Pagi hari, di kediaman Kusumo.
Hanya dentingan sendok yang menemani keheningan yang terjadi. Bukan enggan untuk berbicara. Namun, mereka tidak tahu topik apa yang cocok untuk dibicarakan.
Berbicara tentang keluarga Kusumo. Mereka adalah keluarga berdarah biru (bangsawan). Nama keluarga yang sekarang sedang melonjak kekayaannya. Berkat kepala keluarga bernama Tuan Hector yang sangat ahli dalam bisnis, sekarang nama mereka melengking dibicarakan dimana-mana.
Hector sendiri blasteran Indonesia-Eropa. Dara birunya dari sang ayah. Sedangkan darah pribuminya dari ibunya.
Kusumo adalah nama belakang dari ibunda Hector. Kenapa ia menggunakan nama itu? Karena ibundanya adalah faktor penting kesuksesannya. Jangan tanya ayahnya. Ia adalah si brengsek yang meninggalkannya saat masih kecil.
Itulah kenapa Hector sangat bertanggungjawab sebagai seorang Ayah. Ia tidak akan melakukan apa yang telah dilakukan oleh Ayahnya kepada anak-anaknya. Karena ia tahu, hidup tanpa seorang Ayah itu sangat menyedihkan.
Keluarga tersebut makan dengan sangat elegan. Persis seorang bangsawan. Walau hanya terdiri tiga orang mereka tetap tidak merasa kesepian.
Di antara mereka, nampak seorang gadis berpakaian seragam sekolah sibuk mengolesi roti bakarnya dengan selai, tapi caranya makan sangat berbeda dari kedua orangtuanya. Ia sangat jorok. Bahkan terang-terangan ngupil di depan orangtuanya.
Radang mengerikan, tapi mereka sudah terbiasa akan sikap absurd dari putri bungsu mereka itu.
Wajahnya begitu rupawan. Memiliki gingsul dan lesung pipi. Ia memegang dua-duanya rahasia kecantikan para wanita. Kejelitaannya membuatnya hampir mirip seorang bidadari. Namun, siapa sangka tingkahnya melenyapkan hal istimewa itu.
Sebut saja dia Kezy. Bernama lengkap Kezyana Emora Javier. Alih-alih jadi wanita anggun. Kezy malah lebih bisa disebut gila dan borok.
"Sayang," panggil Hector-sang Ayah.
Kezy mendongak dengan alis terangkat. "Iya, Yah?"
"Ayah hampir lupa mengatakan sesuatu hal penting kepadamu."
Hector menghela nafas. Dirinya yang bicara, tapi putrinya itu malah sibuk mengolesi roti bakarnya dengan selai.
Maria-istri Hector menatap sang suami yag tiba-tiba diam. Ia tahu apa yang dimaksud dari suaminya itu.
"Ayah lagi bicara, Kezy. Tolong sopanlah sedikit," peringat Maria kepada Kezy.
"Kezy dengerin lo, Yah. Ihkkk!" Kezy memasang wajah masam. Gadis itu melipat kedua tangannya di atas meja makan dan menatap intens Ayahnya. "Bicaralah, Kezy dengarkan nih."
Hector tersenyum. "Kedua kakakmu akan pulang hari ini. Sekitar jam dua kami baru pulang. Jadi, sepulang sekolah langsung ke rumah. Jangan keluyuran."
"Hah? Kakak pulang?" Tersirat rasa tak terima atas ucapan sang Ayah.
Hector mengangguk.
"Awas kalau sampai keluyuran, ya." Maria menatap selidik sang putri.
Kezy yang mendapatkan itu hanya acuh. Ia tidak peduli. Terserah jika ia keluyuran. Namun, ia tidak sedang memikirkan itu. rasanya ia sangat kesal mendengar kedua kakaknya itu akan pulang. Ia tidak mau. Terlebih kakaknya yang bernama Eld.
'Si Dugong itu pulang. Lihat saja nanti,' batin Kezy dalam hati.
Kezy kemudian bangkit dari duduknya. Mengambilnya tasnya di atas kursi di sampingnya, lalu menggendongnya.
"Kezy ke sekolah dulu Yah, Mah." Kezy berpamitan dengan menyalim tangan kedua orangtuanya.
"Bawa mobil sendiri?" tanya Hector.
"Tidak, diantar supir, yah," jawab Kezy.
"Baik-baik di sekolah, sayang!" seru Maria saat Kezy diambang pintu keluar.
"Iya, Mah."
Ini sangat menyebalkan. Seperti dirinya baru masuk sekolah saja. harus ini harus itu, gak boleh nakal, rajin belajar. Haiss. Padahal ia sudah bukan anak kecil lagi. Ia sudah kelas tiga Sma. Umur 18 tahun dua minggu lagi.
Di tambah Kedua kakak kembarnya itu akan pulang. Membuat dirinya mati karena kesal. Kezy begitu membenci kakak kembarnya itu yang selalu menjahilinya. Selama ini mereka tak ada, hidupnya menjadi begitu bahagia.
Semua isi rumah menjadi kekuasaannya. Entahlah, jika hak itu masih berlaku ketika kakak menyebalkannya itu pulang. Mungkin ia tak akan menghirup segarnya oksigen. Yang ia hirup setelah ini hanya Karbon dioksida.
Argghh!
•••___---
"Hello epribadeh! My friend-friend!" teriak Kezy membuat seisi penghuni kelas menutup rapat telinganya.
Kezy terkekeh melihat ekspresi kesal teman-temannya itu.
Seorang gadis menghampiri Kezy yang sudah duduk di kursinya. Ia melepaskan tasnya dari gendongannya.
"Suara lo ke toa masjid Key. Cempreng amat." Gadis itu duduk di kursi dengan menghadap Kezy.
"Iya, lo cocok banget jadi Ustaz." Seorang lagi bicara.
Kezy yang mendengar celetuhan dari kedua sahabatnya itu hanya santai saja. Gadis itu mengangkat kedua kakinya dan meletakkannya di atas meja. Sungguh tingkah di luar seorang bangsawan.
"Terserah gue dong. Mulut, mulut gue. Kok lo pada sewot si?"
"Bukan sewot Key. Hanya saja lo itu putri. Jadilah putri yang anggun." Nasehat Rani-sahabat Kezy.
"Hooh. Turunin gak kaki lo?" tegas Elsa-sahabat Kezy juga.
"Gak mau! Ini nyaman lo. Coba aja kalo gak percaya."
Rani dan Elsa hanya geleng-geleng kepala. Tak habis pikir dengan Kezy yang ahklaknya sangat nol. Jika saja ada mata pelajaran ahklak dipastikan Kezy mendapatkan nilai nol.
"Turunin kaki lo, Kezyana Emora."
Sontak saja intens ketiga gadis itu mengarah kepada seorang lelaki yang berdiri menyandar di ambang pintu.
Mata lelaki itu seolah mengintimidasi Kezy yang saat itu langsung menurunkan kakinya. Tak lupa cengirannya karena malu.
"Santai dong, Vel. Sensi banget jadi cowok." Kezy mendekati lelaki itu di susul kedua sahabatnya.
Marvel bintaro. Satu-satunya sahabat lelaki Kezy, Rani, dan Elsa, tapi jika lebih diteliti Kezylah yang paling dekat dengan Marvel.
Marvel melipat kedua tangannya di dada. Matanya menyipit. "Jadi cewek kok gak ada etikanya." Secara tidak langsung ia menyindir Kezy.
Rani dan Elsa terkekeh.
"Titisan dajal emang gitu." Sindiran kedua dari Rani.
"Cantik sih, tapi ga ada ahklak." Sindiran kedua dari Elsa.
Kezy tampak kesal. Wajahnya ditekuk masam. Ia memalingkan wajahnya. "Ihk! Tidak berteman lagi." Gadis itu melangkah pergi. Dirinya benar-benar ngambek.
Marvel, Rani dan Elsa saling memandangi. Detik kemudian mereka terkekeh. Sungguh, mereka sangat senang melihat wajah cemberut dari Kezy. Sesekali tak masalah bukan?
Ketiganya kemudian mendekati Kezy yang dudul dengam wajah masam. Marvel yang memang duduk bersebelahan dengan Kezy pun ikut duduk. Ia menatap wajah Kezy dalam. Mencoba menggoda gadis itu.
"Kezy gak bakal maafin kalian!" Kezy berniat bangkit, tapi terhalangi karena Marvel gesit menggenggam tangan gadis itu.
"Jangan marah. Kami cuma bercanda kok. Sekarang siapa yang sensi? Lo atau gue?"
Kezy tak menjawab. Ia juga tidak kembali duduk.
"Beneran nih, gak dimaafin?" goda Elsa. Rani mengangguk. Kezy tetap diam.
"Yaudah. Ga bakal jadi ke toko ice krim nanti pulang."
Kezy melotot mendengar hal itu. Oh tidak. Ice krim adalah kesukaannya. Ia tak boleh kehilangan kesempatan itu.
Melihat ekspresi Kezy. Ketiganya saling pandang dengan senyum penuh arti.
"Beneran gak mau?" Marvel menarik pelan tangan Kezy.
"Siapa bilang gue gak mau. Ya, maulah!"