165. Komplotan

Imam dan Resti sudah sampai lebih dulu ke ruang tengah. Dani sedang berdiri mondar mandir sambil terus memperhatikan meja di depannya.

"Kenapa?" tanya Resti yang segera mendekat.

Dani menunjuk ke arah meja, sambil terlihat ketakutan dengan menatap sekitar.

"Apaan sih?" tanya Resti yang belum paham maksud dari Dani. Karena aku pun juga tidak mengerti apa yang terjadi dengannya.

Dani terus menunjuk ke meja, dengan mulut bergetar. Dia tergagap saat hendak menjelaskan apa yang terjadi. Akhirnya aku mendekat, dan mengajaknya duduk lebih dulu.

"Coba ceritain pelan pelan. Tarik nafas dulu, ya," kataku memandunya agar lebih tenang. Dani menurut, menarik nafasnya dalam dalam, lalu meraih gelas minum yang ada di meja.

"Itu ... Hape!" katanya dengan dua kalimat yang masih menjadi tanda tanya bagiku. Dia masih menunjuk meja, dan terus mengatakan Hape.

"Hape? Hape kamu nggak ada?" tanyaku mencoba menangkap apa yang hendak ia utarakan itu.