Sebuah suara lembut alunan instrumen piano menyelimuti ruangan ini. Tidak, aneh rasanya kalau aku menyebutnya ruangan. Itu lebih mirip seperti sebuah hall perjamuan terutama di lihat dari acaranya.
Tidak ada yang ingin aku lakukan lagi saat ini.
Yang ingin kulakukan mungkin adalah menikmati momen paling bahagia yang pernah aku alami dalam hidupku ini.
Nah, sebenarnya juga aneh menyebutnya momen bahagia untuk kedua kalinya, karena baru saja 24 jam yang lalu merupakan momen bahagia dalam hidupku. Tapi acara saat ini juga termasuk di dalam momen itu.
Pernikahan Andi.
Jujur, membayangkan dia menikah saja itu seperti memikirkan kemungkinan bumi di invasi oleh manusia kucing dari dimensi lain. Mustahill!
Nah, tapi aku sudah memprediksinya sejak awal. Terutama ketika aku pertama kali bertemu dengan orang yang saat ini sudah secara sah menjadi istrinya itu. Orang yang saat ini sedang berdansa dan tertawa seperti orang gila bersama dengan Andi di pertengahaan acara dansa bersama itu.
Jujur, ketika Lily menelponku seminggu yang lalu pada jam 4 subuh saat itu jantungku terasa ingin copot. Ya, tentang keduanya, pertama setelah mengetahui dia di rawat di Rumah Sakit karena mengalami henti jantung sebelumnya, kedua tentang rencana gila dia yang mengatakan ingin menikahi Andi pagi itu juga.
Ini seperti itu bukan, mungkin, ini hanya asumsiku. Dia mendapati penglihatan dari masa depan yang membuatnya memutuskan hal gila itu secara mendadak. Nah, aku juga sangat mendukungnya masalah acara nikah itu.
Pada akhirnya, Andi dan Lily melaksanakan Akad Nikah pagi hari satu jam sebelum Andi menjalani operasi pengangkatan kista di pangkreasnya.
Waw, itu gila mengingat dia ternyata menyebunyikan penyakit yang dia derita selama ini dariku. Aku lengah. Dan dia juga sengaja mengirimku ke Singapura karena hal itu. Lily mengatakan Andi khawatir tentang presentasi rendah tentang keberhasilan operasi itu.
Pemikiran bodoh. Dunia medis sudah sangat maju di zaman ini, berhenti memikirkan persentase bodoh itu. Nah, dia memang bodoh sih sejak awal.
Ngomong-ngomong, sehari setelah operasi pengangkatan kista di pangkreas Andi aku juga melakukan Akad nikah dadakan dengan pasanganku. Sejak awal aku dan dia memang memiliki niatan menikah di hari yang sama atau acara kami mepet-mepetan 2 hari berturut-turut.
Mataku terpaku pada senyuman bahagia dari wajah Andi ketika sedang berdansa merangkul Lily di tengah ruangan ini.
" Aku rasa, selama ini dia hanya belum menemukan orang yang tepat." Ucapku dengan nafas lega.
" Ya, dia memang responsif namun tidak terlalu aktif seperti itu sebelumnya." Orang yang duduk di sebelahku saat ini membalas perkataanku.
Aku menatapnya, Rani dengan tatapan yang sedikit mengejek.
" Itu karena dia telah menemukan orang yang selama ini telah di takdirkan untuknya. Dia sudah menukan orang yang tepat bagi kehidupannya."
Rani membalas menatapku dengan tatapan jengkel.
" Fadil, hanya kita berdua yang mengetahuinya ketika dulu anak-anak di SMA mengatakan Andi adalah orang yang pendiam dan suram. Dia bukanlah pendiam, hanya belum berhadapan dengan orang yang tepat. Jadi aku sangat mengerti maksud perkataan mu."
Apa dia tidak menangkap maksud tersembunyi yang ingin aku sampaikan itu?
Ah, momen seperti sekarang sangat tepat untuk mengatakannya.
" Maksudku Ran, ketika kita menemukan orang yang tepat untuk hidup kita, maka apapun yang terjadi kebahagiaan akan menjamin kisah itu. Karena menemukan dan hidup bersama dengan orang yang tepat."
Rani hanya menyipitkan matanya dan menatapku sengit.
" Apa kamu menyindirku?"
Hahaha, akhirnya dia mengerti.
" Tidak, tidak juga. Hanya saja kejadian ini sangat unik. Hubungan kita bertiga ini seperti pepatah mati satu tumbuh seribu. Salah satu dari kita hubungan rumah tangganya hancur namun sebagai gantinya 2 diantara kita mulai memekarkan bunga sebagai bentuk pernikahan yang baru saja terjadi."
" Kamu terlalu blak-blakan mengatakannya."
Ya, aku mengakui itu. Entah kenapa walau aku tahu tidak seharusnya aku mengatakan itu tapi aku sangat ingin mengatakannya.
Namun, Rani sepertinya tidak terlalu mempermasalahkan caraku yang blak-blakan mengakui kesalahan yang dia perbuat tentang hubungan pernikahan itu. Dia malah tersenyum lega kemudian meluruskan punggungnya.
" Yah, tidak masalah. Aku akan memulainya lagi dari awal. Melihat kedua sahabatku menikah dan bahagia saja sudah lebih dari cukup. Aku juga tertular rasa bahagia yang kalian rasakan beberapa jam terakhir ini."
Hmmm, dia sudah menjadi lebih dewasa hari ini.
Aku berdiri kemudian mengulurkan tangan ke arah Rani.
" Sekarang, adalah cerita sang janda muda yang akan beraksi."
Rani menangkap uluran tanganku dan berdiri.
" Berhenti mengatakan itu atau aku akan menghajarmu di hapadan semua orang."
Hahahaha, dia tidak pernah berubah.
" Rani, ayo kita begabung berdansa di sana."
" Bukannya seharusnya lu ngelakukan ini dengan istrimu?"
Kami berjalan menuju pertengahan hall yang saat ini menjadi area dansa gabungan.
" Tidak-tidak, momen ini spesial untuk kita berdua. Aku hanya ingin berdansa bersamamu. Ah, juga menghiburmu sebagai janda muda diant—"
—PTASS!
Ouch!
Rani menepuk punggungku ketika kami saling bergandengan berjalan menuju pertengahan ruangan.
Dari tengah ruangan, sepertinya tokoh utama dalam acara ini menyadari kami yang sedang berjalan mendekati mereka.
" Raniiii, sinii!! Ayo aku mau dansa bareng kamu!"
Lily tiba-tiba merebut gengaman tangan Rani dariku. Dia merebut pasangan dansaku!
" W-Woi!"
Andi hanya tertawa hangat melihat itu. Kemudian dia berjalan mendekatiku.
Oh, No! Noo! Nooo!!
" Fadil, ayo kita berdansa bareng."
" Kau gila apa?! Kita di sebut pasangan homo ntar!!"
Andi menepuk penggungku kemudian menarik lengan kananku.
" Tidak apa-apa, cuman untuk hari ini. aku ingin mengucapkan rasa terima kasihku untuk acara ini kepadamu."
Kami berdansa dengan lihai seperti pasangan homo di acara ini.
Aku mendengar keributan yang terjadi di antara tamu undangan ketika kami sedang berdansa. Mereka seperti orang gila yang kesurupan arwah penunggu tempat ini. beberapa di antara mereka merekam aksi dansa homo kami. Termasuk istriku, dia juga merekam ini dengan senyuman yang begitu mebara.
Nah, aku rasa ini tidak masalah. Sesuatu seperti ini hanya terjadi sekali se-umur hidup
" My bro, selamat atas pernikahannya."
Andi tertawa mendengar perkataanku itu.
" Kamu juga, aku lupa mengucapkannya kemarin. Selamat atas pernikahannya."
Beginilah yang terjadi ketika kamu sudah menghabiskan waktu selama 20 tahun mengenal seseorang dan hidup bersamanya selama 10 tahun terakhir di atap yang sama. Bahkan hari pernikahan kami di adakan di 2 tanggal yang saling berderetan. Kemarin adalah acara respsi pernikahanku, dan hari ini adalah acara resepsi pernikahan Andi.
Nah, akhir yang sangat bahagia bukan?