Kesempatan

Semua pasukan memperketat keamanan. Hera menghilang hampir satu hari yang artinya sekarang sudah menjelang siang hari dan itu membuat Komandan Haides, Kharysor dan yang lainnya khawatir.

"Komandan ada yang mendekat," kata Noah.

Semuanya langsung waspada.

"Dari arah Utara komandan," sahut Alaska.

"Kita tidak tahu siapa itu, siapkan senjata kalian!"

Semua prajurit menggenggam senjata mereka masing-masing.

"Tunggu aba-abaku untuk menyerang."

Komandan Haides menjadi lebih mudah marah semenjak Hera hilang.

Tap tap!

Suara itu perlahan-lahan semakin mendekat.

"SERANG!"

Hera jatuh terduduk pada saat ada seseorang yang mengacungkan pedang ke arahnya.

"Hera."

"Kharysor," balas Hera.

Kharysor langsung menjatuhkan pedangnya dan duduk untuk memeluk Hera. Ia memeluknya sangat erat sehingga membuat Hera sesak.

"A-aku baik-baik sa-ja."

Kharysor tetap memeluknya erat, tentu saja ia khawatir. Hera menghilang tanpa kabar dan sekarang ia muncul.

"Khary-sor, aku ti-dak dapat berna-fas," bisiknya.

Kharysor melepas pelukannya pelan.

"Kau baik-baik saja kan?" tanya Kharysor memegang pipi Hera.

"Tentu saja, Shilo menjagaku."

"Shilo?"

"Hera?"

Hera langsung berdiri saat mendengarnya.

"Ayah?"

Komandan Haides langsung memeluk Hera, perasaannya sangat lega melihat putrinya baik-baik saja.

"Ayah?" Owen berguman.

"Diamlah!" kata Mats.

"Kau tidak apa-apa kan?" tanya Komandan Haides memegangi bahu Hera.

"Ya. Aku baik-baik saja," jawabnya membalas pelukan ayahnya.

"Kemana saja kau?"

"A-aku membawa teman baru," jawab Hera sedikit gugup.

"Teman?"

Hera menghadap ke belakang.

"Dimana dia?" tanyanya dalam hatinya.

Hera berjalan mengitari pohon-pohon besar yang ada di sana.

"Shilo," bisik Hera.

Shilo turun perlahan dari atas pohon.

"Aku tidak yakin Hera," kata Shilo gemetar.

"Percaya padaku," balas Hera meyakinkannya.

Hera menariknya keluar dari batang pohon yang sangat besar sehingga dapat menutupi mereka berdua.

"Kau," gagap Komandan Haides.

"Tangkap dia!"

Semua prajurit menyerbu Shilo dan Hera terkesiap melihatnya.

"Tu-tunggu," kata Hera menghalangi teman-temannya untuk menangkap Shilo.

"Apa yang kau lakukan Hera? Kemarilah!"

Kharysor menawarkan tangannya.

"Biarkan dia bekerja sama dengan kita mulai sekarang," kata Hera membuat semuanya terkejut.

"Bekerja sama? Dengan buronan? Yang benar saja," ejek Leucos.

"Hera ia membunuh ibumu. Apakah kau bisa menerimanya?" tanya Komandan Haides berharap anaknya mau mendengarkannya.

"DYs bukanlah pembunuh ataupun buronan," segah Hera menatap Leucos tajam.

"Apa? Bukan pembunuh? Lalu siapa yang membunuh ibumu?" cibir Leucos.

"Penyihir."

"Apa?" tanya Kharysor dan Komandan Haides bersamaan.

"Apa maksudmu Hera?"

"Orang yang memata-matai kita bukanlah kaki tangan DYs, melainkan kaki tangan penyihir sendiri."

Semua orang menatapnya bingung.

"Selama ini mereka telah dikendalikan oleh sang penyihir, itulah yang membuat mereka membunuh setiap orang. Mereka tidak sadarkan diri," lanjut Hera.

"Siapa yang memberitahumu?" tanya Komandan Haides.

Ia menyuruh Shilo maju satu langkah lebih depan daripada Hera. Shilo takut-takut maju ke depannya.

"Jangan sampai kepribadiannya tiba-tiba berubah," batin Hera.

"Kau ingin bergabung dengan kami? Setelah apa yang kau lakukan kepada semua orang, mereka kehilangan orang yang mereka cintai karena kalian."

"Diamlah Leucos," bentak Demure.

Shilo tetap terdiam.

"A-aku tidak mengerti Hera," kata Kharysor.

"Aku mohon, percayalah padanya. Ia sudah memilih jalannya sendiri jadi tolong biarkan Shilo memulai hidupnya yang baru," kata Hera memelas.

Shilo sedikit terharu dengan perkataan Hera, belum pernah ia merasakan rasanya memiliki teman.

"Mungkin sulit untuk menerimanya kembali tetapi biarkan ia membuktikannya."

"Apa maksudmu dikendalikan oleh penyihir Hera? Aku tetap tidak memahaminya."

"Liontin merah yang kutemukan adalah bukti bahwa mereka adalah pengikut penyihir, itu adalah liontin delima."

"Itu sangat jelas jika dia yang memilih untuk menjadi pengikut penyihir," kata Leucos menujuk Shilo.

"Tenangkan dirimu terlebih dahulu Leucos," tegur Komandan Haides.

"Untuk sekarang kalian semua harus percaya padanya, ia rela meninggalkan saudarinya demi melakukan yang benar. Bisakah kalian menghargainya sedikit?" teriak Hera.

"Saudari?" celetuk Alaska.

"Ssst," kode Mats.

Komandan Haides masih ragu untuk menerima seseorang yang telah membunuh pujaan hatinyadan teman-temannya. Ya walaupun ia melakukan hal tersebut karena dikendalikan oleh sang penyihir tetapi tetap saja yang melakukan pembunuhan adalah DYs.

"Ayah, Ayolah! Aku yakin ibu tidak mau menyia-nyiakan suatu hal yang benar."

Komandan Haides tertegun.

"Aku juga pernah kehilangan seseorang yang kucintai di dunia nyata, aku juga tahu siapa orang yang menyebabkan aku kehilangannya."

Hera berhenti sejenak, ia mengingat-ingat kecelakaan orangtuanya.

"Itu adalah pamanku sendiri. Awalnya aku tidak terima tetapi aku sadar bahwa itu adalah sebuah kecelakaan, pamanku juga tidak ingin hal itu terjadi. Akhirnya aku memaafkannya dan sampai sekarang ia merawatku dengan sangat baik," sambung Hera.

Semuanya tertegun mendengarkan ceritanya, seakan mereka ikut merasakan apa yang Hera rasakan.

"Paman?" Kharysor membatin.

Ia memilik banyak pertanyaan kepada Hera.

"Dia juga yang menyelamatkanku dari jurang," tambah Hera.

"Jurang?" tanya Kharysor terkejut mendengarnya.

Komandan menghela nafas pelan dan ia tersenyum sambil menatap Hera.

"Aku akan memberinya kesempatan," kata Komandan Haides.

Wajah Shilo berubah menjadi bersemangat.

"Apa?" decih Leucos.

"Aku tidak setuju komandan, dia yang telah membuat banyak musibah di wilayah kita."

"Aku setuju komandan," kata Noah tak mau kalah.

Yang lainnya mengangguk setuju.

"Menyebalkan," gumannya.

"Aku akan memberimu kesempatan untuk memperbaiki semua kesalahan yang pernah kau perbuat," kata Komandan Haides mendekati Shilo.

"Selamat bergabung di tim," Kharysor menjabat tangannya.

Hera menghela nafas lega, itu artinya ia tidak mengecewakan Shilo.

"Terima kasih," bisiknya pada Kharysor.

Kharysor tersenyum kepadanya.

"Aku merindukan senyumanmu," bisik Hera mendekati Kharysor.

Senyumnya semakin lebar mendengarkan pengakuan Hera.

"Dia tidak jahat kan?" tanya Alaska takut-takut mendekatinya.

"Tentu saja tidak," jawab Noah jengkel.

"Senang bertemu denganmu," sapa Owen.

Begitu juga yang lain.

"Kita kembali ke camp," perintah Komandan Haides.

Demure, Noah, Alaska, Owen dan Mats mengajak Shilo berjalan menuju camp tetapi tiba-tiba Shilo terdiam, ia menoleh ke arah Hera.

"Mereka temanmu," kata Hera lembut.

Shilo tersenyum dan terlihat jelas dimatanya, ia mengucapkan terima kasih pada Hera. Mereka pun berjalan menuju camp.

"Kau kenapa menghilang tiba-tiba?" tanya Kharysor meenggandengnya.

"Aku diculik tau," jawab Hera memanas-manaskan Kharysor.

"Hah?"

"Aku baik-baik saja kok," Hera terkikik geli melihat tingkah laku Kharysor.

"Sekhawatir itukah?"

"Tentu saja. Aku sedang berbicara dan saat aku menghadap ke belakang kau menghilang begitu saja, tanpa jejak. Bagaiman aku tidak panik? Apalagi komandan, perasaany sangat tidak tenang. Ia memarahi kami ketika kami melakukan kesalahan sekecil pun," jelas Kharysor dalam satu tarikan nafas.

Hera malah tertawa terbahak-bahak mendengarkan penjelasan Kharysor.

"Sesantai itukah kau? Kami semua panik di sini, kau malah berduan dengan Shilo," gerutu Kharysor.

"Kami hanya teman," kata Hera mengerutkan alisnya.

"Ngomong-ngomong soal kemarin malam, aku minta maaf mendiamkanmu."

"Kau kenapa?"

"A-aku tidak suka melihatmu memeluk Demure seperti itu," jawab Kharysor.

"Kau cemburu?" ledek Hera.

"Ti-tidak. Aku tidak cemburu," kata Kharysor dengan wajah yang memerah.

"Benarkah begitu?"

Hera menarik-narik Kharysor agar ia menatapnya.

Tanpa mereka berdua sadari, Leucos telah memperhatikan mereka berdua sejak awal dari belakang.

"Ini adalah pemandangan yang paling menjijikan," katanya membatin.