Selepas dari toko ice krim Kezy langsung pulang ke rumah. Ini sudah sekitar jam 3 sore dan sudah dipastikan orangtuanya sudah pulang dari menjemput kedua kakak kembarnya itu dari bandara.
Gadis itu seperti maling saja. Ia mengendap-ngendap memasuki rumahnya. Tadi, ia menyuruh taksi onlinenya menurunkannya di depan kompleks. Ia tidak mau jika sampai dirinya ketahuan keluyuran oleh kedua orangtuanya.
Bisa-bisa masalahnya akan bertambah rumit. Btw, soalnya ice krim tersebut. Kezy sangat puas bisa memakan sepuluh jenis ice krim yang berbeda. Betapa bahagianya gadis itu.
Namun, hal setimpal tidak terjadi kepada ketiga sahabatnya. Malahan, ketiganya merasa kapok karena semua uang mereka diporotin untuk membeli ice krim kepada gadis itu.
Lain kali mereka tidak akan meminta gadis itu untuk membeli ice krim. Ludes sudah uang mereka diperut gadis absurd itu.
"Gila, gue gak bisa lewat depan. Penjaganya ada dua. Hais!"
Kezy mengumpat kala ekspetasinya tak sesuai dengan realita. Jika penjaganya hanya satu, maka Kezy dapat kibulin penjaga itu dengan mudah. Misalnya melempar batu seperti di film-film untuk mengalihkan perhatian.
Jangan salah Kezy adalah korban film action korea fanatik.
Terpaksa, jalan keluar satu-satunya adalah memanjat dinding belakang rumahnya. Semoga saja ia bisa.
Kezy berlari menuju jalan keluar satu-satunya itu. Sesekali ia menyelipkan rambut panjangnya yang terus menghalangi penglihatannya.
"Dasar rambut! Gue potong juga lu."
Kezy geleng-geleng kepala melihat dinding rumahnya yang tingginya hampir dua meter. Bagaimana bisa ia memanjat dinding setinggi itu? Sepertinya ia membutuhkan bantuan Spiderman atau tidak Superman atau Ironman.
"Arghhh!" Kezy menggeram kesal. Apa yang harus ia lakukan?
"Kalo gue ketahuan, sudah dipastikan rambut gue bakalan dipotong. Rambut oh rambut kasian banget lo." Kezy mengelus rambutnya dengan sayang.
Demi rambut dan sampo kodomonya, ia harus memanjat dinding ini.
Kezy mulai mengambil ancang-ancang. Menarik roknya sampai ke atas membuat soknya malah nampak.
"Kok gue angkat rok sih, 'kan rok gue gak ketat." Kezy merutuki dirinya yang samgat bodoh. Ia kembali menurunkan roknya.
Dengan hati-hati Kezy melompat. Jangan sampai ia membuat kegaduhan yang membuat dirinya akan tertangkap basah.
Bagaimana seorang Kezy yang tingginya hanya sebatas pertengahan dinding itu dapat menggapainya? Sungguh, ironis sekali.
"Ah! Ayo dong!" Kezy kembali melompat. Mana saja lompatannya yang ke sepuluh ini dapat membuahkan hasil.
"Darimana saja?"
Deg!
Glek!
Kezy menegang di tempat. Apa itu ... Oh tidak! sudah, ia tak bisa apa-apa lagi. Sekarang ia harus pasrah. Akh! Hatinya seakan ingin keluar bersamaan dengan jantungnya yang terus berdegup sangat kencang.
Kezy berbalik. Benar dugaannya. Dia? Kezy memasang wajah malas. Mereka ternyata sudah kembali.
Sedikit informasi. Kezy sedikit terpesona dengan ketampanan lelaki di hadapannya. Wajar, karena mereka sudah lama tidak bertemu. Bahkan, Kezy hampir sulit mengenali mereka. Bagaimana bisa musuhnya setampan ini?
"Ngapain kamu di sini?" tanya seseorang itu dengan sangat mengintimidasi seorang Kezy.
"Nangkap belalang," jawab Kezy jutek dan ngasal.
Arka Gevvany. Salah satu saudara kembar dari Kezy. Wajahnya begitu rupawan. Mereka sepertinya adalah produk-produk unggul yang diproses oleh Hector dan Maria.
Pahatan wajahnya yang begitu sempurna. Rahang tegas dan bulu mata lentik. Rambut ikal bagian depan membuatnya makin sama dengan orang Eropa sesungguhnya.
Ia bagaikan Pangeran dalam dongeng untuk wanita lain di luar sana, tapi tidak untuk seorang Kezy. Mereka lebih pantas disebut monster di dalam mimpi Kezy.
Yah, Kezy pernah memimpikan dirinya tengah dikejar monster ketika tidur. Dikemudian, Kezy sudah menganggap bahwa monster di mimpinya itu adalah kedua kakak kembarnya.
Kebetulan monster tersebut ada dua. Jadi, dugaannya benar tanpa alasan yang jelas.
"Kamu pasti bohong, 'kan? Katakan yang jujur kau darimana?" Arka menatap adiknya itu dari atas sampai bawah. Ia menggeleng pelan. Penampilan yang sangat berantakan.
Mana ada seseorang menangkap belalang dengan seragam sekolah. Sangat tidak logis. Dari sini, Arka sudah menebak kalau Kezy berbohong kepadanya.
"Baru pulang aja udah sok tahu," sindir Kezy tanpa melihat lawan bicaranya.
"Bukan sok tahu, Kezyana, tapi aku sedang berbicara tentang fakta. Kamu darimana?!" Intonasi Arka sedikit meninggi.
Wajah Kezy berubah sangar. Bukankah dirinya sedang dibentak tadi? Sungguh, ia tidak terima.
"Santai aja! Gak usah ngebentak segala Dugong." Ternyata Arka adalah Dugong yang ia ucapkan tadi saat sarapan pagi.
"Dugong? Katakan sekali." Perintah Arka.
Lelaki itu mendekat. Dengan cepat ia menarik telinga Kezy membuat sang empu menjerit kesakitan.
"Berani ngatain aku, ya."
"Aduh! Aduh, sakit. Sakit Arka!"
Arka melotot. Adiknya itu barusan berkata apa? Arka? Sangat tidak sopan.
"Panggil aku kakak!" Perintah Arkas lagi.
Namanya juga Kezy. Memanggil kedua kakaknya itu dengan sopan tidak ada di dalam kamusnya. Ia tidak sudi menyebut monster sebagai kakaknya.
"Gak mau! Sampai kapanpun, gue gak sudi lo gue panggil kakak."
"Bandel banget nih anak. Gak bisa dibilangin. Mesti diaduin ke Mama."
Arka tak lagi menjewer Kezy membuat gadis itu bernapas lega. Ia mengelus telinganya yang sudah merah bawang. Sungguh, Arka adalah orang yang begitu ia benci karena ini. Jewerannya benar-benar membuatnya mengeluarkan airmata.
"Ikut aku." Arka menarik tangan Kezy dan membawa gadis itu untuk mengajarkannya sopan santun.
"Lepas bodoh! Hei, Dugong. Lo tuli ya? Gue bilang lepasin."
Seakan beneran tuli, Arka sama sekali tak menghiraukan teriakan adiknya itu.
"Diam dan ikuti aja apa yang kakakmu ini bilang."
'kakak? Cih! Lebih cocok lo jadi Dugong."
Kini, Kezy tengah diinterogasi oleh kedua orangtuanya. Sementara Arka dan Erka berdiri di belakang gadis itu dengan senyum penuh arti. Kapan lagi melihat ekspresi kesal adik mereka itu.
"Kamu keluyuran lagi?" tanya Hector kepada putri bungsunya itu.
Kezy memutar bola mata dengan kesal. "Udah tahu kok masih nanya lagi sih, Yah."
"Bicara yang sopan Kezy." Peringat Ibundanya-Maria.
Kezy hanya diam dan kembali fokus dengan hukuman apa yang akan diberikan kepadanya. Semoga saja bukan membersihkan kamar kedua kakak kembarnya itu yang sudah lama tidak digunakan dan pasti sangat berdebu.
"Kamu darimana?" Hector mencoba menanyakan dengan pelan.
"Habis makan ice krim bareng Marvel," jawab Kezy membuat Arka dan Erka melotot tidak percaya.
"Marvel? Apa dia cowok?" timpal Arka bertanya.
"Sepertinya bosan hidup dia." Si Erka angkat suara setelah begitu lama terdiam.
Kezy menatap sangar kakak kembarnya itu.
"Dia bukan cowok, tapi banci." Selalu ngasal saat bicara itulah Kezy.
Kasihanlah kepada Marvel. Kezy yang bermasalah malah namanya yang disebut. Bahkan, dikatain banci lagi. Sungguh malang nasibmu Marvel.
"Sudah-sudah! Berantem mulu." Hector mencoba melerai mereka. Ketiganya langsung terdiam.
"Ayah, Kezy makan ice krim kok makanya lama pulang. Gak kemana-mana kok sumpah. Kezy gadis yang benar." Kezy mengangkat kedua jari telunjuknya dan tengah membentuk huruf V.
Arka dan Erka terkekeh mendengar itu. Gadis benar. Sungguh alibi yang jelas tak logis.
"Kenapa tertawa?"
"Kagak," jawab Arka dan Erka serempak sambil menahan tawanya.
"Ayah percaya, tapi karena kamu sudah melanggar perintah Ayah untuk pulang, maka kamu harus dihukum."
"Hukum cuci WC sebulan," usul Arka.
"Bersihin kamar kami gih," timpal Erka.
Kezy melotot. "Bersihin kamar kalian berdua? Gak mau! Bersihin aja sendiri. Lu punya tangan ya, 'kan?"
"Sudah! Mama yang akan kasih hukuman. Kezy harus bersihin kamar kakak-kakakmu. Itulah lebih ringan daripada cabut uban Mama sama Ayah selama dua minggu plus 12 jam."
Kezy lagi dan lagi melotot. Benarkah? Haiss!
"Mah, itu hukuman yang berat banget," ujar Kezy memelas.
"terserah. Hanya dua pilihan!" tegas sang Mama.
Wajah gadis itu menahan kesalnya. Di antara dua hukuman itu tidak ada yang begitu ringan dan mengambil hatinya. Kenapa tidak di suruh tidur di luar? Itu lebih bagus karena ia akan menginap di rumah Marvel.
"Baiklah, cari uban Mama sama Papa," jawab Kezy malas.
"Tidak, Kezy kamu harus bersihin kamar kakakmu."
"Lah, tadi disuruh milih. Ya aku milih pilihan kedua."
"Gak. Hari ini mbok cuti. Jadi, gak ada yang ngerbisihin kamar kakakmu. Kebetulan kamu ada."
"Mama!"