Mataku terbuka pelan dengan kepala bersender nyaman dibahu seseorang. Menyadari itu aku segera bangun dari tidur yang benar-benar pulas dengan bahu Enda yang besar sebagai bantal. Sedikit canggung aku membenarkan penampilanku yang kuyakin itu sangat kusut. Pria disebelahku nampak sudah lama terjaga tapi dia tak berusaha membangunkanku lebih awal.
"Maaf untuk bahunya". Aku tersenyum malu.
"Sebentar lagi kita akan tiba, sebaiknya kamu tetap terjaga". Enda menjawab setelah sebelumnya mengulum senyumnya yang rupawan. Sedikit bingung aku melihat keluar kaca, ternyata itu sudah di daerah depan kampus dan sekitar lima menit lagi tiba di asrama kami yang artinya perjalanan ini akan segera berakhir tanpa aku tahu apa aku bisa bertemu lagi dengan laki-laki disebelahku setelahnya.
Kami berkumpul di depan kamarku dan Hanna tak lama semua berpamit untuk istirahat di kost Ezra sementara Ezra sendiri pergi mengantarkan kekasihnya untuk pulang, tak terlalu lebai menurutku karena ini masih pukul empat pagi sangat wajar karena tak ada angkutan umum di waktu seperti ini. Yang lebih membuatku merasa sepi adalah semua pergi begitu saja.
"Apa kamu akan diam saja disana atau ikut masuk puan?" Hanna menyengir melihatku yang sedari tadi hanya melamun sejak kepergian orang-orang. "Atau perlukah aku memanggil Enda untuk menemanimu yang kesepian? Aku akan dengan senang hati menginap di kamar sebelah". Hanna memberikan saran gila dan terkekeh.
"Gila kamu!". Aku hanya tersenyum menanggapi walaupun aku tak menolak sarannya. Jelas itu semua mustahil dilakukan, Enda pasti akan memandang rendah, aku samasekali tak menginginkan itu. Melangkah lesu aku membawa serta barang-barangku masuk ke kamar, kurasa aku butuh tidur lebih setelah semuanya.
***
Sepekan berlalu aku kembali dengan kesibukan revisi skripsiku yang sebenarnya tak terlalu sibuk karena Dosen yang bersangkutan masih belum pulang dari kepergiaannya yang entah kemana mungkin mati. Pagi ini seperti biasa yang kulakukan setelah kami semua pulang dari pendakian aku akan duduk di kantin dekat gerbang asrama untuk sarapan atau lebih tepatnya berharap bertemu Enda lagi disini walaupun kenyataannya nihil selama sepekan ini batang hidungnya tak nampak samasekali.
"Pagi Mish". Suara yang kukenal tak lain adalah Ezra sudah beberapa kali aku bertemu dengannya dan menanyakan perihal Enda yang menjengkelkan adalah sama denganku dia samasekali tak mengetahui kabar sahabatnya itu. "Apa-apaan ekspresi itu, kamu tak suka aku disini". Segera menimpali kalimatnya karena aku tak menjawab ucapan selamat pagi itu.
"Sudah ada kabar dari Enda?". Tanpa menjawab aku justru bertanya ke intinya.
"Haha sinis seperti biasa, dan tentang Enda masih belum ada kabar darinya, tapi ada kabar lain yang tak kalah bagusnya dan aku sengaja menemuimu untuk hak ini". Lantas Ezra duduk disebelahku sukses membuat penasaran kabar apa yang lebih baik daripada tentang Enda?
"Kabar tentang Enda?" Aku mengulang yang ada dipikiranku.
"Kabar tentang hubungannya dengan Indah". Ezra menegaskan. Aku memang sudah tahu beberapa hari lalu bahwa nama pacar Enda itu benar Indah. Dan potonya masih ada di akun Enda satu jam yang lalu aku melihatnya sendiri tak ada tanda-tanda hubungan mereka sedang tidak baik?. Aku hanya sibuk dengan pikiranku sendiri sebelum Ezra mengatakan mereka sudah putus terdengar samar ditelingaku.
"Tunggu kamu bilang mereka sudah putus". Aku menoleh pasti kali ini, melihat senyum yang melebar dari Ezra. "Kamu hanya berbohong" Aku baru saja mengecek akun sosmednya tentu saja dan poto wanita itu masih disana. Mencebik kemudian aku memalingkan wajah.
"Tapi kamu tak tahu akun Indah bukan? Dan lagi Enda sangat jarang membuka akun sosmednya aku tahu betul itu". Ezra dengan santai menimpali tak menunjukkan tanda-tanda kebohongan disana.
"Dari itu kamu tahu?". Tak kusangkal rasa senang mendengar kabar dari Ezra. Tapi aku harus berusaha tetap tenang sebab itu belum kupastikan sendiri.
"Tentu saja aku sudah mengkonfirmasi hal ini dari Indah, dia tampak kesal haha".
"Kamu tampak sangat senang?". Aku menginterupsi.
"Seperti kamu tidak.. hehe". Ezra makin menyeringai lalu pergi setelah selesai dengan jajanannya. Aku juga pergi ke kamar kost tak sabar mengambil benda pipih canggih milikku tujuanku tak lain hanya untuk kepo. Kembali ke mengecek akun sosmed Enda itu di post empat bulan yang lalu sungguh aku melewatkan yang satu ini, mungkin karena sakit hati aku jadi kurang fokus. Bibirku membentuk senyuman sesering mungkin saat ini hingga tak sadar Hanna sudah bangun dan memperhatikan sedari tadi.
"Siapa yang gila sekarang?". Hanna mengejeku sama halnya denganku yang sering mengejeknya ketika tertawa sendiri sambil memegang handphonenya.
"Kamu tahu Dia sudah putus?". Tanpa menoleh ke Hanna aku justru beralih ke akun BBM Enda dan itu tampak biasa saja tak ada perubahan status dengan Poto Profil yang bahkan bukan potonya sendiri.
"Maksudmu Enda?". Aku hanya mengangkat alis menanggapi lagi-lagi tanpa menolehnya hanya fokus ke handphoneku. "WTF! Apa yang kamu lakukan?". Hanna memasang raut wajah curiga.
"Aku tak melakukan apapun bung, Apa kamu tidak melihat sesibuk apa aku selama sepekan ini?". Aku menimpali.
"Wew kamu bergosip dengan Ezra atau Satria kalau perkiraanku tidak meleset". Hanna mencebik.
"Seperti kamu tak suka kalau temanmu yang populer ini senang?". Kali ini aku menatapnya dan meletakkan handphone milikku.
"Well selamat untukmu".
"Belum Hann.. Bahkan sekarang aku tak tahu kabar tentangnya". Aku segera memotong.
"Ayolah puan gibah, kamu bisa mendahului menanyakan kabarnya bukan?". Hanna jelas tahu selama sepekan ini aku tak pernah punya inisiatif untuk itu padahal aku sendiri sangat ingin tahu kabar darinya hanya saja rasa malu ini terlalu besar. "Kalau kamu tak memulai kamu tak akan tahu, sudah bukan hal yang tabu wanita yang berinisiatif". Dia berceramah seolah sudah sangat berpengalaman. Tapi temanku ada benarnya jika aku menyerahkan semuanya pada Enda tak akan pernah ada kemajuan.
Dengan cepat mengambil handphone aku mengirimkan pesan untuk menanyakan kabarnya dan yang kudapati hanya centang satu di pesanku sukses membuatku jengkel seketika. Apa dia tak pernah punya paket data? Atau tak pernah memegang handphone? Mungkinkah handphonenya hilang? Ah semua kemungkinan bisa terjadi aku hanya harus berbaik sangka. Saat ini bahkan akunku belum di follback olehnya, hanya BBM saja yang ku punya darinya pun jarang aktif.
"Padahal mereka sudah putus tapi tetap saja tidak mudah untuk mendapatkan celah". Aku menggerutu.
"Haha.. Mudah sekali patah arang. Seperti bukan Misha". Hanna mengejekku. Aku hanya memelototinya kesal. "Daripada kamu marah-marah padaku lebih baik kita bersiap menghadiri pentas seni di student centre malam ini, Tia sudah menghubungiku lagi untuk datang".
"Yah kurasa itu tak terlalu buruk". Aku kembali tidur tanpa perlu mandi karena semangat untuk itu sudah musnah karena BBM ku masih centang satu.
"Tidak baik tidur di pagi hari, kamu tahu?". Hanna berceramah, tak terlalu peduli aku menutup telinga dan wajahku dengan guling. Entah kenapa aku rasa akan lebih baik tidur untuk saat ini.