Ceklek!
"Uhuk! Uhuk!" Kezy terbatuk-batuk karena debu yang menyambutnya secara langsung saat membuka kamar Erka.
Ia tak menyangka kamar ini begitu usam. Pantas sih karena sudah belasan tahun tidak dipakai. Arka dan Erka saat berumur 12 tahun dikirim ke Australia untuk melanjutkan pendidikan sekolah menengah pertama di sana.
Alasannya? Entahlah, Kezy tidak tahu dan tidak mau tahu.
Di tangannya terdapat sebuah sapu. Ya, hanya sebuah sapu tanpa embel-embel lainnya.
"Lihat aja tross sampai bulan beranak," cetus seseorang.
Kezy seketika berbalik dan mendapati Erka menatapnya sinis dengan tangan yang dilipat di dada.
"Ini juga mau ngebersihin, kok. Gausah sewot jadi orang."
Kezy berjalan. Hal pertama yang ia lakukan adalah mengganti sprei kasur milik Erka dengan yang baru. Gadis itu melakukannya dengan telaten tanpa menyadari Erka yang duduk di sofa memperhatikannya.
Erka menyunggingkan bibirnya ke atas. Tersenyum.
"Pintar juga kamu membersihkan."
"Heh! Lo muji gue atau ngehina gue?"
"Dua-duanya."
Kezy tersenyum samar. Ia sudah menebaknya.
"Kalo lo gak punya urusan, pergi sana. Gangguin gue aja." Kezy mengusir Erka.
Erka tak menanggapi ucapan Kezy yang mengusirnya. Toh, ini juga kamarnya. Ia yang berhak atas kamarnya.
Tiba-tiba seorang penjaga datang membuat Erka yang berniat berbaring di atas sofa terurungkan.
"Permisi Tuan muda Erka. Tuan muda Arka memanggil Tuan," ujar pelayan itu.
"Hmm," balas Erka singkat, padat dan jelas.
Penjaga itu kemudian berlalu pergi.
Erka bangkit berdiri. "Bekerjalah dengan baik," peringat lelaki itu sebelum benar-benar pergi.
Kezy mendengkus kesal. Dirinya selalu saja diperintah oleh monster-monster itu. Awas saja nanti, ia akan memberikan pelajaran kepada monster-monster itu.
Di kamar Arka.
Tanpa mengetuk pintu lagi, Erka langsung menyosor masuk ke kamar Arka. Arka yang melihat itu hanya terlihat biasa saja. Memang mereka sudah terbiasa akan itu semua saat tinggal di hotel di Australia.
"Ada apa?" Erka yang memang jutek langsung to the point saja.
"Besok kita udah boleh masuk kuliah," ujar Arka tanpa melihat Erka.
Lelaki itu berjalan menuju sofa dan duduk disana. "Apa Ayah sudah mempersiapkannya?" tanya Erka memastikan.
"Jauh sebelum kita pulang dari Australia."
Mereka sebenarnya bingung. Kenapa Ayah mereka itu menyuruh mereka pulang ke indonesia. Padahal di Australia mereka sudah mau menyelesaikan perguruan tinggi mereka.
Arka bangkit dari posisi baringnya di atas kasur miliknya. Meski belum dibersihkan ia tetap tidur di atas kasur tersebut. Ia kemudian duduk di samping Erka.
"Anak curut itu udah selesai bersihin kamar kamu?" Erka menggeleng dengan pandangan yang menerawang jauh.
"Belum. Kalo begitu aku keluar dulu."
Erka seketika bangkit. Keluar dari ruangan kamar Arka. Sedangkan, sang empu hanya mengangkat bahu acuh. Sifat Arka sangat berbnding jauh dari sifat Erka-adiknya itu.
Erka memiliki sifat yang pendiam dan jutek. Bahkan, lelaki itu bisa saja tidak berniat berbicara dalam sehari penuh.
Namun, berbeda halnya juga dengan Arka. Lelaki itu lebih ke arah cerewet dan Kejam. Ia bisa saja membuat sesorang menangis, bahkan Kezy saja pernah nangis karena ulah Arka.
Kembali kepada Kezy yang sudah selesai membersihkan kamar Erka. Gadis itu menghela nafasnya karena merasa kelelahan. Punggungnya terasa keram sekali karena harus membersihkan bagian bawah kasur Erka yang banyak sarang laba-labanya.
"Capek juga, njir."
"Udah selesai?"
Kezy terlonjat kaget. Sapu di tangannya hampir mengenai Erka jika gadis itu tak sadar bahwa orang itu adalah Erka. Salahkan saja Erka yang sudah seperti hantu. Selalu datang tiba-tiba.
"Bisa gak lo ngetok pintu sebelum masuk?"
"Tidak bisa." Erka berjalan santai mendekati Kezy. Lelaki itu mendorong tubuh Kezy kasar. Ia kemudian melepas kemejanya dan membuang ke sembarang arah. Langkah terakhir Erka sudah tengkurap di atas kasur miliknya.
Sedangkan Kezy, gadis itu cengo menatap yang baru saja terjadi di hadapannya itu. Kezy susah payah menelan salivanya kala netranya melihat punggung Erka yang yang begitu kokoh.
Serasa ada yang melompat kegirangan di dalam perutnya. Sadar akan tingkah gilanya itu, Kezy menggelengkan kepalanya mencoba menghilangkan hal buruk di atas kepalanya.
"Gila lo Key. Gak boleh! Gak boleh." Gadis itu memukul kepalanya. Kenapa otaknya traveling kemana-mana?
Tak mau mengingat hal itu, Kezy segera keluar dari kamar Erka. Ia harus membersihkan kamar Arka musuh besarnya. Ya, Kezy memang tak suka dengan kedua kakak kembarnya itu. Namun, Arka adalah orang yang paling dan sangat tidak ia sukai.
Hanya satu alasannya karena Arka pernah membuatnya menangis.
FLASHBACK ON.
"Mama! Ayah!" Kezy berteriak ketakutan. Saat itu dirinya masih berumur 6 tahun. Tubuh mungilnya menuruni anak tangga dengan gelisah.
Bagaimana tidak, saat terbangun dirinya tidak menemukan siapapun. Kezy kecil sudah mencari kemana-mana, tapi tak menemukan kedua orangtuanya. Ia juga bingung kedua kakak kembarnya juga tak ada.
"Mah! Yah, Kalian dimana?!" teriak Kezy sekali lagi. Ia berdiri di dekat sofa di ruang tamu. Dirinya baru bangun dan sudah kena mental.
Apa dirinya ditinggalkan sendirian?
"Hwaaa! Kenapa Kezy ditinggal sendilian?" rengeknya.
"Kezy takut."
Brak!
Bruk!
Gedebuk!
Kezy melotot. Jantungnya seakan berhenti melihat semua bonekanya jatuh dari atas tangga dan pelakunya adalah Arka dan Erka.
Melihat itu, Kezy merasa tak terima. Semua benda miliknya dibuang.
"Apa yang kalian lakukan?" tanya Kezy. Rasa takutnya sudah sedikit hilang saat mengetahui ia tidak sendirian di rumah.
Sedangkan kedua lelaki itu yang berumur 11 tahun bersidekap dada menatap Kezy kecil dengam sangar. Mereka berdua turun dan menghampiri Kezy yang memungut mainan dan benda lain milikinya.
"Akh!" Boneka di tangannya terjatuh. Ia mengadu kesakitan ketika Arka menarik rambut panjangnya.
"Lepas! Sakit!" adu gadis itu, tapi Arka dan Erka tak peduli dengam rintihan gadis itu.
"Kamu itu bukan adik kami. Kamu pergi dari sini. Kamu it ...." Ucapan Arka terhenti kala Erka menyenggol lengannya.
"Diam Arka. Jangan keceplosan," peringat Erka.
"Kenapa? Dia harus tahu kalo di ...."
"Arka!" Erka naik pitam. Kakaknya sangat keras kepala jika dibilangin.
Arka hanya mendengus kesal. Ia kembali menarik rambut Kezy tanpa perasaan. Ia mendekatkan wajahnya kepada wajah Kezy.
Sedangkan Kezy sudah menangis sedari tadi, tapi kedua lelaki itu tak peduli dengan tangis Kezy.
"Mama! Papa! Hwaaa, sakit!"
"Mau lagi? Erka, bakar bonekanya itu."
Kezy melotot. Ia tidak mau jika bonekanya dibakar. Apalagi boneka Ironman kesayangannya.
"Jangan! Jangan kakak! Jangam bakar bonekaku!" pinta gadis itu.
Namun, Erka tak peduli. Ia mengambil boneka kesayangan Kezy dan membakarnya di hadapan gadis itu. Satu persatu ia membakarnya.
"Bonekaku! Tidak!"
Flashback Off
"Lah, malah tidur." Kezy berkacak pinggang menatap Arka yang tidur di atas kasur berdebu itu. Mungkin lelaki itu sangat kelelahan sehingga tidur tanpa peduli kamarnya belum dibersihkan.
"Bangun. Kamar lo belum dibersihin Dugong. Bangun." Kezy menggoyang-goyangkan tubuh kekar Arka.
Meskipun, Arka adalah orang yang paling ia benci, tapi ia juga tidak bisa membiarkan lelaki itu tidur di atas kasur yang berdebu. Kasihan pernafasannya.
Kezy mendengus kesal. Arka masih belum bangun juga. Ia sudah mengoyangkan badan Arka begitu Keras. Namun, aksinya itu tetap nihil.
"Dasar Dugong!" gerutu Kezy kesal.
Gadis itu bangkit berdiri setelah berjongkok membangunkan lelaki itu. Sial. Kenapa juga ia harus kasihan? Malahan itu bagus untuknya. Jika Arka berpenyakitan dan mati, maka satu rivalnya sudah tiada.
Sungguh adik yang kejam!
"Euugh!"
Kezy berhenti. Langkahnya yang berniat keluar dari kamar Arka terurungkan karena lelaki itu melenguh. Kezy berbalik.
"Kenapa lama sekali?"
Kezy mengerucutkan bibirnya. Lelaki itu sudah terbangun dari tidurnya.
"Karena begitu," jawab Kezy ngasal.
Arka menaikkan alisnya yang sebelah. "Begitu?" Arka bangkit dari tidurnya. Ia mendekati Kezy membuat langkah gadis itu mundur beberapa langkah.
Tatapan Arka itu membuat Kezy susah payah menelan salivanya. Sungguh, ia tidak ingin diposisi ini. Arka terus memojokkan Kezy hingga tubuh gadis itu terpojok di dinding.
"Kau tahu aku sangat benci menunggu." Arka tersenyum tipis melihat wajah gelisah sang adik. Entah kenapa ia seperti candu dengan dua ekspresi adiknya itu. Kesal dan gelisah.
"G-gue, k-kamar E-Erka. E-e ...."
"Diam!" bentak Arka membuat Kezy terlonjak kaget. Sumpah, rasanya jantungnya ingin keluar saat ini juga. Ia begitu ketakutan. Siapapun tolong dia.
Jika ini terus berlangsung, sudah dipastikan Kezy akan menangis.
"Kau terlalu banyak alasan! Pemalas! Dan penumpang di rumah ini." Kilatan amarah terpancar jelas di wajah Arka.
Ia tidak peduli dengan Kezy yang sudah menangis tanpa suara. Airmatanya terus mengalir.
Arka tersenyum sinis melihat Kezy yang menangis. "Dasar mental yang lemah. Beraninya sama gue." Arka berjalan mundur. Seolah memberi celah untuk gadis itu. "Bersihkan kamar gue," perintahnya.
Lihatlah betap kejamnya seorang Arka. Inilah alasan kenapa Kezy begitu benci kakak kembarnya itu. Sekali lagi ia telah dibuat menangis.
"Hiks! Arka jahat! Gue benci sama lo. Gue gak mau bersihin kamar lo lagi." Dengan geramnya Kezy menghempaskan sapu yang ada di tangannya tepat di hadapan Arka, kemudian berlalu pergi begitu saja.
Sementara Arka, lelaki itu hanya diam dengan acuh.