____________________________________
Jilin ,China,
10 Januari 2021
Restoran XiXu adalah tempat yang dua bulan lalu hanya dianggap sebagai kedai biasa, tetapi kini dalam waktu singkat malah menjelma menjadi restoran cepat saji yang paling disukai warga sekitar. Tak sedikit pula para pelancong yang singgah untuk menyantap makanan di sana karena mereka bisa melepas rindu pada masakan negara masing-masing.
Pemiliknya yang tidak lain adalah Xiao Zhan dan Xuan Lu hanya bisa terus-terusan mengucap syukur karena Tuhan begitu baik pada mereka berdua. Dari yang hanya melakukan semuanya berdua, sekarang mereka sudah menyerahkan tugas dapur itu pada tiga orang koki dan sembilan pelayannya. Ini seperti mereka baru sekali menggali tanah, tetapi langsung mendapatkan seratus ton bongkahan emas dan permata.
Nikmat Tuhan mana lagi yang harus mereka dustakan?
Mungkin banyak dipertanyakan tentang : Apakah mereka tidak takut akan diketahui tempat persembunyiannya jika menjadi terkenal seperti itu? Tidak, mereka sama sekali tidak takut karena semua sudah diurus dengan baik. Semua pelanggan mengenal mereka sebagai Sean dan Lux. Tidak sedikit juga yang menyebut keduanya sebagai Mask Couple Karena kebiasaan keduanya yang selalu saja memakai masker saat berada di keramaian.
Saat ini Xiao Zhan tengah meracik menu baru bersama salah atau koki di dapur. Ia menjelaskan secara detil semua bahan yang harus digunakan dan bagaimana serta berapa lama waktu memasak yang diperlukan sampai menu tersebut matang dengan sempurna. Sementara itu, Xuan Lu membantu para pelayan mengantar makanan ke meja-meja pelanggan.
Saat tengah asyik mengobrol dengan salah satu pelanggan yang merupakan seorang food blogger, kedua netra cerah Xuan Lu menangkap sosok yang cukup dikenalnya sedang menikmati hidangan yang beberapa detik lalu baru saja disiapkan.
Orang itu adalah sekertaris pribadi keluarga mantan calon suaminya, Liu Haikuan. Seorang laki-laki tegas dan cukup berpengaruh karena semua nasihat yang diberikan pasti menjadi solusi paling akurat.
Xuan Lu yang gugup itu lantas mengatakan agar obrolannya dengan sang pelanggan dijerat sejenak dengan berbagai alasan yang sekiranya mampu membuat remaja tampan itu mengerti. Setelah sepakat, Xuan Lu langsung pergi ke dapur dan meminta waktu sebentar pada Xiao Zhan yang sedang memotong sayuran.
Keduanya dengan cepat menaiki tangga untuk pergi ke satu-satunya tempat paling aman di restoran tersebut. Ruangan owner yang letaknya ada di lantai dua. Xiao Zhan kebingungan dan langsung menyusul duduk di samping Xuan Lu setelah memastikan bahwa pintu sudah terkunci rapat meskipun ruangan mereka kedap suara dan tidak mungkin ada telinga lain yang mendengar.
"Ada apa? Kenapa terlihat gelisah begitu?" tanya Xiao Zhan.
Xuan Lu duduk tegak sambil menatap ke arah kekasihnya. Perasaannya gusar dan badannya pun gematar. "Ada sekertaris pribadi keluarga Wang di restoran kita."
Meskipun tidak tahu siapa orangnya, tetapi mendengar ada orang terdekat keluarga laki-laki yang nyaris merebut sang kekasih dari pelukannya itu mampu membuat Xiao Zhan langsung terhenyak. Kedua netranya bergerak liar ke kanan-kiri dan napasnya juga terdengar memberat. Tidak lagi. Tidak akan lagi Xiao Zhan merelakan Xuan Lu untuk orang lain. Sudah cukup dulu ia menyimpan rasa sakit sendirian. Sekarang jangan lagi.
"Apa dia melihatmu?" Xiao Zhan benar-benar merasa khawatir.
Xuan Lu menggeleng ragu. "Tidak yakin, tapi aku pikir dia tidak akan mengenaliku karena aku masih memakai masker dan jarak kami juga cukup jauh."
Mendengar suara kekasihnya bergetar seperti akan segera menangis, Xiao Zhan pun mencoba untuk menenangkan dengan sebuah pelukan lembut nan hangat. Perlahan ia mengeluarkan ponsel dari kantong jaketnya. Ia coba menghubungi salah satu kasir untuk menyampaikan pada koki di dapur bahwa saat ini dirinya tidak bisa melanjutkan membantu di dapur.
Setelah selesai dengan semuanya, Xiao Zhan yang tadinya memeluk Xuan Lu dengan sebelah tangan itu kembali melakukannya dengan kedua tangan. Semakin erat dan hangat agar rasa tenang itu bertahan lama. Sungguh, saat ini Xiao Zhan sedang tidak bisa berpikir tentang solusi terbaik untuk ke depannya. Rasanya semua idenya menemukan jalan buntu. Memang pada dasar manusia akan sangat sulit berpikir saat sedang panik.
Beberapa menit kemudian, Xiao Zhan memutuskan untuk pulang ke flat agar Xuan Lu bisa lebih tenang lagi. Sekalian ia juga ingin beristirahat agar otaknya bisa berpikir jernih untuk kembali meluruskan benang yang sudah kusut.
Sampai di flat, keduanya langsung tidur di ranjang masing-masing. Selama tinggal bersama, Xiao Zhan tidak pernah tidur berdua dengan kekasihnya itu. Alasannya cukup klasik dan sudah sering didengar semua orang. Yaitu, dia tidak ingin hilang kesadaran dan merusak Xuan Lu sebelum pernikahan terjadi.
Mungkin alasan seperti itu bagi sebagian orang di masa kini merupakan kebiasaan yang kolot, tetapi bagi Xiao Zhan tidak. Biar bagaimanapun, kehormatan wanita tetap nomor satu karena satu alasan pasti. Laki-laki itu pernah kehilangan sang kakak tercinta yang bunuh diri setelah mengalami kekerasan seksual di sekolah sampai hamil dan keguguran. Jujur saja, Xiao Zhan jadi trauma dan sempat mengalami gangguan kecemasan karena hal tersebut.
Bahkan, dulu dirinya sempat berpikir cukup lama untuk menerima Xuan Lu sebagai kekasihnya. Iya, keduanya resmi berpacaran tepat enam bulan setelah Xuan Lu menyatakan perasaan tulusnya pada Xiao Zhan. Cukup unik memang, tetapi itulah yang membuat keduanya jadi bisa cepat dekat dan mulai menerima kekurangan masing-masing.
* * * * *
Di tempat lain yang masih berada dalam satu negara yang sama, tepatnya di Beijing, China. Seorang laki-laki melangkah cepat dengan kedua kaki jenjangnya yang berbalut kain fabrik hitam dan pantofel berwarna senada. Semua karyawan menyapa, tetapi sosok berwajah tampan itu sama sekali tidak menjawab. Kepalanya tetap tegak nan angkuh.
Dia sendirian di dalam lift yang memang khusus digunakan para petinggi perusahaan tersebut. Sosok yang tidak lain adalah Wang Yibo itu luarnya memang selalu nampak tenang seperti air danau yang tak beriak, tetapi semua yang dilakukannya selalu seperti air terjun dan ombak tsunami yang mampu menyapu bersih semua lawan yang berani menentang apapun keputusan mutlak yang telah ia tanda tangani.
Tak berselang lama, pintu lift terbuka tepat di lantai tiga puluh atau ruangan paling atas dari gedung Wang Group tempatnya bekerja. Memang ia hanya datang untuk meninjau langsung kinerja para karyawan dua kali dalam satu minggu, tetapi tetap saja kehadirannya merupakan intimidasi yang lebih menyeramkan daripada film-film bertema pembunuhan dan psikopat.
"Ini tujuh berkas yang harus Anda tanda tangani langsung, Tuan Web." Seorang gadis dengan setelan khas sekertaris kantoran meletakkan semua berkas ke atas meja Wang Yibo.
Tidak ada jawaban apapun. Wang Yibo hanya langsung mengambil pena dan mulai memeriksa semua berkas satu persatu secara teliti. Mungkin tingkat ketelitiannya lebih tinggi daripada para ilmuan dan orang paling jenius di dunia saat ini. Gadis itu—Meng Ziyi—yang tidak lain adalah sekretarisnya itu harus rela berdiri menunggu selama hampir dua jam. Ia tidak bisa pergi karena hal itu pasti akan dianggap tidak sopan oleh Wang Yibo dan akan berakhir dengan dirinya yang dipecat saat itu juga.
"Di mana Liu Haikuan?" Suara sedingin es di benua Antartika itu sejenak membuat Meng Ziyi membeku.
"Sekertaris Liu sedang ada kunjungan ke Jilin, Tuan. Dia ditugaskan untuk mengobservasi lahan baru yang akan dijadikan lokasi pembangunan hotel." Meng Ziyi berusaha membuat dirinya setenang mungkin.
Wang Yibo duduk bersandar di kursinya sambil memijat pelipisnya sendiri. "Katakan padanya untuk segera menyelesaikan soal media yang masih saja mengeluarkan berita tentang batalnya pernikahanku. Jangan sampai aku yang bertindak sendiri untuk mengurus para anjing tak berguna itu."
"Baik, Tuan. Saya akan segera sampaikan permintaan Anda."
Wang Yibo mengangguk kecil. "Ya sudah, keluar sana."
Hanya menjawab dengan sekali anggukan kepala dan senyuman tipis, Meng Ziyi keluar setelah mengambil semua berkas yang sudah ditandatangani barusan. Namun, langkahnya terhenti saat akan membuka pintu karena baru teringat bahwa ia juga harus menyampaikan tentang jadwal penting Wang Yibo hari ini. Ia pun kembali menghadap sang atasan dengan tubuh agak gemetar.
Kedua kelopak mata Wang Yibo yang sempat terpejam itu kembali terbuka dan menyipit untuk menatap sang sekretaris. Tidak ada pertanyaan karena Meng Ziyi sudah pasti paham dengan gestur yang ia tunjukkan tersebut. Setelah selesai mendengarkan semua hal yang disampaikan, Wang Yibo pun kembali memejamkan kelopak matanya dan dalam posisi masih duduk itu ia membuat kursinya berputar hingga membelakangi Meng Ziyi sebagai peringatan bahwa dirinya tidak ingin diganggu lagi.
Setelah mendengar pintu kembali ditutup, Wang Yibo beranjak berdiri di dekat dinding kaca ruangannya. Melihat ke jalan raya di bawah sana yang terlihat cukup ramai kendaraan roda empat dengan berbagai merek. Dari tempat tinggi itu juga ia bisa melihat ada beberapa wartawan yang tengah bersembunyi untuk mengambil gambarnya secara diam-diam nanti.
Wang Yibo tersenyum sinis dan berdecih keras. "Para anjing tak berguna. Rela mengambil risiko besar untuk pekerjaan berpenghasilan kecil seperti itu."
Tangan kirinya merogoh saku celana dan mengambil sebuah benda pipih berbentuk persegi panjang dengan layar yang mampu hidup setelah diketuk pelan sebanyak dua kali. Wang Yibo akhirnya mengubungi para bodyguard yang berjaga di halaman depan perusahaan untuk menangkap semua wartawan yang sudah dengan lancang bersembunyi atau menyamar di lingkungan perusahaannya.
"..... Tidak peduli apapun, aku ingin kalian pukuli mereka sampai jera." Wang Yibo mengakhiri sambungan teleponnya dengan sebuah kalimat yang sarat akan dendam.
Sementara dirinya kembali bersantai sambil menunggu waktunya menghadiri meeting, di gudang perusahaan justru terjadi keributan karena para bodyguard tengah memberi pelajaran pada enam wartawan yang tertangkap. Pekerja media itu dipukuli berkali-kali tanpa ampun sama sekali. Penyesalan mereka karena berani mengambil risiko memang tidak akan berguna lagi. Kamera dan semua alat komunikasi mereka sudah hancur. Buku-buku laporan juga dirobek menjadi bagian-bagian kecil yang mustahil untuk disatukan kembali.
Keenamnya menjadi sandera dalam kondisi yang mengenaskan. Hanya dua orang yang masih sadar dalam keadaan lemas karena berkali-kali muntah darah, sementara empat lainnya entah hanya sekedar pingsan atau malah sudah tidak bernyawa lagi. Mereka tidak peduli soal keselamatan bersama karena saat ini hanya memikirkan bagaimana caranya bisa menyelamatkan diri sendiri. Mereka dibiarkan bersimbah darah dalam ruangan penuh debu dan sempit yang bahkan udara saja seolah enggan untuk masuk. Sesak sekali di dalam gudang itu.
* * * * *
Lain lagi yang terjadi di kediaman keluarga Shen yang gaduh karena terjadi pertengkaran di antara dua sepupu tiri Xuan Lu. Awalnya mereka berdua—Yu Bin dan Song Jiyang—hanya beradu argumen tentang siapa yang tidak pernah berguna di rumah. Sampai semua itu berakhir dengan saling pukul dan membuat ruang keluarga menjadi sangat berantakan.
Yu Bin, biasa dipanggil Binbin, tidak terima saat Song Jiyang tidak hanya mengatakan kalau Yu Bin hanya bisa main game dan menjadi beban keluarga saja, tetapi juga anak dari pelacur. Naik pitam, Yu Bin pun melayangkan sebuah tinju cukup keras ke pipi Song Jiyang sampai si empunya mengalami pendarahan di sudut bibirnya karena gusi yang terluka.
Dan, dari sanalah semua aksi saling pukul itu terjadi. Terlebih lagi keduanya sama-sama keras kepala dan tidak akan pernah sudi untuk mengalah. Beruntung saja kejadian itu tidak sampai terlalu parah karena Tuan Shen dan Nyonya Hu sudah pulang dari mengecek salah satu cabang departement store yang baru tiga hari resmi dibuka untuk umum.
Yu Bin mengalami luka sobek di pelipis kanan dan sudut bibir bawahnya serta pergelangan tangan kiri juga sedikit terkilir, sementara Song Jiyang hanya bisa berbaring di lantai karena kelelahan dan rasa sakit akibat pukulan sepupunya yang tidak main-main itu.
"Kalian berdua ini memang tidak ada yang bisa diandalkan! Setidaknya tolong bantu kami menyelesaikan masalah, bukannya menambah masalah!" Nyonya Hu membentak keduanya yang hanya bisa diam.
"Kalian bisa berguna dengan membantu kami menemukan Xuan Lu. Malah bertengkar seperti ini. Dimana otak kalian berdua, hah?!" Tuan Shen menyentil kuat-kuat kening Yu Bin dan memberikan tendangan ke bokong Song Jiyang yang masih berbaring miring.
"Dia yang mulai lebih dulu. Memangnya siapa yang bisa menahan rasa marah kalau ibunya yang sudah tiada malah dihina?" Yu Bin diam sebentar, "aku kan hanya menyebutnya sebagai parasit, tetapi dia mengatai ibuku seorang pelacur. Aku tidak masalah selama dia menghinaku, tetapi tolong jangan bawa-bawa ibuku!" Yu Bin beranjak ke kamarnya dengan langkah menghentak.
Nyonya Hu langsung menatap tajam ke arah Song Jiyang yang kini sudah berdiri meski tidak bisa tegak. Wanita paruh baya itu memberikan sebuah jeweran kuat hingga membuat si empunya meringis sakit, mengaku salah, dan memohon ampun.
Tuan Shen sendiri sudah marah-marah dengan mengatakan bahwa apa yang dilakukan oleh Song Jiyang adalah satu hal yang sangat tidak beradab. Ia tahu bahwa sejak kecil keponakannya itu memang bermulut pedas, tetapi tidak pernah menyangka kalau akan berkata begitu sarkas soal masa lalu orang tua Yu Bin. Hatinya serasa diremas kuat-kuat karena merasa sudah gagal dalam memberi pendidikan pada Song Jiyang soal cara bertutur kata yang baik dan benar serta sopan santun.
Di dalam kamarnya, Yu Bin duduk di atas kasur sambil memainkan ponselnya–diputar-putar seperti bermain kincir angin kertas. Tak lama kemudian ia memutuskan untuk coba menghubungi Xuan Lu. Selama ini kakak sepupunya itu tidak pernah menolak apapun yang dia inginkan, jadi dirinya yakin kalau panggilannya akan dijawab dengan cepat. Yu Bin terus harap-harap cemas selama menunggu suara putus-putus itu berubah menjadi suara lembut Xuan Lu.
Dan, benar saja. Penggilan itu dijawab dan keduanya saling melepas rindu. Yu Bin bilang kalau dirinya sangat rindu pada Xuan Lu, bahkan tidak lupa menceritakan semua perlakuan Song Jiyang padanya setelah kepergian gadis berambut panjang tersebut. Yu Binnuyga bilang kalau dirinya sudah lelah menghadapi sikap sok pemimpin sepelu mereka itu. Ia ingin sekali menyusul Xuan Lu sampai bertanya di mana persisnya sang kakak sepupu tinggal saat ini.
"Maaf, Binbin. Aku masih belum bisa memberitahukannya padamu." Xuan Lu menjawab dengan nada bicara yang lesu.
"Jiejie, aku janji tidak akan membocorkan rahasia tempat tinggalnya pada semua orang. Aku akan hati-hati saat nanti ada waktu mengunjungimu. Lagipula, aku juga setuju kau tidak menikah dengan laki-laki bermarga Wang itu. Dia terlihat angkuh. Tidak seperti Zhan Gege yang selalu menyayangiku seperti adiknya sendiri." Yu Bin tersenyum sendiri.
Terdengar suara Xuan Lu yang menghela napas berat. "Baiklah, nanti aku kirim alamatnya kalau Xiao Zhan menyetujuinya."
Yu Bin lantas bersorak gembira seperti anak kecil yang baru saja mendapatkan hadiah mainan paling anyar. "Asyik! Terima kasih Jiejie!"
____________________________________