Di tengah hiruk-pikuk kompetisi dan ambisi, ada satu sosok yang diam namun penuh makna. Namanya Pak Rajudin—pelatih, guru, sekaligus ayah bagi tim yang kami cintai: Garuda Kutai.
Rambutnya telah memutih, kerutan di wajahnya tampak semakin dalam, namun langkahnya tak pernah surut. Di setiap latihan, ia selalu datang paling awal, memantau, menyemangati, dan kadang hanya berdiri di pinggir lapangan sambil mengangguk pelan, tanda ia mengerti.
“Jangan cuma kejar kemenangan,” katanya suatu sore, “kejar juga rasa hormat dan kerja keras.”
Kata-katanya sederhana, tapi menancap di dada.Kami belajar bahwa Garuda Kutai bukan sekadar nama tim. Ia adalah rumah, dan Pak Rajudin adalah pondasinya.
Kini, usianya tak muda lagi. Terakhir kali kulihat, tubuhnya mulai membungkuk, namun matanya masih menyala.Semoga Tuhan selalu memberinya kesehatan. Karena tanpa Pak Rajudin, aku tak yakin Garuda Kutai bisa berdiri sekuat ini.