Asisten rumah tangga Dimas kembali dengan membawa nampan berisi makanan lain. Dia melirik sinis pada kami semua sambil sekilas terlihat menyeringai. Memang tidak jelas, tapi aku merasa ada yang tidak beres dengannya. Sikapnya, ekspresi wajahnya terlihat menyimpan dendam kesumat pada orang lain. Dia terlihat mengerikan sekarang. Mungkin ini hanya perasaan ku saja.
Satu persatu, kami mengambil air wudu dan melaksanakan salat magrib berjamaah. Dan setelah salat selesai, begitu kami kembali ke ruang tamu, hujan sudah berhenti. Hanya menyisakan halaman rumah Dimas yang basah dan tenda yang sudah porak poranda. "Alhamdulillah, hujannya udah berhenti. Tapi, kita lanjutan makan di sini saja, ya," kata Ayah Dimas.
"Iya, Pak. Maaf, kami malah merepotkan," kata Damar.
"Sama sekali nggak repot kok. Kami malah senang ada teman malam ini," kata ayah Dimas dengan gugup.
'Ada apa, ya? Sepertinya ada yang sengaja disembunyikan.'