"Key ... lo gak marah karena selama ini ... gue selalu buat lo nangis? Membentak lo, dan memukul lo saat masih kecil dulu?"
Ucapan itu keluar begitu saja dari mulut Arka. Selama ini ia terus mempertanyakan itu di dalam hatinya. Meski, ia sebenarnya sudah tahu apa yang akan menjadi jawabannya. Namun, ia ingin mendengar itu langsung dari Kezy.
Mendengar pertanyaan itu spontan membuat Kezy tercengang. Keheningan menyelimuti mereka. Entah kenapa Kezy begitu gugup mendengar pertanyaan itu langsung dari Arka. Jantungnya berdegup sangat cepat. Darahnya mendidih bak lagi direbus di atas tungku api.
Apa yang harus ia lakukan? Kezy tahu jawaban apa yang harus ia berikan, tapi kenapa lidahnya terasa keluh untuk mengucapkan sepatah katapun.
Kezy menarik napasnya dengan pelan. Meletakkan botol minum Arka yang ia habiskan sampai tandas. Untuk itu Kezy minta maaf. Setelah merasa dirinya baik untuk menjawab pertanyaan Arka, Kezy pun baru berbicara, "Gue marahlah. Dipukul, dihina, dan dibentak, siapa yang tidak marah. Gue kesal banget sama lo karena ini. Itulah kenapa gue gak pernah sopan terhadap kalian, tapi kejadian itu sudah lama. Sekarang aku tidak terlalu kesal lagi."
Canggung. Satu kata itu dapat menjelaskan suasana keduanya.
Arka yang menatap ke bawah memberanikan diri untuk menatap Kezy yang sekarang panas dingin. Detak jantungnya semakin menjadi-jadi.
Arka tersenyum. "Baiklah. Terimakasih karena lo udah jujur sama gue." Lelaki itu bangkit berdiri. "Pulanglah atau kembali ke sekolah. Aku ke kelas dulu." Sekali lagi Arka tersenyum membuat Kezy mematung di tempatnya.
Apakah ini sungguh Arka. Di mana mata tajamnya itu? Kenapa dengan suasana canggung ini? Seharusnya, Kezy biasa saja bukan?
Perlahan Kezy mengangguk. Arka pun berlalu pergi meninggalkan Kezy yang masih berkutik dengan pertanyaan gila di kepalanya.
Sejak kapan, ia melihat Arka bisa berkata semanis dan selembut itu. Bahkan, mata dan aura kejamnya seketika menghilang. Jujur saja, Kezy merasa tidak nyaman dengan suasana ini.
Pantas jika ini terjadi. Bayangkan jika bertahun-tahun. Bukan satu tahun, dua tahun, atau tiga tahun Kezy tidak bertemu dengan kedua kakaknya itu. Sudah 11 tahun mereka tak pernah bertemu apalagi berbicara seperti tadi.
Sekadar vidio call-an saja Kezy tidak pernah. Ia hanya melewati kedua orangtuanya yang sedang vidio Call-an terhadap kedua kakaknya itu. Kezy malas. Ia tidak pernah berpikir akan menjadi secanggung ini.
"Arka." Batin Kezy menyebut nama Arka. "Dia gila. Sejak kapan tuh monster jadi halus begini? Gue harus selidiki. Mana tahu dia nyembunyiin sesuatu tentang rencana ingin membunuh gue. Gak bisa dibiarin."
Ucapan Kezy semua menjadi melantur demi menghilangkan segala teka-teki di kepalanya ini.
Gadis itu pun bangkit berdiri. Melihat sekelilingnya yang begitu asing. Bagaimana ia akan tinggal di sini? Lebih baik ia pergi jalan-jalan membeli ice krim. Setelah jam pulang sekolah selesai, maka ia akan pulang ke rumah.
Kezy menggendong tasnya. Tiba-tiba intensnya menatap botol minum Arka yang tergeletak di atas kursi. Ia lupa mengembalikannya. Bagaimana sekarang? Ia tidak mungkin mengembalikan kepada lelaki itu sekarang bukan? Ini tempat asing. Bukannya menemui Arka malah ia yang tersesat.
Akhirnya, Kezy memilih mengembalikan botol tersebut saat di rumah nanti.
"Hei!"
Belum juga melangkah satu langkah, dirinya lagi terpaksa berbalik melihat siapa yang memanggilnya. Lebih tepat memastikan apakah dirinya yang dipanggil atau bukan.
Saat berbalik, Kezy mengerutkan kening melihat seorang lelaki cupu melambai ke arahnya.
Kezy bingung. Lantas menunjuk dirinya. "Lo manggil gue?!" seru Kezy bertanya.
Lelaki cupu itu berlari menghampiri Kezy. Nafasnya terengah-rengah saat sudah sampai di hadapan gadis itu.
"Nama lo siapa?"
Bukannya memperkenalkan diri, lelaki itu malah bertanya nama Kezy. Sontak saja, itu membuat Kezy tidak nyaman. Apalagi tatapan lelaki itu terhadap dirinya.
"Na-ma? G-gue K-Kezy," jawab Kezy gugup.
"Kamu cantik." Kezy tersenyum getir menerima pujian itu. Jika saja lelaki yang memanggilnya tadi saat baru tiba di kampus ini, maka Kezy bakal senang.
Namun, lelaki cupu di hadapannya ini begitu menjijikkan. Tampan sih ..., tapi ntahlah, Kezy merasa ada yang tidak beres dengan lelaki ini.
"Nama gue Rama. Gue ... suka sama lo saat pandangan pertama."
"Hah?" Spontan mulut Kezy terbuka lebar. "Lo suka sama gue?" tanya Kezy masih tak percaya.
Rama mengangguk dan dengan senyum miringnya, ia langsung meraih tangan Kezy. Perbuatan Rama itu membuat Kezy merasa takut. Lelaki asing itu berani sekali menyentuh tangannya. Kezy semakin tidak nyaman saja.
"Apa yang lo mau lakuin?" tanya Kezy ketakutan. Perasaannya semakin kalut kala melihat suasana taman kampus sepi.
Rama tersenyum smirk. Bukannya menjawab pertanyaan Kezy, Rama malah menarik Kezy bersamanya. Entah kemana ia akan membawa gadis itu.
Kezy kalut. Jantungnya berdegup sangat kencang. Takut jika lelaki itu akan melakukan hal yang tidak baik terhadapnya.
"Lo mau apa? Lepasin, gak?!" Mata Kezy mulai berkaca-kaca.
"Diam sayang."
"Dasar gila! Gue gak mau! Lepasin. Tolong! Ada orang gila mau nyulik gue! Tolong, Arka!"
Bugh!
Lelaki bernama Rama tersebut tiba-tiba jatuh tersungkur kala sebuah tendangan mengenai pinggangnya.
Tangan Kezy yang digenggam oleh lelaki cupu dan mesum itu tadi jatuh pada genggaman Arka. Yah, lelaki itu adalah Arka. Saat dirinya hampir tiba di kelasnya. Arka melupakan botol minumnya. Lantas saja ia kembali ke taman. Namun, kedatangannya malah disambut dengan teriakan Kezy yang meminta tolong.
"Sialan! Lo mau ngelecehin adik gue?" Arka tak habis pikir dengan kelakukan lelaki zaman sekarang yang perbuatannya sangat bejat.
Apa mereka pikir kehormatan seorang wanita adalah harga murah? Arka sebagai seorang lelaki malu dengan sikap lelaki cupu yang sekarang tergeletak meringis sakit.
Arka kemudian beralih menatap Kezy. "Lo gak apa-apa?" tanyanya.
"Hwaaaa! Kakak, dia mau ngelecihan Kezy. Kezy takut."
Grep!
Pelukan yang diberikan Kezy membuat jantung Arka berdegup sangat kencang. Arka terdiam. Apa ia harus membalas pelukan Kezy?
"Lepaskan!" bentak Arka mendorong tubuh Kezy seketika. Perasaannya membuat Arka menjadi linglung.
Jika ia terus mempertahankan posisi itu, bagaimana ia akan melupakan perasaannya. Arka menatap Kezy yang diam membisu. Perasaan bersalah menghantuinya. Kenapa juga ia harus membentak Kezy? Setidaknya jika ia tidak mau dengan pelukan itu, maka ia bisa meminta Kezy baik-baik untuk melepaskannya.
Hati Arka berkecamuk dengan perasaan bersalah. Untuk mengalihkan perasaan itu, Arka menarik lelaki cupu itu dan membogem lelaki itu dengan brutal. Menendang, memukul, dan melampiaskan amarah dan rasa bersalahnya itu.
"Berhenti!"
Arka diam tak bergeming. Ia kemudian menendang Rama untuk terakhir kalinya.
Matanya melirik Kezy. "Pulanglah!" tegas Arka.
Kezy kecewa. Dirinya baru saja mendapatkan perlakuan baik dari seorang kakak. Sekarang, dirinya malah dibentak. Apa salahnya? Ia hanya ketakutan dan butuh pelukan hangat. Arka benar-benar jahat kepada dirinya, itulah yang dirasakan gadis itu saat ini.
"Kenapa? Aku gak mau pulang! Hiks ... hiks." Kezy menangis.
"Apa lo mau tetap disini? Setelah semua ini?" Arka memegang bahu Kezy. Ia tahu Kezy menangis karena dirinya yang bodoh, dirinya seorang idiot.
"Kenapa lo jahat banget Arka? Kenapa lo bentak gue?" Kezy sangat anti dengan yang namanya bentakan. Itulah kenapa saat Arka membentaknya, Kezy langsung mengambil hati.
Diam. Arka lagi dan lagi terdiam. Lelaki itu meraup wajahnya dengan kasar.
"Oke. Gue minta maaf."
Tanpa basa-basi Arka langsung menarik Kezy ke dalam pelukannya. Arka mengerti perasaan gadis itu sekarang. Berada di ambang dimana kehormatanmu hampir direnggut secara paksa adalah hal yang mengerikan bagi seorang perempuan. Sekarang Kezy pasti trauma atas kejadian ini, tetapi dia?
Bukannya memberi ketenangan malah membentak Kezy demi melindungi perasaanya. Benar, ia memang egois.
Arka mengelus surai hitam Kezy. "Sudah jangan menangis. Aku salah. Jangan menangis. Maafkan aku." Arka memeluk Kezy lebih erat lagi.