Rani bergidik ngeri lalu mengambil air mineral dari tas nya dan segera mencuci tangan nya yang terkena darah itu.
Dewa mengamati amplop itu..
"Gimana, Wa? Beneran darah?" tanya ku penasaran.
Dewa meraba dan mencium nya.
Dewa meraba dan mencium nya.
"Iya, Nay. Ini darah. Amplopnya direndam sama darah!!"
"Ya ampun! Gila beneran pengirimnya!" kataku frustasi.
"Kamu gak bisa nebak gitu? Siapa yg ngirim?" tanya Dewa sambil membaca surat yg kering belum terkena siraman air.
"Gak tau, Wa. Aku sama sekali blank.. Gak bisa nebak siapa pengirimnya.."
"Psychooo!!" kata Rani kesal.
"Hah??"
"Ya pasti pengirimnya sakit jiwa tuh, bisa bisa nya amplop nya direndem darah. Kurang kerjaan banget kan?!" Rani marah, namun juga takut.
Aku makin penasaran.
"Kamu dapet dari mana, Nay?" tanya Dewa.
"Tadi pagi waktu masuk kelas. Udah ada di bangku ku, Wa," kataku.
"Mmm.. Kita cek ke cctv yuk. Pasti keliatan siapa yang naroh." saran dewa.