Sebuah mobil sport berhenti di depan mansion mewah milik Kusumo. Arka dan Erka turun dari mobil disusul oleh sang adik, yaitu Kezy. Tampak, Kezy langsung nyosor masuk ke dalam mansion tanpa menunggu kedua kakaknya membuat Arka dan Erka menggaruk pelipis bingung.
"Ada apa dengan dia?" tanya Arka. Erka mengangkat bahu tidak tahu.
"Mungkin lagi pms, kali," jawab Erka ngasal.
Arka manggut-manggut sok mengerti. Lelaki itu merangkul Erka dan mengajaknya masuk ke dalam mansion.
Kediaman Kusumo sangat sepi. Tidak ada banyak manusia berkeliaran. Biasanya, pulang sekolah begini mereka akan disambut para pelayan untuk melayani mereka.
Pasti semua para pelayan diliburkan oleh Ayah mereka. Karena jika mereka terus dilayani seperti anak kecil, kapan mandirinya? Betul, bukan? Jadi, Hector seolah memberi pelajaran kepada ketiga anaknya itu.
Semasuknya Kezy di dalam mansion, gadis itu langsung berteriak bak orang kesurupan memanggil nama sang Ibunda. Erka dan Arka yang baru masuk pun langsung menutup telinga mereka rapat-rapat kala Kezy berteriak begitu cemprengnya.
"Mamaaa!! Mama!! Hiks! Hiks ... hiks ...."
"Aduh, Kezy! Ngapain teriak-teriak kayak Tarzan saja. Lo pikir ini hutan, hah?" Arka melemparkan tatapan tak suka ke arah Kezy.
Kezy seketika menyorot Arka dengan tajam. "Bukan urusan lo!" pekik gadis itu berteriak membuat Arka dan Erka menutup telinga lagi.
"Shit! Gak bisa dibilangin!" Arka mengamuk dan kesal. Tak ingin kehilangan kontrol emosi, buru-buru lelaki itu meninggalkan Kezy yang merengek di lantai. Entah apa yang dinangisi gadis itu.
"Kezy say ...."
"Apa?! Sana lo pergi!" usir Kezy membuat ucapan Erka menggantung. Sontak, Erka segera pergi. Namun, sebelum itu ia meletakkan jari telunjuknya dengan miring di depan dahinya.
"Dasar gila!" celetuknya, kemudian berlalu pergi.
Kezy memanyunkan bibirnya. Dia sedang sedih malah diolok-olok oleh kedua kakak menyebalkannya itu. Nafas gadis itu naik turun mencoba menahan amarah.
"Mama!" teriaknya lagi. Melap dengan kasar airmatanya.
Maria yang berada di lantai atas mendengar teriakaj Kezy segera turun. Wanita paruh baya itu tertatih-tatih menuruni anak tangga.
"Sayang ... kamu, kenapa?" Maria membantu putrinya itu untuk bangkit dan membawanya duduk di sofa.
"Mama ... hiks!" Tangisan Kezy semakin menjadi-jadi. Melihat itu, Maria menarik tubuh Kezy ke dalam pelukannya. Ia mengusap lembut surai hitam milik Kezy.
"Kenapa, sayang? Ada masalah? Ceritakan sama Mama," ucap Maria menatap sendu putrinya itu.
Kezy mengusap airmatanya. "Marvel, Mah. Marvel ...."
"Iya, ada apa dengan, Marvel?" tanya Maria.
"Marvel mau pergi, Mah. Kezy gak mau." Gadis itu menggeleng lemah. Dirinya benar-benar terpukul kala mendengar sahabat laki-lakinya itu pergi.
"Ceritakan dengan baik. Kenapa Marvel, pergi?"
"Mah, Ayahnya sakit. Om Indra terkena penyakit kanker paru-paru dan harus dirawat di Australia. Marvel, terpaksa ikut sama kedua ortunya, Mah. Itu berarti dia pergi ninggalin Kezy. Hiks! Hiks. Kezy gak mau, Mah. Kezy sayanggg banget sama Marvel."
Maria menghela nafas mendengar penuturan putrinya itu. Ini pasti berat untuk putrinya itu. Hubungan putrinya dengan Marvel begitu dekat dan Maria sangat mengerti akan hal itu. Namun, bagaimanapun, Marvel harus pergi demi kedua orangtuanya.
"Sayang. Marvel itu bukan mau ninggalin kamu. Mama tahu ini juga berat bagi dia sama seperti kamu, tapi coba bayangkan jika Ayahmu yang mendapat penyakit itu dan harus ikut bersama orangtuamu ke luar negeri untuk pengobatan. Namun, berat karena kamu tidak ingin meninggalkan teman-temanmu."
"Ini juga berat bagi dia, sayang. Dia terpaksa bukan mau ninggalin kamu. Kamu harus mengerti. Marvel saat ini sedang terpuruk karena Ayahnya yang sakit. Kamu seharusnya mendukung keputusannya. Jika kamu gak mau ditinggalin sama Marvel pasti saat ini juga dia sedang memikirkan itu. Masalahnya tambah banyak sayang. Jadi, kamu harua terus mendukung sahabat kamu itu, ya?"
Maria menatap lekat Kezy yang terdiam seribu bahasa. Kezy terus memikirkan ucapan Maria. Dia bukan sahabat yang baik. Bukannya mendukung keputusan Marvel, ia malah marah sama lelaki itu.
'Maaf,' batin Kezy dalam hati.
"Sayang?" Maria menggoyangkan tubuh Kezy yang entah melamunkan apa.
"Iya, Mah."
"Beri Marvel dukungan sayang. Dia butuh kamu. Dia pasti sangat sedih saat ini."
"Mah, Kezy udah salah. Betul kata Mama. Aku seharusnya mendukung dua bukan marah sama dia. Aku salah, Mah."
"Kita ada salah untuk dapat memperbaiki diri. Jadi, jangan sedih."
"Baik, Mah. Nanti Kezy bakal telfon Marvel. Kalo begitu Kezy mau ganti baju dulu."
Cup.
Kezy mengecup pipi Maria sebelum benar-benar pergi.
•••___---
"Bulu ketek, mau dicukur. Lala ... lala ..."
Arka bernyanyi dengan merdu. Meski, liriknya sangat membangongkan. Mencium-cium keteknya. Sore ini Arka sedang tak melakukan apa-apa. Makanya, ia sekarang sedang menuju kamar Erka untuk mencabut bulu keteknya.
"Erka! Buka pintunya, goblok!" pekik Arka berteriak di depan kamar Erka, tapi sang empu belum kunjung membuka kamarnya. Bahkan, menyahut pun tidak.
"Kemana nih, anak?" tanya Arka dalam hati.
"Ehk, bambang! Buka pintunya!" teriak Arka sekali lagi.
"Buka, sempak!"
"Ehk, kutu kolornya buto ijo. Ngapain lo teriak-teriak kek dajjal aja?"
Arka menegang di depan. Perlahan tubuhnya menoleh ke belakang dan mendapati Erka dan Kezy sedang berdiri menertawakannya. Emosi Arka kembali memuncak. Sia-sia ia sedari tadi berteriak gak jelas, ternyata orang yang ia cari ada di sini.
"Capek pita suara gue teriak-teriak mulu," celetuk Arka sebel.
"Lah, siapa suruh lo teriak-teriak?" Erka bertanya membuat Arka memutar bola matanya dengan kesal.
"Gue cari lo buat cabut nih bulut ketek." Arka mengangkat tinggi tangannya menampakkan bulu tebal menghitam di ketek lelaki itu.
"Hahaha! Itu bulu apa sapu ijuk? Tebal amat," sindir Kezy.
Oh my god! Ia lupa dengan gadis curut di hadapannya ini. Buru-buru Arka menurunkan kembali tangannya menahan malu. Erka juga ikut-ikutan tertawa membuat dirinya bertambah kesal saja.
"Oh, ya. Gue lagi ada urusan. Gue mau belajar. Suruh Kezy buat cabut aja." Erka mendorong Kezy dengan pelan membuat gadis itu terhuyung ke depan.
"A-apa Maksud lo?"
"Bye! Semangat Kezy!" Erka tersenyum merekah, kemudian tunggang langgang pergi dari sana.
Kini tinggal Arka dan Kezy yang tinggal di sana. Keduanya saling menatap dengan canggung. Arka tersenyum sumringah.
"Cabut, yuk!" Arka menaik-turunkan alisnya.
"Ihkk! Gak! Pasti bulu ketek lo bau." Kezy menutup hidungnya.
Arka melotot. Apa benar keteknya bau? Buru-buru Arka langsung mencium keteknya membuat Kezy seketika percaya.
"Hei, lo bercanda? Mana ada bau."
"Lah, siapa suruh percaya." Kini, Kezy yang menaik-turunkan alisnya. Melipat tangan di depan dada.
Shit! Sekali lagi dirinya dipermainkan oleh gadis itu.
"Lo cabut bulu ketek gue. Ini adalah permintaan yang kedua gue. Masih ada lima hari lagi. Gak lupakan?"
Deg!
Kenapa ia harus lupa perjanjian itu? Ya' ampun!
"Oke! Gue cabut. Ayok!" Kezy menarik tangan Arka menuju ruang tamu. Sesampai mereka di sana. Kezy mendorong tubuh Arka hingga terjatuh di atas sofa dalam bentuk terduduk.
"Mana, pinsetnya?" tanya Kezy sembari menjulurkan tangannya.
"I-ini."
Arka susah payah menelan salivanya menatap wajah Kezy yang sibuk mencabut bulu keteknya. Degup jantungnya juga tidak terkontrol. Arka menjadi gelegapan. Bagaimana jika gadis itu dapat mendengar degup jantungnya?
Sebuah nalurinya sebagai pria tidak dapat ia hentikan. Nafsunya memuncak ketika memandang bibir sang adik.
'Arka ... tahan diri, Arka,' batin lelaki itu dalam hati. Mencoba untuk bersikap tenang, tapi tetap tidak bisa.
'Ayolah, jantung. Gue tahu lo suka sama Kezy, tapi jangan buat diri Tuanmu ini merasa malu,' batinnya lagi.
Tak terasa, Kezy telah menyelesaikan tugasnya, namun, gadis itu malah mendapat Arka yang sudah tertidur pulas. Gadis itu tersenyum tipis melihat wajah Arka yang begitu teduh saat tertidur.
Bukan saat dialagi sadar. Kezy sangat tidak tahan dengan mata tajam lelaki itu.
Perlahan, Kezy turun dari atas sofa. Berhati-hati tak ingin membangunkan lelaki itu.
Namun, saat Kezy ingin turun, gadis itu malah tertarik karena rambutnya terjepit pada ketiak Arka. Gadis itu menggerutu.
"Akh, sial! Pasti rambut gue bakal bau asem jika begitu. Ihkk!" Kezy bergidik ngeri mendapat rambutnya dalam posisi itu. Sungguh, ia sangat jijik.
"Arka ... hei, Arka." Kezy mencoba membangunkan lelaki itu dengan menggoyang-goyangkan tubuhnya.
Tiba-tiba Erka datang membawa semangkuk bakso untuk ia berikan kepada Kezy. Namun, yang ia dapati adalah wajah gusar gadis itu.
"Kenapa?" tanya Erka meletakkan baksonya di atas meja kaca.
"Lihat." Kezy menunjuk rambutnya yang terjepit pada ketiak Arka yang tertidur.
"Hahaha!" Bukannya membantu, lelaki itu malah tertawa mengejeknya.
"Erka!" tegas Kezy kesal.
"Iya, hahah. Gue bantu." Erka terus tertawa sembari membantu melepaskan rambut Kezy yang terjepit itu.
Setelah membutuhkan usaha yang begitu meresahkan, akhirnya rambut Kezy terlepas juga.
"Bagaimana bisa terjepit?" tanya Erka.
"Karena begitu gue gak tahu." Kezy memasang wajah malas.
"Yaudah. Lo makan baksonya, gih," ujar Erka.
"Yang bener, nih?" Kezy mengambil mangkok berisikan bakso itu. Gadis itu menatap penuh selidik mangkok bakso itu membuat Erka mengerutkan keningnya bingung.
"Kenapa? Gak suka?"
Kezy menatap Erka. "Bukan begitu. Aku gak suka jika bakso dikasih daun sup sama bawang goreng. Bau." Kezy mengembalikan mangkok bakso tersebut kepada Erka.
Gadis itu pun kemudian meninggalkan Erka begitu saja. Sedangkan Erka, Lelaki itu terdiam memikirkan sesuatu. Detik kemudian ia tertawa samar dan menggelengkan kepalanya mencoba menghilangkan ingatan itu.