang.

"Dav, ini sudah hampir sebulan kamu kerja di kantor, memang tak lapar kalau siang? Sebanyak apa sih kerjaan kamu? Kalau sakit gimana?" tanya Alenia.

"Aku sibuk sekali, Al. Biasanya kalau ada lebihan konsumsi usai rapat suka dibagikan." Davis beralasan.

"Oh, begitu." Alenia mengiyakan saja alasan Davis.

Davis berangkat begitu saja usai sarapan yang tak habis separuh. Seolah sarapannya tak berselera. Itu bukan satu atau dua kali saja tapi berkali-kali.

Ketukan pintu di rumah Alenia sore hari membuat Alenia tergopoh-gopoh keluar. Ia baru saja usai mandi dan sedikit bertanya mengapa Davis mengetuk pintu, biasanya langsung buka sendiri.

Yang berdiri di depan pintu flat adalah Ivy, bukan Davis suaminya. Ivy tak sendiri, ia datang bersama mertuanya. Hal yang jarang sekali ditemui Alenia selama dua tahun menikah dengan Davis, mereka berdua mau datang tanpa diminta.

"Kak Davis belum pulang ya?" tanya Ivy yang masuk ke dalam.

"Mungkin masih di jalan, Vy. Kita tunggu saja di dalam deh." Ratna masuk ke dalam melepas sepatunya dan duduk di atas karpet tipis sebagai alas ruang tamu.

Ivy menurut dan tak banyak bicara duduk di sebelah mamanya menyetel televisi. Tentu saja itu menjadi pemandangan yang aneh, hingga ia berdiri mematung.

"Kak, haus nih, ada es teh manis?" tanya Ivy mengibas-kibaskan tangannya karena gerah.

"A-ada Vy, Mama mau juga?" tawar Alenia.

"Iya deh, gelas besar ya, haus banget." Ratna meminta.

Alenia segera ke dapur mengambil dua gelas besar dan menuang es teh manis. Ia menyuguhkan setoples wafer cokelat dan keju untuk camilan.

Demi apapun, Alenia seakan tak percaya dengan apa yang ia lihat. Mama mertua dan adik iparnya mau meminum es teh manis buatannya dan memakan biskuit yang dulunya ditolak karena rasanya yang murahan.

Tak lama Davis pulang, ia masuk ke dalam rumah dengan wajah berbinar. Ivy dan mama mamanya memdekatinya.

"Gimana, Dav? Sudah cair?" tanya Ratna pada puteranya dengan wajah sumringah.

"Iya, Kak Dav udah cair belum gajinya?" tanya Ivy bergelayut manja di lengan Davis.

"Sudah. Tapi, Davis mau mandi dulu gerah." Davis melangkah masuk ke dalam usai tersenyum pada Alenia.

Barulah Alenia paham, alasan apa yang membuat Mama dan adik iparnya datang sore-sore kemari. Jawabannya adalah karena Davis gajian hari ini. Alenia masuk ke dalam kamarnya, mengikuti langkah Davis yang sedang melepas kemeja kerjanya.

"Dav, jadi hari ini kamu gajian?" tanya Alenia.

"Iya. Mama dan Ivy ngajak jalan-jalan. Kamu juga bersiap kita keluar bersama." Davis mengiyakan.

"Dav, jangan lupa sisain buat belanja bulanan." Alenia berpesan.

"Kamu tenang aja, masih sisa banyak." Davis tersenyum mengiyakan sebelum masuk ke kamar mandi.