Di kediaman Kusumo.
Siang itu, Jie duduk dengan canggungnya di depan TV. Bagaimana tidak. Erka sekarang berada di sampingnya. Lelaki itu fokus pada handphonenya. Untuk berpindah saja, Kezy merasa sangat takut. Bahkan sekarang ia seperti orang yang lumpuh.
Tubuhnya sangat sulit untuk digerakan. Akh! Persetan dengan kecanggungan ini. Kezy ingin sekali melepas degup jantungnya ini. Kezy tidak tahan akan situasi ini. Oh ayolah, jantung.
"Kau masih trauma akan kejadian, kemarin?" Erka membuka pembicaraan. Lelaki itu tahu bahwa Kezy sedang canggung. Meski, juga dirinya saat ini sedang canggung juga, sih.
"Gak, gue malah senyum bahagia saat dia mau buka baju gue. Bahagia bangeet!" sinis Kezy mampu membuat Erka langsung berpaling dari handphonenya dan menatap Kezy dengan tajam.
"Lo gak waras!" Erka mendengus kesal dan kembali menatap layar handphonenya.
"Yah lo, sih. Udah tahu masih nanya!" Kezy mengambil bantal sofa dan memukul kepala Erka membuat sang empu meringis kesakitan.
"Ehk, benar kata Arka. Lo bener-bener gila. Bagaimana jika aku geger otak gara-gara pukulan ini?" Erka mengelus lembut kepalanya. Rasanya saat Kezy memukul kepalanya membuat kepalanya langsung berdenging. Memang, pukulan wanita yang tertindaslah yang paling sakit.
"Terusss! Gue harus bilang WOW, gitu? Dasar lebay. Mana ada orang geger otak hanya karena pukulan ini?" Kezy mengangkat bantal berniat memukul kepala Erka sekali lagi, tapi terhenti ketika sang empu ketakutan.
Kezy terkekeh. Ia baru pertama kali melihat Erka yang dingin bisa mengecap berbagai emosi. Bicaranya juga sangat tidak kaku.
Erka memicingkan matanya menatap Kezy yang malah terkekeh. Lelaki itu merasa sangat kesal karena dipermainkan oleh gadis itu. Dirinya terus menggerutu. Sedangkan Kezy, gadis itu malah bernyanyi kecil dengan nada sumbangnya.
"Berhenti, gak? Suara lo kek tikus kejepit. Cempreng, kasar dan asal," sindir Erka menatap sinis.
Kezy membuang mukanya tak peduli. "Biarin. Suara gue milik gue dan gue bangga." Kezy memukul dadanya sok angkuh membuat Erka mendenguas kesal.
"Terserah lo, deh. Gue iyain aja biar bahagia. Nanti nangees ...."
"Ihhk!" Kezy menarik sudut bibirnya dengan kesal. "Siapa bilang gue bakal nangis?"
"Gue emang, kenapa?" Bukan Erka yang menjawab melainkan Arka yang tiba-tiba datang dengan kantong plastik hitam di tangannya.
Arka menghampir dua manusia itu. Kantong plastik yang berada di tangannya ia sodorkan di wajah Kezy. "Buat lo. Ice krim."
Kezy menaikan kedua alisnya. Gerangan apa Arka memberinya ice krim? Ini patut untuk dicurigai. Kezy tak langsung menerima ice krim itu membuat Arka berdecak kesal.
"Ck! Mau atau gue buang."
"Sadis amat lo. Kasian tahu jika makanan dibuang-buang. Emang kalo orang kaya beda banget ama orang miskin yang lebih bisa menghargai makanan." Kezy menggelebungkan pipinya seraya mengambil kantongan ice krim itu.
Arka hanya memutar bola mata dengan malas menanggapi nasehat adiknya itu. Arka kemudian menatap Erka yang lagi dan lagi fokus dengan handphonenya. Lelaki itu mendudukkan bokongnya di samping Erka.
Sementara Kezy, gadis itu fokus memakan ice krimnya.
"Lagi apa, lo?" tanya Arka sedikit melirik handphone Erka.
"Lagi cari cara buat ke Australia," jawab Erka kembali dingin seperti sediakala.
Arka tersenyum dan merangkul Erka. "Gue udah bujuk, Ayah. Lo bisa ketemu sama putra lo."
"Hah? Bagaimana bisa?"
"Gue, 'kan udah bilang. Gue ini kakak lo. Gue bakal ngelakuin apapun yang lo mau." Arka mengacak gemes rambut tebalnya Erka.
"Terimakasih, Arka. Gue sayang banget sama lo. Lo kakak kembar terbaik gue."
Kezy mengerutkan kening. Kakak kembar terbaik? Kata-kata itu lolos membuat Kezy tertawa terbahak-bahak.
"Kakak kembar terbaik? Arka? Bwahahah!"
Arka dan Erka menatap sinis Kezyana.
"Apa yang terjadi sama lo?" tanya Arka. "Emang gue kakak terbaik." Arka tersenyum bangga dan merangkul Erka.
"Dia emang kakak terbaik gue," timpal Erka.
Bukannya mereda, tawa Kezy semakin menjadi-menjadi.
"Jangan bercanda, deh. Lo berdua kakak terbaik? Terus, apa kabar dengan kalian yang terus buat gue nangis?"
Deg!
Jantung Arka dan Erka seolah berhenti kala ucapan itu keluar dari mulut Kezyana. Mereka saling pandang dan dengan susah payah menelan saliva mereka.
Kezy memicingkan matanya. Gadis itu mengambil ancang-ancang dan ....
Bugh!
Bugh!
"Kakak terbaik?"
"Ini namanya kakak terbaik?"
Kezyana terus memukul Arka dan Erka dengan bantal. Itung-itung untuk balas dendamnya yang tertunda saat masih kecil.
"Kezy! Ao ... Aduh!" Arka menjerit sakit dan terus menghalangi Kezy yang memukulnya dengan bantal menggunakan tangannya.
Sekarang Kezy berbalik memukul Erka.
"Hei! Kezyana. Hentikan. Aduh ... sakit," adu Erka kesakitan.
"Rasain! Makanya jangan angkuh. Sok-sok-an kakak terbaik. Lo kakak terburuk di dunia!" teriak Kezy membuat seluruh ruangan bergetar dan ampuh membuat Arka dan Erka menutup telinganya.
"Kezy! Hentikan!" Arka sudah puas dengan pukulan dahsyat itu dari Kezy. Sekarang Arka memegang kedua tangan Kezy membuat aksi memukul itu tadi berhenti.
Erka menghela nafas. Untung saja bantal yang gadis itu gunakan untuk memukul mereka. Coba jika itu kayu. Sudah dipastikan wajah tampannya akan babak belur.
"Lepaskan tangan gue!" seru Kezy meronta ketika Arka memegang tangannya dengan keras.
"Hentikan, Kezyana sayang. Gue bisa saja bikin lo nangis. Dengar?"
Kezy menghela nafas. Terpaksa mengangguk bak anak kecil yang penurut. Perlahan Arka melepaskan genggamannya dan mengacak lembut pucuk kepala Kezy.
"Adik yang penurut. Cantik kalo penurut begini."
Arka tersenyum. Sedangkan Kezy malah membuang wajahnya ke sembarang arah dengan kesal. Tangan dilipat di dada. Benar-benar kesal.
"Aku gak mau tahu! Sekarang lo berdua beliin gue uce krim bersama tokonya sekaligus!"
"Hah?!" ucap Arka dan Erka serempak. Mulut mereka menganga sangking terkejutnya mereka mendengar permintaan adik mereka itu. Membeli toko ice krim? Adiknya itu memang tidak waras.
"Lo waras, gak? Beli toko ice krim apa gunanya?" tanya Arka berkacak pinggang. Ia harus ekstra sabar menghadapi adiknya itu. Baru beberapa hari mereka di Indonesia, mereka sudah disuruh untuk membeli toko ice krim. Dasar!
"Ada dong. Kalo Kezy mau ice krim. Kezy gak usah beli. Tinggal ambil, 'kan sudah punya toko ice krimnya." Wajah Kezy terlihat santai. Seolah permintaannya itu hal biasa.
"Lo hak sedang hamil, 'kan? Mana tahu in efek dari ngidam."
Semua melotot dengan apa yang dikatakan Erka. Terlebih Kezy yang sudah mengeluarkan laser pembunuh di sudut matanya.
"Erka!! Gue gak hamil, ya."
Arka tersenyum licik. 'Gue gak akan biarin lo hamil kecuali anak gue,' batin Arka dalam hati.
"Oke! Gue kabulin, tapi dengan satu syarat lo harus cium kakak tampan lo ini." Arka tersenyum menggoda. Menunjuk pipi kanannya seolah memberi kode untuk dicium di sini.
Tentu saja itu membuat Kezy tidak setuju. Syarat macam apa itu?
"Ihkk, amit-amit cium lo."
"Cium atau gak dibeli."
Jujur saja, impian Kezy memiliki toko ice krim sudah dimulai saat ia masih kecil. Namun, untuk mengatakan kepada Ayahnya, gadis cantik itu masih ragu. Kau tahulah Ayahnya sangat tegas. Tidak mungkin akan mengabulkan permintaan konyolnya itu.
Namun, sekarang ia sudah bisa memiliki itu, tapi dengan syarat yang sangat membuatnya berpikir dua kali.
"Tetap gak mau!"
"Oke. Gue gak bakal beli." Arka melipat kedua tangannya di depan dada.
Sementara Erka, lelaki itu hanya terlihat biasa saja. Terkadang ia heran kenapa wajah Kezy begitu mirip dengan mereka seperti kakak adik. Padahal Kezyana hanyalah seorang adik angkat. Sayangnya, gadis itu tidak mengetahui bahwa ia bukan anak kandung melainkan anak angkat.
Kezyana melirik Erka. Tatapan mereka bertemu membuat Erka buru-buru melepaskan tatapan itu.
"Erka ... Erka ... beli, ya," pinta gadis cantik itu kepada Erka.
Erka memutar bola mata dengan malas.
"Gak," tolaknya langsung membuat Kezy merasa kesal. Sia-sia ia bersikap lembut seperti tadi.
"Ayo. Ini kesempatan gak datang dua kali, lo," ujar Arka tak menatap lawan bicaranya.
"Iya, deh." Kezy sudah memutuskan untuk mencium Arka. Lagipula, mencium soerang kakak sudah hal biasa bukan?
Arka tersenyum. "Keputusan yang bagus. Ayo cium di sini." Arka menunjuk pipi kanannya.
Perlahan Kezy melangkah untuk mencium Arka. Terasa sangat pelan membuat Arka mendesah kesal. Kenapa gadis itu sangat lamban seperti siput? Giliran dapat ice krim, kaki tuh kayak mau terbang saja.
"Berhenti! Gue bakal beli tanpa syarat apapun."
Baru saja bibir Kezy mau menempel pada pipi Arka, Erka membuat itu semua berhenti. Kezy seketika menatap Erka dengan puppy eyesnya.
"Benarkah?" tanya Kezy memastikan.
Erka mengangguk. "Iya."
Arka mendengus kesal. "Erka! Lo!" geramnya menunjuk Erka.
Memang Erka adalah adik sialan. Hampir saja itu terjadi, tapi Erka malah menganggunya. Dengan perasaan Kesal, Arka berlalu pergi dari sana.
"Terimakasih Erka."
Grep!
Deg!
Jantung Erka berpacu lebih cepat dari biasanya kala Kezy memeluknya tanpa aba-aba. Gadis itu memeluka Erka, sementara Erka merasakan panas dingin tidak seperti biasanya.
"Jantung amankah?"