Arka hari ini tidak ke kampus. Ia terpaksa berbohong kepada sang Ayah bahwa hari ini ia akan ke kampus, padahal sekarang mobil ferrarinya sudah terparkir di depan perusahaan sang Ayah.
Lelaki itu keluar bersamaan dengan mata para karyawan yang berlalu lalang menatapnya dengan mata berbinar. Terlebih kaum hawa. Mereka terus memuji ketampanan seorang Arka.
Arka tak mau menyia-nyiakan kesempatan emas ini. Merasa populer di kalangan wanita sudah hal biasa bagi lelaki itu. Arka tak mau terus berada di samping mobilnya seraya berlagak sombong. Arka pun memutuskan untuk masuk. Keningnya berkerut mendapati para wartawan yang bergaduh riuh di depan perusahaan Ayahnya.
Langkah kakinya membawanya masuk ke dalam gedung yang hampir mencakar langit itu. Ayah Arka seorang pengusaha yang sekarang namanya tengah melengking. Meskipun begitu, Hector tak pernah berlagak sombong karena harta yang melimpah. Di sisi itu, Hector memilki darah seorang bangsawan.
Jadi, tidak heran jika banyak wartawan mengerumuni perusahaan tersebut bagaikan semut mengerumuni gula. Mereka berbondong-bondong mencari berita, terlebih silsilah keluarga Hector Kusumo yang sangat tertutup itu.
Hector tak pernah memublikasikan kehidupan keluarganya kepada dunia. Terlebih anak-anaknya. Itulah kenapa sekarang para wartawan itu berteriak-teriak dan melakukan apapun agar mendapatkan informasi mengenai keluarga pemilik perusahaan Hera'x Group tersebut.
Arka terus bertanya-tanya tentang para wartawan itu. Apakah memang selalunya begini ataukah dia yang sudah lama tidak mengunjungi perusahaan sang Ayah? Entahlah, kehidupan di Australia berlangsung cukup lama. Itulah kenapa, Arka begitu asing dengan perusahaan milik Ayahnya sendiri.
'Kenapa banyak sekali wartawan?' batin Arka bertanya dalam hati.
"Anda siapa? Kenapa masuk begitu saja?"
Langkah lelaki itu berhenti ketika sebuah suara memanggilnya. Seorang lelaki bertubuh gembul yang Arka tebak pasti seoranh satpam kini berdiri di hadapannya.
Arka menggaruk kepalanya dengan senyum mengembang menampilkan sederetan gigi putihnya. Iya, betul. Kenapa ia bisa masuk begitu saja, padahal di sana sedang riah riuhnya wartawan. Dan ia? Dengan mudahnya masuk tanpa di curigai. Bisa saja, 'kan para karyawan perusahaan itu menganggapnya seorang wartawan?
Tapi tidak! Untunglah Satpam gembul itu menyadarinya. Itung-itung, ia dapat memperkenalkan diri bahwa Ayahnyalah pemilik perusahaan ternama ini.
"Saya?" Wajah Arka berubah sinis dan tajam. Seolah lelaki itu mempunyai kepribadian ganda saja.
"Iya, anda. Bagaimana anda bisa masuk begitu saja?" tanya satpam itu berkacak pinggang. Ia menilik wajah Arka dengan seksama. Tampan! Kata itulah yang tersirat dalam benaknya.
"Gue anak pemilik perusahaan ini. Kenapa? Ada masalah?" Sekarang Arka balik berkacak pinggang menantang pria paruh baya bertubuh gembul itu.
Dahi Satpam itu mengerut. "A-anak Tuan K-Kusumo?" tanyanya masih tidak percaya. Arka mengangguk dan lagi kembali tersenyum miring. Menyombongkan gelarnya sebagai anak pengusaha terkaya di dunia.
"Hahah! Hahah! Anda baik-baik saja, 'kan? Berani sekali kamu mengaku putranya Tuan Kusumo. Anda masih waras?" Tawa menggelegar meremehkan dari Satpam itu.
Tentu saja Arka naik pitam akan ucapan dari Satpam yang tidak tahu diri itu. Coba saja jika dia sudah tahu kebenarannya. Arka pastikan Satpam gembul itu akan berlutut meminta maaf kepadanya.
Arka tersenyum miring. "Apa sudah tidak jelas apa yang aku katakan? Jika tidak percaya, tolong panggilkan Tuan Kusumo sekarang juga."
"Tidak! Tuan tidak bisa di ganggu karena sedang ada rapat penting."
"Apa? Berani sekali anda menolak permintaanku. Aku akan masuk." Arka bersikeras untuk tetap menemui Ayahnya. Namun, Satpam gembul itu mendorong tubuhnya dengan kasar. Secara tidak langsung mengusirnya.
"Pergi dari sini!" bentak Satpam itu.
Arka yang emosian tidak terima atas penghinaan dari Satpam itu.
"Sialan! Lo gak tahu siapa gue! Biarin gue masuk!" Arka terus memaksa. "Ayah! Ayah!" teriaknya.
"Keluar! Dasar gila! Mengaku anak dari Tuan Kusumo!" Satpam itu terus mendorong tubuh Arka untuk keluar dari gedung tersebut.
"Homan! Doni! Kemari kalian!" panggil satpam itu berteriak. Tiba-tiba dua Satpam lagi datang membuat Arka melotot. Kenapa mereka tidak percaya akan ucapannya?
Ini jika masalahnya jika sudah lama tidak tinggal di Indonesia. Semua berbeda. Setahu Arka, ia hanya sekali mengunjungi perusahaan ini saat berumur 9 tahun. Mungkin, para Satpam itu tidak tahu karena wajah mereka yang lumayan asing untuk ras seorang warga Negera Indonesia.
"Lihat wajah gue! Apa gue gak mirip sama Tuan Kusumo, hah?!" Arka kembali membela dirinya.
"Bohong! Homan, Doni. Bawa laki-laki ini keluar." Dua Satpam yang baru datang itu mengangguk menyetujui perintah Satpam gembul itu. Mungkin saja, Satpam gembul itu adalah pimpinan Satpam perusahaan.
Arka teringat saat masih kecil. Dirinya pernah bertemu dengan seorang Satpam saat mengunjungi perusahaan ini. Apa Satpam gembul itu adalah dia? Tapi Arka lupa nama Satpam itu. Sialan!
"Gue mohon! Percaya sama gue! Ayah!" panggil Arka lagi. Tubuh kekarnya dipaksa, didorong keluar dari perusahaan. Namun, Arka tetap bersikeras dengan keputusannya. Lagipula, ia ke sini untuk membicarakan hal penting kepada Ayahnya.
Jika bukan karena hal penting itu, ia sangat malas datang ke perusahaan ini.
"Keluar!"
"Tidak! Ayahhh!"
Kejadian itu tentunya menjadi pusat perhatian banyak orang. Karyawan di sana merasa kasihan kepada Arka karena dipaksa keluar dari perusahaan. Mereka merasa tidak pantas jika lelaki tampan diusir dengan paksaan.
Sementara, wartawan-wartawan di luar gedung itu sudah mati penasaran dengan kegaduhan yang terjadi di dalam. Mereka hanya bisa memandang dari luar kejadian itu. Untuk masuk, mereka tidak bisa menghadapi puluhan Bodyguard yang menghalangi mereka ini.
"Apa yang kalian lakukan! Hentikan! Kalian menyakiti putraku!" tegas seorang pria paruh baya. Dia adalah Hector. Seorang karyawan memberitahukan tentang apa yang terjadi. Buru-buru, pria itu langsung keluar dari meeting untuk melihat apa yang terjadi.
Ternyata Arka. Apa yang dilakukan putranya itu kemari? Membuat masalah saja.
"Ayah!" Arka berlari saat melihat tiga Satpam itu mendadak diam karena kehadiran Ayahnya. Lelaki itu segera menghampiri Hector.
"Mereka tidak percaya bahwa aku anak Ayah." Arka menunjuk tiga Satpam yang terbungkam diam itu. Mereka tak percaya jika Arka adalah anak Hector. Bagaimana bisa putra lelaki itu bisa sebesar dan setampan ini? Apa waktu yanh berlalu cukup lama.
"Benar. Dia putraku. Jadi, tolong bersikap sopanlah." Hector menasehati tiga Satpam itu.
"Maafkan kami, Tuan. Kami tidak tahu kalau putra anda sudah sebesar ini." Satpam gembul itu meminta maaf. Jujur, dia sangat menyesal atas perbuatannya.
"Makanya, kalo jadi orang itu jangan langsung menyimpulkan sesuatu. Cari tahu dulu!" Easa kesal Arka masih diam di dalam dirinya. Bagaimana tidak. Dirinya seperti tidak ada harga diri di mata tiga Satpam itu.
"Iya, Tuan muda. Maafkan kami."
"Sudah. Arka, kenapa kamu kemari? Bikin keributan saja." Hector merangkul putranya itu sembari berjalan membawa Arka ke ruangannya.
Sementara, semuanya kembali dalam aktivitas mereka masing-masing. Begitupun dengan tiga Satpam tersebut.
"Ayah! Aku kemari untuk memberikan keputusan tentang semalam." Arka duduk di kursi sofa di dalam ruangan kantor milik sang Ayah.
"Benarkah? Lalu apa keputusanmu?" tanya Hector mendudukkan bokongnya di kursi kerjanya.
"Aku sudah memutuskannya, Ayah. Ini semua demi Erka. Aku akan menjadi CEO asalkan Erka dapat bertemu dengan putranya."
"Apa?" Raut wajah Hector terlihat tidak suka atas keputusan Arka. "Ayah tidak setuju. Kamu tahu, 'kan kenapa Ayah tidak bisa menerima putranya itu?"
"Aku tahu, Ayah, tapi Erka juga tidak bisa dijauhkan dari putranya. Sangat sulit baginya, Ayah. Bayangkan saja jika hal serupa terjadi kepada Ayah. Bagaimana jika kami dijauhkan dari Ayah? Bagaimana perasaan Ayah?"
Hector diam. Ucapan Arka itu sangat menusuk hatinya. Ia tahu bagaimana jauh dari anak-anak dan bagaimana anak-anak jauh dari Ayahnya. Namun, ini juga berat baginya. Entah kenapa, putranya itu harus menghadapi cobaan seperti ini.
"Ayah ... jangan biarkan ego Ayah menjadi penghalang bagi anak itu merasakan kasih sayang seorang Ayah."
"Baiklah. Ayah sudah putuskan apa yang akan terjadi. Sesuai apa yang kamu katakan. Untuk itu, menjadi seorang CEO bukan hal yang gampang. Jangan mudah emosi. Ingat itu."
Arka mengedikkan jarinya. "Itu gampang Ayah, tapi kalau mereka tidak sesuai dengan apa yang aku inginkan, tentu aku marah. Tahu sendiri bagaimana sifatku."
"Makanya, kau harus bisa menahan amarah itu. Oh, ya besok kamu harus mengikuti rapat pelantikan."
"Iya, Ayah. Aku akan ikut besok."
"Baiklah."
"Kalo begitu aku pergi dulu. Jangan lupa janji Ayah."
"Iya."