"Kami pulang dulu, ya, Nek," pamit ku, menyalami nenek dan mencium punggung tangannya.
Sudah hampir satu minggu aku tinggal di rumah nenek Aga. Tapi lusa, kami sudah harus masuk sekolah. Tentunya baik aku dan Aga harus mempersiapkan diri sebelum hari senin. Memilih perjalanan hari sabtu, adalah satu-satunya cara, agar hari minggu besok kami memiliki waktu istirahat lebih banyak. Apalagi kami pulang naik kendaraan pribadi. Mama Aga memutuskan tinggal sementara di Jogja, sampai nenek benar-benar pulih. Papanya juga ikut menyusul pulang, karena kebetulan pekerjaannya sudah bisa ia tinggalkan. Bagaimana pun juga, wakt bersama keluarga adalah prioritas, dan nenek adalah ibunya Papa Aga sendiri. Rasanya tidak mungkin Papanya Aga tega membiarkan ibunya mengutuknya sebagai anak durhaka.
"Hati-hati di jalan." Nenek melepas kami dengan senyuman. Tapi saat aku hendak melepas genggaman tangan kami, nenek makin menggenggamnya erat. Dahinya berkerut, seperti ada hal yang ia pikirkan.