Kurasakan sebuah tangan kokoh melingkar di perutku dengan nafas yg berat dan hangat melewati telinga ku.
Aku menoleh untuk memastikan bahwa Wira yang ada di belakangku.
"Pagi," sapa Wira setelah matanya terbuka.
"Emm ... Pagi," sahut ku sungkan.
Kulepaskan tangan Wira yg masih memelukku dengan pelan. Aku sudah tidak menyimpan dendam dan murka padanya sejak semalam. Apalagi pelukan Wira memang sangat menenangkan. Dengan berusaha menerima kenyataan yang ada, rasanya tidak terlalu menyulitkan. Justru, aku takut kehilangan, jika dia tidak ada di sisiku lagi.
Aku segera masuk kamar mandi, cuci muka dan sikat gigi.
Setelah itu, ku buatkan secangkir kopi untuk Wira. Wira masuk kamar mandi. Tak lama keluar dengan rambut basah.
Habis mandi kali ya.
"Baju kamu gimana?" tanyaku.
"Nanti Arya nganterin ke sini," jawabnya lalu duduk di balkon kamar.
Dia diam sambil melihat ke jalanan yg masih lenggang.
"Kopinya," kataku sambil meletakkan kopi buatan ku di meja.