Chapter 8

The Witch And The Prince (Part 4)

Di samping istana, di arena latihan, terlihat Aruthor sedang latihan mengayunkan pedangnya sendirian. Ia terus mengayunkan pedang latihan itu sekuat tenaga berulang-ulang dengan gerakan yang sama. Aruthor tidak berhenti meski sebentar pun. Aruthor terus mengayun greatsword yang berat itu tanpa menghiraukan rasa lelahnya. Keringatnya bercucuran, dan pakaiannya basah oleh peluhnya.

"129! 130! 131! 132!…" ucap Aruthor berhitung sambil mengayunkan pedangnya.

Dari kejauhan, terlihat Ring memperhatikan pangeran muda itu berlatih.

"Kenapa dia suka sekali latihan fisik? Aku menyuruhnya untuk memahami cara penggunaan sihir, tapi kenapa dia malah latihan mengayun pedang??" gumam Ring yang heran dengan tingkah pangeran itu.

Ring pun akhirnya menghampiri Aruthor.

"Yang mulia pangeran, kalau boleh saya tanya, kenapa anda malah berlatih mengayun pedang? Bukankah anda mendengar permintaan saya kemarin? Saya minta anda untuk memahami cara menggunakan sihir" ungkap Ring bertanya.

"Hah? Oh iya, tapi sayangnya aku sama sekali tak mengerti. Jadi kupikir mungkin jika aku mengayunkan pedang ini berkali-kali, mungkin saja akan ada sihir yang keluar pada akhirnya" jawab Aruthor berhenti mengayun dan menoleh ke arah Ring.

"Memangnya anda pikir sihir itu semacam sambal dalam botol, hah?! Jangan bercanda! Yang mulia pangeran, mohon seriuslah" bentak Ring.

"Lalu gimana dong? Aku benar-benar tak mengerti cara menggunakan sihir" ujar Aruthor sambil menggaruk kepala.

"Ya ampun. Apa anda lupa syarat aktivasi sihir yang saya jelaskan dalam kertas yang saya berikan kepada anda, pangeran?" tanya Ring sambil memegang kening dan menggelengkan kepala.

"Kalau tak salah, imajinasi → rapalan → biaya ‹mana› → gerakan aktivasi, kan?" jawab Aruthor sambil memanggul pedang latihannya.

"Mh! Sesederhana itu. Jadi bagian mana yang membuat anda bingung? Padahal cara penggunaannya semudah itu" tanya Ring lagi setelah mengangguk.

"Masalahnya aku tak tahu cara menukarkan ‹mana› dan rapalan macam apa yang harus kuucapkan! Bagaimana caranya aku bisa tahu ‹spell› untuk sihir yang belum pernah kugunakan sebelumnya?" protes Aruthor.

"Gunakan imajinasi anda, pangeran. Pikirkan kata apa yang mesti diucapkan yang sesuai dengan sihir yang hendak anda gunakan" ungkap Ring seolah itu mudah saja.

"Justru itu, aku tidak tahu! Kata apa yang harus kugunakan coba? Kalau memang kamu penyihir hebat, kamu pasti bisa membantuku kan?" pinta Aruthor menegaskan.

"Itu tidak boleh, pangeran. Karena itu sihir unik pangeran, maka harus pangeran sendiri yang mencari tahu kata-kata rapalan sihir itu" tolak Ring.

"Hah? Memangnya kenapa harus begitu?" protes Aruthor.

"Terlalu rumit untuk dijelaskan. Untuk saat ini, hanya itu saja yang mesti anda ketahui. Menentukan kata rapalan saja sudah membuat anda kebingungan, apalagi jika anda mendengar penjelasan saya tentang ini. Jadi sebaiknya anda berkonsetrasi dengan kata rapalan anda saja, daripada memikirkan alasan kenapa harus anda sendiri yang menentukan kata rapalan tersebut. Pangeran mengerti?" jelas Ring.

"Ya-ya, aku mengerti" sahut Aruthor lalu menghela napas.

Aruthor kemudian melihat ke telapak tangan kirinya. Lalu ia memejamkan matanya dan membayangkan di telapak tangannya itu muncul sebuah bola cahaya.

"[Light]" ucap Aruthor.

Namun tak terjadi apa-apa.

"Makna dari kata rapalanmu masih terlalu luas. Coba untuk membuatnya lebih spesifik. Semakin tepat makna kata tersebut ke imajinasimu, maka akan semakin besar kemungkinan sihirmu akan aktif secara efektif" jelas Ring memberi masukan.

"Begitu ya. Kalau begitu bagaimana dengan ini? [Lightbulb]" ujar Aruthor.

Namun lagi-lagi tak terjadi apa-apa.

"Hmm… mungkin yang barusan makna nya keliru karena tak sesuai dengan yang ada di imajinasi anda, pangeran" ungkap Ring.

"Hah? Keliru? Di bagian mananya?" tanya Aruthor yang bingung.

"Coba pikirkan lagi, pangeran" pinta Ring.

"B—baiklah" sahut Aruthor.

"Berpikir. Kata yang tepat. Kata yang tepat. Hmm… tapi apa? Kata apa yang tepat? Seandainya aku diberi semacam petunjuk, aku pasti takkan kesusahan begini. Tapi ini, aku malah disuruh mikir sendiri. Apa-apaan coba?" gerutu Aruthor dalam benaknya.

Aruthor membayangkan lagi bola cahaya muncul di atas telapak tangan kirinya.

"Bola?! Benar juga. Bola! Aku mengerti sekarang" gumam Aruthor dalam pikirnya menemukan jawaban atas kebingungannya.

"[Lightball]" ucap Aruthor.

Partikel-partikel cahaya mulai berkumpul di atas telapak tangan Aruthor dan membentuk sebuah bola.

"Pe—perasaan apa ini? Aku merasa sesuatu dalam diriku terhisap keluar" ujar Aruthor yang merasakan perasaan aneh di tubuhnya.

"Itu adalah tanda kalau ‹mana› dalam diri pangeran sedang digunakan untuk biaya aktivasi sihir anda. Dan seperti yang anda lihat, sihir pangeran mulai aktif karenanya. Untuk yang baru pertama kali mengalaminya seperti pangeran, memang perasaan itu begitu terasa. Tapi lama kelamaan setelah terbiasa, anda akan kebal dan takkan lagi merasakannya dengan jelas. Bisa dibilang rasa itu akan jadi samar" jelas Ring.

"Be—begitu ya. Lalu bagaimana cara aku menghilangkan ini?" tanya Aruthor sambil melirik ke arah Ring.

Bola cahaya di tangannya semakin mengembang. Semakin lama semakin membesar dengan tak terkendali.

"Mudah, kamu cukup menonaktifkannya" jawab Ring.

"Lalu bagaimana cara menonaktifkannya?" tanya Aruthor lagi.

"Untuk sihir yang membutuhkan suplai ‹mana›, potong suplainya. Untuk yang tidak, maka batalkan sihirnya" jawab Ring lagi.

"Lalu cara memotongnya? Cara membatalkannya?" tanya Aruthor lagi yang mulai panik karena bola cahaya itu kini sudah menjadi sangat besar hingga ia harus mengacungkan lengannya ke atas.

"Gunakan tekad! Gunakan niat yang kuat!" tegas Ring.

"Tekad yang bagaimana? Niat yang bagaimana? Tolong lebih jelas!" pinta Aruthor yang semakin panik.

"Ya itu! Pangeran ingin apa memangnya?" balas Ring.

"Aku ingin sihir ini berhenti lah! Apa lagi memangnya?" tegas Aruthor.

Ring melihat ke arah bola cahaya yang kini sudah berdiameter 10 meter itu.

"Tidak ada tanda-tanda berhenti mengembang. Juga tak ada tanda pembatalan. Apa niatannya masih kurang? Tidak, mestinya itu sudah cukup. Maka itu artinya yang kurang adalah pemahamannya pada niatnya tersebut" pikir Ring.

"Tidak berhenti!? Ini harus bagaimana? Aku merasa kalau bola ini akan segera meledak!" ujar Aruthor yang tak bisa menahan kepanikannya lagi.

"Tak ada jalan lain. Jika tak bisa dihentikan, maka alihkan dan minimalisir kerusakan yang mungkin terjadi. Tembakkan bola cahaya itu ke langit!" tegas Ring.

"Bagaimana caranya?" tanya Aruthor.

"Dorong tanganmu ke atas, lalu niatkan dalam hatimu untuk menembakkannya" jawab Ring.

"Baik!" sahut Aruthor.

Aruthor menuruti instruksi Ring, dan bola cahaya itu pun akhirnya terlempar melesat ke arah langit. Melaju lurus vertikal ke atas. Semakin lama semakin menjauh, hingga akhirnya lenyap dari penglihatan Aruthor. Bola cahaya itu lenyap karena terkikis seiring melaju menjauh dari penembaknya.

"Ah, beruntunglah tidak terjadi suatu tragedi karena kecerobohan anda, pangeran" ujar Ring yang kemudian bernapas lega.

"Itu semua salahku!? Bukankah yang ceroboh itu kamu yang menyuruhku menggunakan sihir meski aku belum pernah menggunakan sihir sebelumnya" protes Aruthor.

"Tidak, pangeran. Seharusnya sihir tidak akan kehilangan kendali seperti itu jika imajinasi anda jelas dan tegas, dan biaya ‹mana› nya sesuai. Tapi sihir anda barusan tak terkendali sedikit pun. Anda seperti mencoba membeli ikan di toko kelontong dengan sekantong koin emas penuh yang bisa membuat anda bisa memborong ikan di tempat pelelangan ikan" ungkap Ring menjelaskan.

"Jadi maksudmu karena dalam imajinasiku bola cahayanya hanya sebesar kepalan tangan namun ‹mana› yang kutukarkan melebihi itu, sihirku aktif dalam kondisi kacau?" terka Aruthor mencoba memahaminya.

"Ya, seperti itulah kira-kira" sahut Ring mengonfirmasi.

Ring kemudian menghentakkan ekor magic rod-nya ke tanah.

"[Waterball]" ucap Ring merapalkan spell sihir.

Lalu di ujung kepala tongkatnya muncul sebuah bola air. Bola berbentuk sphere sempurna dan terlihat sangat stabil diam di satu tempat dan berubah lokasi atau ukuran sedikit pun.

"Me—menakjubkan!" ucap Aruthor terkagum melihat sihir Ring yang tampak sangat terkendali.

"Jumlah ‹mana› yang akurat, rapalan ‹spell› yang tepat, dan juga imajinasi yang tegas, akan meningkatkan efektivitas dan ketepatan sihir yang diaktifkan jadi lebih sempurna. Dan karena kamu sudah bisa mengaktifkan sihir, maka yang selanjutnya yang harus kamu latih adalah pengendalian penukaran ‹mana› dan penggambaran imajinasi di dalam pikiranmu. Anda mengerti, pangeran?" ujar Ring lalu membatalkan sihirnya.

"Y—ya, aku mengerti" sahut Aruthor.

"Bagus. Ya tapi karena kalau di sini akan berbahaya, maka mungkin sebaiknya kita berpindah tempat ke tempat yang jauh lebih luas" balas Ring.

"Tapi, di kota ini tak ada lapangan seluas itu" ungkap Aruthor.

"Saya juga tahu itu! Lagipula siapa juga yang cukup bodoh latihan sihir di tengah kota? Kita akan pergi ke hutan. Kita akan berlatih di kaki gunung" ujar Ring mengungkapkan.

"Kaki gunung? Tunggu, tapi di kaki gunung biasanya ada monster di sana" protes Aruthor.

"Justru itu lebih bagus. Kita bisa sekalian menggunakan mereka untuk mengetahui seberapa besar daya rusak sihir pangeran" jawab Ring sambil tersenyum.

"A—aku punya firasat buruk tentang ini" gerutu Aruthor dalam benaknya.

****

Di hutan, Aruthor dan Ring berjalan menuju ke kaki gunung. Menyusuri pinggiran sungai berbatu dari sungai yang nampak mengering itu, mereka terus berjalan menuju ke hulu.

"Sudah sejak kemarin aku penasaran, kenapa sungai ini bisa mengering? Apa karena sudah masuk musim panas?" ujar Ring bertanya-tanya.

"Tidak, bahkan meski musim panas sekalipun biasanya sungai ini tidak pernah mengering seperti ini" balas Aruthor.

"Kalau begitu kenapa? Apa terjadi sesuatu di hulu sungai?" tukas Ring.

"Kelihatannya begitu. Aku pernah dengar dari obrolan para pelayan di istana kalau hulu sungai sekarang telah digunakan oleh monster untuk bersarang. Entah monster apa, tak ada yang berani untuk memeriksa" ungkap Aruthor.

"Hmm… iya juga sih. Saat ini di negara kalian sudah tak ada guild hunter dan mercenary lagi kan" sahut Ring.

"Ya. Padahal kalau masih ada, aku ingin belajar teknik pedang pada mereka. Seluruh teknik pedang guruku hanya teknik pedang besar saja. Terus terang saja, mengayun 1.000 ayunan setiap hari itu melelahkan" keluh Aruthor.

"Ah, benar juga. Itu teknik dasar pedang, terutama pedang besar yang mengutamakan kekuatan ayunan" balas Ring sambil mengangguk.

"Eh, ternyata kamu tahu teknik pedang besar juga rupanya" tukas Aruthor.

"Haha... ha… aku tahu karena tak sengaja selalu melihat orang yang kukenal berlatih tiap hari sepanjang hidupnya" ujar Ring tersenyum kecut.

"Eeeh… kamu punya kenalan orang seperti itu ternyata. Apa dia berasal dari akademi pahlawan Brightion juga?" tanya Aruthor.

"Tidak. Dia sama sekali tak ada hubungannya dengan akademi maupun negara manapun. Dia adalah seorang pengembara. Selama hidupnya ia terus bepergian dari satu tempat ke tempat lain sambil membawa seorang isteri dan seorang puteri bersamanya. Hingga hari kematiannya pun, ia memilih dikuburkan di tempat antah berantah. Orang yang menyedihkan" jelas Ring menceritakan.

"Tapi mesti kata-katamu seperti itu, kakak penyihir tampak sama sekali tak membencinya" tukas Aruthor yang melihat senyum di wajah Ring ketika mengahiri cerita itu.

"Aku memang tak membencinya. Takkan pernah. Malah aku akan selalu kagum kepadanya" ungkap Ring sambil tersenyum dan melihat ke langit.

Sambil terus berjalan, mereka melanjutkan obrolan mereka. Kali ini mereka membahas tentang keadaan ibukota saat ini. Dan dari obrolan mereka itu, Ring pun mengetahui kalau kondisi ibukota saat ini sedang mengenaskan. Setelah kehilangan sebagian besar wilayah laut akibat kalah perang, ibukota kerajaan Üdine, Kashmyr juga tiba-tiba dilanda kekeringan. Hal itu menyebabkan penduduk Kashmyr selain kehilangan sebagian besar sumber makanan, juga kehilangan sumber air mereka. Meski telah dibantu oleh kuil Aquoz menggunakan sumur-sumur, tapi karena pengambilan perharinya dibatasi, para penduduk jadi harus mengantri dan dijatah sesuai kebutuhan mereka masing-masing.

"Ternyata lebih buruk daripada yang kuduga. Pantas saja manusia babi itu sampai mencuri tongkat sihirku. Tongkat ini memang bisa membuatku mengumpulkan air dari partikel-partikel air yang ada di udara yang jika dilihat sekilas seperti menciptakan air dari ketiadaan" pikir Ring sambil menghela napas.

Sekian lama mengobrol, akhirnya mereka berhenti. Langkah mereka terhenti bukan karena telah sampai di tempat tujuan mereka. Namun karena di depan mereka terlihat ada tumpukan kayu yang menumpuk dengan sangat rapi dan sangat tinggi. Dan selain menumpuk ke atas, tumpukan kayu itu juga berjajar memanjang ke samping yang panjangnya tentu saja sejauh mata Ring dan Aruthor bisa memandang.

"Ini… apa ini semacam bendungan?" terka Ring.

"Bendungan?" sahut Aruthor dengan nada bingung.

"Semacam konstruksi buatan yang bertujuan membendung air. Biasanya digunakan untuk membentuk situ atau danau buatan yang bertujuan untuk menjadi penampungan air skala besar" jelas Ring.

"Jadi semacam ember besar ya?" terka Aruthor.

"Ya. Namun lebih mirip ke ember berlubang. Karena, lihat. Sengaja diciptakan lubang untuk air mengalir supaya air tidak meluber dan mengalir ke tempat lain. Karena air bersifat merusak kontur tanah, jika meluber dan mengalir ke tempat lain maka akan tercipta jalur sungai lain di tempat yang tak seharusnya. Karena itu daripada mengalir ke rempat lain, sebaiknya sengaja dialirkan ke tempat yang semestinya. Ini juga yang biasanya digunakan sebagai pusat dari sistem irigasi" ungkap Ring menjelaskan lebih jauh.

Aruthor terlihat tak bisa mencerna sebagian besar perkataan Ring karena banyak kata-kata yang baru ia dengar dari penjelasan Ring itu.

"Tapi sampai bisa menciptakan bendungan seperti ini. Monster ini pastilah telah berevolusi dan mendapatkan kecerdasan, atau mungkin ini lebih buruk dari sekedar monster" gumam Ring dalam benaknya.

Ketika sedang memikirkan itu, tiba-tiba saja ada yang naik dari balik dinding tumpukan kayu di hadapannya. Yang naik itu bukan sesuatu yang kecil, seolah ada bukit yang permukaannya naik dan perlahan terlihat dari tempat Ring dan Aruthor berdiri. Bukit dengan dua batang pohon besar di kedua sisinya. Namun tentu saja itu bukan bukit, dan juga bukan dua batang pohon. Karena permukaannya tampak bersisik dan ada sepasang mata yang perlahan muncul dan menatap langsung ke arah Ring dan Aruthor. Sepasang mata keemasan yang memiliki bentuk menyeramkan.

"Kupikir ada apa berisik-berisik, ternyata cuma dua ekor monyet tak berbulu" ujar sosok itu yang mengeluarkan suara hanya dengan membuka mulut bergigi tajamnya.

Itu adalah suara dalam yang mengerikan. Di tambah dengan gigi-gigi taring yang berjajar yang setiap giginya memiliki ukuran sebesar paha orang dewasa.

"Naga? Terlebih lagi, Aqua Oceanic Dragon. Apa yang dilakukan oleh naga yang seharusnya hidup di laut di kaki gunung seperti ini?" tanya Ring dalam hatinya sambil meneteskan keringat dingin.

"Oho… berkah Undyne kah? Kamu punya mainan yang bagus untuk ukuran monyet tak berbulu. Aku ingin tahu seberapa baguskah mainanmu itu. Bagaimana kalau kita bertarung, monyet betina?" tantang naga itu.

"Bagaimana ini? Jika saja ia tak mengajakku bertarung, maka mungkin kami bisa kabur tanpa resiko. Tapi, sekarang kalau kami kabur, dia akan terus mengejar kami. Dan mungkin dia juga akan menyerang kota untuk memastikanku untuk menyerangnya. Melawan makhluk cerdas memang sangat merepotkan" pikir Ring.

"Terlalu lama! Aku akan menyerang lebih dulu!" tegas naga itu lalu melompat.

Aqua Dragon itu kemudian membentangkan sayapnya. Yang daripada sayap, itu lebih mirip sirip karena bentuknya. Lalu Aqua Dragon tersebut langsung mengambil napas dan perlahan bagian antara dada dan lehernya, tepat di pusat antara tulang selangkanya, retakan yang merupakan motif bentuk celah sisiknya pun mengeluarkan cahaya. Cahaya biru yang menjadi tanda bahaya bagi Ring dan Aruthor.

"Elemental Breath kah? Ini gawat! Pangeran, ayo cepat kita pergi sekarang!" ajak Ring sambil menarik lengan Aruthor dan membawanya lari.

"Lambat!" ucap Aqua Dragon itu lalu meniupkan napasnya.

Dari tiupan itu yang keluar bukanlah udara, melainkan air yang menyemprot dengan kuat.

"[Liquidas Deus]"

Setelah merapalkan itu, sosok Ring tiba-tiba saja langsung melesat. Ia melesat sambil mendekap kuat Aruthor supaya tidak jatuh ketika bergerak dengan kecepatan tingg. Ring bisa bergerak dengan secepat itu karena terlihat di bagian bawah tubuhnya tercipta pusaran air yang mencorong tubuh Ring untuk bergerak layaknya sebuah roket.

Akibat gerakan cepat yang tiba-tiba, Ring dan Aruthor pun jadi terhindar dari semburan air Aqua Dragon tersebut.

Terlihatlah betapa kuatnya semburan air itu dari dampak yang diciptakannya. Ketika semburan itu menghantam tanah, tercipta sebuah ledakan air. Ledakan yang menghancurkan tanah dan batuan, menghamburkannya ke segala arah bersama percikan air. Bahkan efek ledakan itu juga sampai membuat pepohonan di sekitarnya miring dan ada juga yang sampai terjungkal terangkat bersama akarnya. Dan ada juga yang patah.

Sebuah lubang besar di tanah pun tercipta.

"Mereka berhasil kabur kah? Tidak akan terlalu lama kalau aku mengejarnya" ungkap naga itu kemudian terbang ke arah Ring melesat.

Ring menoleh ke belakang dan melihat sesosok naga yang terbang dari kejauhan perlahan semakin mendekat akibat perbedaan kecepatan.

"Sudah kuduga sih. Aku harus memancingnya ke tempat yang lebih aman. Jangan sampai dia memiliki kesempatan menggunakan strategi menyandera kota atau semacamnya" pikir Ring sambil menoleh ke belakang.

Ring terus melaju ke timur di sepanjang kaki gunung.

"Kakak penyihir! Kita akan kemana sekarang?" tanya Aruthor dengan lantang.

"Kita akan memancingnya ke wilayah yang akan menguntungkan kita dan jauh dari populasi kehidupan" jawab Ring.

"Dan di mana kah itu?" tanya Aruthor lagi.

"Aku sedang mencarinya sekarang!" tegas Ring.

Ring kemudian berbelok dan mendaki gunung menuju ke puncak dengan kecepatan yang luar biasa.

"Rasakan ini!" ucap sang Aqua Dragon.

Aqua Dragon itu menyemburkan air, mencoba mencegat Ring dengan semburan airnya. Ring melirik ke arah semburan air itu dan kemudian sejumlah air dari semburan itu ada yang bergerak dengan berbeda. Ring menghentikan lajunya dan ia pun terkena semburan itu secara telak. Setidaknya itulah yang terlihat oleh Aqua Dragon. Karena ternyata setelah semburan itu dihentikan, terlihatlah sebuah bola air yang berarus. Dan di dalamnya terdapat Ring dan juga Aruthor.

"Ku—kupikir aku akan mati" ucap Aruthor lalu bernapas lega.

"Tenang saja, pangeran. Saya akan melindungi anda semampu saya" ujar Ring.

"Sepertinya aku berhasil mengendalikan sebagian kecil dari air yang disemburkan oleh naga itu tepat waktu. Tapi sekarang ia tahu kalau aku bisa mengendalikan airnya, ia akan jadi lebih berhati-hati untuk selanjutnya" gumam Ring dalam pikirnya.

Aqua Dragon terlihat sedikit kaget melihat ada bola air berarus di tempat ia menargetkan semburan airnya.

"Menarik. Sepertinya [Undyne Trident] itu benar-benar asli. Aku harus bagaimana setelah ini? Jika ia mengendalikan setiap air yang aku semburkan, maka semua seranganku hanya akan menguntungkannya" pikir Aqua Dragon.

Ketika Aqua Dragon sedang terdiam untuk berpikir, bola air berarus itu bergerak. Bola air itu melesat menuju ke puncak gunung. Melihat itu tentu saja Aqua Dragon tak tinggal diam dan menyemburkan lagi semburan airnya. Kali ini bukan tipe semprot, melainkan tipe bola air yang menembak secara beruntun.

Bola air itu tampak terus bergerak sambil menghindari tembakan-tembakan dari Aqua Dragon dengan mudahnya. Melihat itu, Aqua Dragon semakin geram. Ia membentangkan sayapnya dengan lebar. Dan dari sayapnya muncul tetesan-tetesan air, yang lalu setiap tetesan itu melesat dengan cepat, menembak ke arah Ring dan Aruthor yang berada dalam bola air berarus itu. Tetesan air sebesar bola basket yang melesat dengan kecepatan suara itu tampak bergerak mengikuti targetnya layaknya homing missile.

Di dalam bola air berarus itu, rupanya Ring bergerak melayang dengan posisi terlentang, dan ia bisa melihat semua yang dilakukan oleh Aqua Dragon karenanya.

"Jumlahnya benar-benar mengerikan" komentar Ring ketika melihat semua homing missile air itu.

Ring mencoba mengendalikan beberapa diantaranya dan membuat mereka saling menabrak satu sama lain dengan yang tak ia kendalikan. Rencananya berhasil, dan ia berhasil mengurangi jumlah mereka. Namun, karena gerakan setiap dari mereka sangatlah cepat, ia tak sempat menghancurkan sebagian besar dari mereka. Dan akhirnya para tetesan air itu mampu mengenai target mereka yaitu Ring dan Aruthor.

Beruntungnya perisai air berbentuk bola yang menyulubunginya mampu menahan setiap tetesan air yang menghantamnya. Meski pada akhirnya bola air berarus itu hancur juga setelah menahan sebagian besar tetesan air itu. Sehingga Ring dipaksa bergerak bermanuver untuk mencoba menghindari sisanya, namun tentu saja itu tak mudah. Bahkan setelah berhasil menghindari mereka, Ring dipaksa jatuh tersungkur di salju dan terpental terpisah dari Aruthor akibat ledakan-ledakan air dari tetesan air tersebut.

"Sepertinya dia memang bisa mengendalikan mereka. Namun jumlah yang bisa ia kendalikan terbatas. Dan kecepatan reaksinya juga terbatas. Karena itu jika jumlahnya sangat banyak dan bergerak sangat cepat, ia takkan sempat mengendalikan semuanya. Seperti yang diharapkan dariku" gumam Aqua Dragon itu bangga pada dirinya.

Ring yang tersungkur di salju kini bangkit lagi.

"Sudah kuduga, melawan seekor naga itu tak bisa dilakukan sendirian. Elemental Core mereka adalah sebuah kecurangan. Mereka bisa memunculkan elemen sesuai jenis Elemental Core mereka semaunya tanpa mesti mempedulikan ‹mana›" gerutu Ring di dalam hatinya.

Ring berbalik dan menatap ke arah Aqua Dragon.

"Tapi karena dia Aqua Dragon, aku jadi memiliki keuntungan karena bisa mengendalikan kekuatannya yang diarahkan kepadaku. Jika saja dia Fire Dragon atau Wind Dragon, aku akan berada dalam kesulitan" sambung Ring dalam hatinya.

Ring kemudian celingukan mencari keberadaan Aruthor yang terpental terpisah darinya. Namun ia tak menemukan keberadaan pangeran kerajaan Üdine itu di mana pun.

"Jatuh ke mana dia? Dia tak mungkin terpental sejauh itu kan?" pikir Ring yang mulai panik.

Namun ketika Ring sedang bingung mencari keberadaan Aruthor, terlihat Aqua Dragon sedang menyiapkan serangan lagi. Kali ini Aqua Dragon kembali menghirup napas panjang, menandakan kalau serangan selanjutnya adalah tipe breath lagi. Celah retakan di dadanya kembali memunculkan cahaya biru.

Aqua Dragon itu pun menyemburkan semburan air kuat dari mulutnya. Namun kali ini tak diarahkan kepada Ring, melainkan ke arah puncak gunung. Aqua Dragon tersebut menyemprot salju-salju di bawah puncak gunung itu dengan semburan airnya. Dan alhasil semua salju di puncak gunung longsor ke bawah. Longsoran itu terus membesar seiring terus turunnya mereka.

"Tch, jadi itu yang dia rencanakan. Karena ini bukan dalam bentuk cairan maka aku takkan bisa mengendalikannya. Dan karena luasnya dampak area serangan, aku takkan bisa menghindarinya dengan mudah. Kecepatannya juga sangat mengerikan. Tapi bukannya aku tak punya cara menghindarinya, hanya saja sepertinya naga itu menunggu reaksiku" terka Ring dalam hatinya dengan cepat sambil melirik ke arah Aqua Dragon.

"Sepertinya monyet betina tak berbulu itu menyadari rencanaku. Menarik. Tapi sayangnya kau tak punya waktu untuk berpikir terlalu lama, kecuali kau ingin menjadi mayat beku" ungkap Aqua Dragon dalam benaknya.

Ring terdiam sejenak menundukkan kepala.

"Oh, apa kau sudah menyerah? Kau sudah pasrah menerima kekalahan?" tukas Aqua Dragon dalam benaknya.

Namun yang terjadi setelahnya adalah Ring terbang melesat langsung ke arah Aqua Dragon. Tanpa ragu sedikitpun dia mendekat dengan cepat ke arah monster raksasa bersisik itu.

"Apa!?" ucap Aqua Dragon terkejut.

Melihat targetnya malah terbang ke arahnya, tentu saja membuat Aqua Dragon itu terkejut dan bingung. Dan hal itu membuat reaksinya tertunda. Bahkan ketika dia hendak bereaksi tiba-tiba saja Ring berbelok ke kiri.

"Apa!?" ucap Aqua Dragon terkejut lagi.

Aqua Dragon kehilangan sosok Ring karena kecepatan terbang Ring, ditambah jarak Ring yang cukup dekat dengan penglihatan sang naga, juga gerakan yang tiba-tiba, yang membuatnya seakan menghilang. Ditambah dengan perbedaan ukuran dan juga reaksi sang naga yang tertunda akibat rasa terkejutnya. Seperti manusia yang mencoba mengikuti pergerakan nyamuk hanya dengan penglihatannya saja.

"[Liquidas Deus Neptunus]" ucap Ring.

Dan bersamaan dengan berakhirnya rapalan sihir itu, tiba-tiba sebuah semburan air muncul dari belakang sang naga air dan menghantamnya dengan kuat. Semburan itu mendorong tubuh Aqua Dragon itu hingga jatuh tersungkur di tanah. Dan tidak berhenti di sana, tubuh naga itu dibuat terseret di permukaan tanah sejauh lebih dari 2 kilometer.

"BANGS◦T!!!" pekik Aqua Dragon yang geram dan langsung berbalik.

Aqua Dragon itu menyembur balik semburan air itu dengan semburan airnya sendiri. Ia mencoba melawan dan secara perlahan mampu mendorong mundur semburan air itu. Ketika melihat ke arah datangnya semburan air itu, ia pun menemukan kalau semburan itu berasal dari tongkat seorang gadis penyihir yang dilawannya sebelumnya, yang tak lain adalah Ring Valion.

"Sialan! Apa gadis itu baru saja membuatku terjatuh dengan serangan airnya? Dia memiliki sihir air yang mampu menyetarai Aqua Dragon? Itu tidak mungkin! Ini pasti hanya lelucon!" tukas Aqua Dragon dalam benaknya.

Setelah berpikir seperti itu, Aqua Dragon tersebut memperkuat semburan airnya. Namun air yang disemprotkan Ring malah berbelok ke kanan menghindari semburan air sang naga dan berbelok lagi ke arah sang naga, menembaknya dari samping sehingga sang naga air itu terpental ke arah yang sama dengan air yang tertembak ke arahnya itu.

Sementara air yang disemburkannya ke arah Ring hanya ditarik dan digunakan oleh Ring sebagai pelindung berbentuk bola berarus.

Tongkat Ring Valion yaitu [Undyne Trident] kini tampak menunjukkan bentuk aslinya. Yaitu, sebuah tombak bermata 3 yang bercahaya biru. Sosok Ring saat ini terlihat begitu mengintimidasi. Bahkan untuk Aqua Dragon yang seekor naga sekalipun.

Aqua Dragon kembali bangkit dengan tangan dan kaki yang gemetar.

"Berengs◦k! Dia bisa mengambil alih semua air yang kusemburkan begitu saja! Tapi awas saja! Aku akan menjatuhkanmu kali ini!" gerutu Aqua Dragon dalam benaknya.

Aqua Dragon kini membentangkan kedua sayapnya lebar-lebar. Ia juga membuka mulutnya dan mengambil napas dalam. Bersamaan dengan itu seluruh celah sisik di tubuhnya mengeluarkan cahaya biru begitu pula dengan sayapnya.

"Rasakan! Ini serangan penghabisanku! `Ultimate Breath: Storm Wave Blaster´!" pekik sang Aqua Dragon.

Sekilas, hanya sekilas saja, semburan air yang bergerak dengan sangat cepat itu bergerak dengan kecepatan yang diluar nalar ke depan dengan area yang sangat luas. Tak ada cara menghindar dari serangan itu bagi Ring karena kecepatan serangan itu melebihi semua kemampuan manusia untuk merespon dan melakukan reaksi.

Setidaknya itu yang seharusnya terjadi, namun Ring sudah memberi perintah pada tongkatnya berupa keinginan dirinya. Karena bentuknya keinginan, maka sifatnya continous atau berkelanjutan. Dan karena sifat itu, dan yang mengeksekusi perintah itu adalah tongkatnya, maka itu tak terbatas oleh kemampuan reaksi dirinya sendiri dan lebih ke reaksi tongkatnya. Dan tentu saja, tongkat sihir tingkat tinggi, memiliki reaksi layaknya sebuah super computer. Kecepatan serangan yang diarahkan kepada Ring bukanlah sebuah masalah bagi tongkat tersebut. Seluruh air yang ditembakkan oleh Aqua Dragon berhasil di tarik dan disatukan dengan bola air berarus yang menyelubungi tubuh Ring.

Semua itu terjadi kurang dari sekejap mata.

Aqua Dragon jatuh lemas di tanah. Hingga sayapnya pun tampak seperti daun yang dicelupkan air panas. Lepek dan lemas.

"A—apa yang terjadi!? Seranganku yang harusnya mengenainya lenyap begitu saja? Napas yang membuatku harus menukarkan sebagian besar ‹ruh› milikku untuk bisa menggunakannya, dilenyapkan semudah itu? Apa maksudnya ini? Ini tidak mungkin! Jangan bilang kalau sebenarnya monyet betina tak berbulu itu lebih kuat dariku!!" gerutu Aqua Dragon dalam hati.

"Sepertinya keputusanku untuk selalu menginginkan untuk menarik apapun yang ditembakkan oleh Aqua Dragon itu kepadaku dan menyatukannya dengan perisaiku adalah keputusan yang tepat ya" gumam Ring dalam hati.

Ring melayang mendekat ke arah Aqua Dragon.

"Ada apa, Aqua Dragon? Kenapa kamu terlihat lemas seperti kapas terkena embun?" tanya Ring dengan nada yang terkesan mengejek.

"Diam kau, monyet betina tak berbulu! Mendekat lagi, maka aku akan menghabisimu!" ancam Aqua Dragon dengan tegas.

"Dengan apa? Memangnya kamu masih memiliki senjata tersembunyi lainnya? Bukankah yang barusan kamu gunakan itu adalah serangan penghabisanmu? Serangan pamungkasmu?" tanya Ring lagi sambil terus melayang mendekat dengan perlahan.

"Berisik! Air adalah kekuatanku! Aku adalah Aqua Dragon. Naga penguasa air!" bentak Aqua Dragon yang tak kuasa menahan amarahnya.

"Tapi kemampuanmu hanyalah menyemprotkan air, bukan mengendalikannya. Kendali penuh air berada di telapak tanganku saat ini" ungkap Ring dengan yakin.

"Benarkah begitu?" ucap Aqua Dragon menunjukkan gigi-giginya.

Sayapnya yang lemas kini kembali membentang, lalu mengeluarkan cahaya biru yang berkilauan. Bersamaan dengan itu terjadi keanehan pada perisai air milik Ring.

"Tunggu, jangan bilang sayapnya—" ucap Ring yang terkejut.

Belum sempat menyelesaikan kalimatnya, perisai itu menyempit mencoba menghimpitnya. Karena arus yang sangat kuat, apabila terhimpit atau menyentuhnya sedikit saja, maka bisa dipastikan kalau anggota tubuh yang bersentuhan itu akan terkikis seolah menyentuh sebuah gerinda yang diputar dengan kecepatan tinggi.

Ring mencoba melawan dengan pengendaliannya, namun kendalinya atas air diperisai itu tampak tak cukup efektif untuk menahan penyempitan maupun laju arus perisai air itu. Seolah pengendaliannya telah ditimpa oleh pengendalian Aqua Dragon. Layaknya sinyal radio yang di-jamming dengan cara menimpanya dengan sinyal yang lebih kuat.

"Celaka! Ini benar-benar celaka! Dia pasti sengaja memancingku mendekat dengan berpura-pura lemah dan kemudian menggunakannya untuk melakukan ini" tukas Ring dalam benaknya.

Ring semakin panik karena perisainya semakin sempit dan sebentar lagi akan mengenai tubuhnya. Meski ia mencoba menekukkan tubuhnya sekecil mungkin, namun itu hanya akan sedikit mengulur waktu saja. Dan yang tak ia sadari, hanya tinggal beberapa detik lagi sebelum perisai itu membentur tongkatnya.

"Ah!" ucap Ring yang baru sadar setelah tongkatnya itu terlepas dan terlempar dari tangannya.

Tongkatnya itu terbanting karena dorongan arus air perisai yang menghimpitnya.

Dan bersamaan dengan itu, perisai air itu langsung menghimpit dengan cepat karena sudah tak ada yang kontra atas gerakan menghimpitnya itu lagi. Ring hanya bisa pasrah dan memejamkan matanya.

"The Creator…" ucapnya dalam hati.

"[Lightblade]!"

Bersama suara teriakan rapalan sihir itu, sebuah sabit cahaya melesat dan memotong kedua sayap Aqua Dragon sekaligus.

"Aarrgghh!!!" jerit sang naga air kesakitan.

Akibat kehilangan sayapnya, kendalinya atas air perisai airnya Ring pun lenyap. Dan bola air berarus kuat yang harusnya menghancurkan tubuhnya pun kini hanya jadi seperti siraman air yang membuat tubuhnya basah kuyup. Dan tubuhnya pun jatuh ke tanah.

"Kenapa lama sekali? Kemana saja dirimu, pangeran?" tanya Ring yang seolah tahu siapa yang telah menolongnya itu.

Yang tentu saja tebakannya itu benar. Itu adalah Aruthor yang kini sedang menarik pedangnya dari permukaan tanah dan memanggulnya.

"Tak kusangka aku berhasil mengenainya. Mengenai target padahal sangat sulit sebelumnya. Apa ini sebuah kebetulan?" gerutu Aruthor.

"Monyet pirang tak berbulu sialan!!!" pekik Aqua Dragon yang semakin kesal.

"Uwah!! Suaramu keras banget! Telingaku sampai berdengung!" komentar Aruthor sambil menutup telinganya meski sedikit terlambat.

"Akan kuhancurkan kau! Kulumat dan kumakan dagingmu! Lalu kumuntahkan ke sekumpulan babi!" bentak Aqua Dragon menambahkan.

"Cepat habisi dia! Jangan beri dia waktu untuk memulihkan diri! Dia hanya sedang mengulur waktu saat ini!" tegas Ring yang masih terbaring tak berdaya.

"Eh, darimana kamu tahu itu?" tanya Aruthor.

"Mampus kau!" pekik Aqua Dragon mengayunkan lengannya ke arah Aruthor.

"Whoa! [Light—" ucap Aruthor yang terkena hantaman tangan Aqua Dragon sebelum sempat menyelesaikan rapalannya.

Tubuh Aruthor terpental cukup jauh dan menghantam beberapa pohon hingga tumbang sebelum akhirnya jatuh terseret di tanah sejauh beberapa puluh meter.

"Aruthor!" panggil Ring sambil berusaha berdiri.

Namun kedua kakinya masih lemas. Tangannya pun masih minim tenaga. Dan badannya juga dipenuh oleh rasa sakit yang tak tertahankan akibat jatuh dari ketinggian yang lumayan tinggi untuk dapat menggeserkan beberapa tulang di tubuhnya.

Ia hanya bisa menatap Aruthor di tempatnya terbaring. Tubuh Aruthor tampak berhenti bergerak. Darah mengucur dari kepala serta mulutnya. Pedangnya sudah tak nampak lagi karena sebenarnya terlepas dari genggamannya tepat ketika terkena hantaman dari telapak tangan sang naga air. Ring menyadari Aruthor sedang sekarat dan membutuhkan pertolongan secepatnya.

"Sial, aku harus bisa menggapai tongkatku untuk dapat menggunakan sihir penyembuhan. Berbeda dengan sihir air, aku tak punya begitu banyak pengetahuan tentang cara penggunaan sihir penyembuhan untuk bisa menggunakannya tanpa tongkat sihir. Seandainya saja aku bisa memanggil tongkatku dari jauh" pikir Ring sambil meremas tanah.

Meski remasannya itu lemah karena kurangnya tenaga di lengannya.

Melihat kedua lawannya telah tumbang dan tampak tak berdaya, Aqua Dragon itu kembali memperlihatkan gigi-giginya seolah sedang tersenyum.

"Kalian spesies monyet tak berbulu memang semuanya bodoh! Hahahaha! Sebentar lagi kondisi fisikku akan pulih, dan setelah pulih kalian tahu apa yang akan aku lakukan?" tanya Aqua Dragon itu.

Yang tentu saja tak ada respon balik yang ia dapatkan.

"Akan kujadikan kalian bubur daging untuk makanan cacing laut! Hahahaha!!" lanjut Aqua Dragon lalu tertawa terbahak-bahak.

Dan setelah beberapa saat, sang naga sudah bisa kembali bangkit. Meski masih dalam posisi setengah tiarap, tapi ia sudah bisa mendekati tubuh Ring yang terbaring telungkup tak berdaya.

"Kau yang pertama. Bersiaplah monyet betina tak berbulu!!" tegas Aqua Dragon itu sambil mencoba melahap tubuh Ring.

****