~Meeting with Master~
ǁ Namanya Trenia Woodson, seorang gadis polos yang sangat suka membantu kakeknya. Kehidupannya biasa-biasa saja, sangat sederhana. Namun ia bahagia bisa hidup bersama kedua orang tuanya serta kakeknya. Ia merasa hidupnya sudah cukup karena semua yang ia inginkan sudah ada di sekelilingnya. ǁ
ǁ Namun beberapa hari belakangan mulai ada perubahan. Hubungan ibu dan ayahnya dengan kakeknya mulai agak renggang. Ia menyadari hal itu ketika setiap makan malam bersama, mereka sudah jarang saling bicara lagi. Mereka hanya diam dan makan dalam senyap, kemudian setelahnya pergi ke arah yang berlawanan tanpa mengatakan sepatah kata pun. ǁ
ǁ Trenia bingung harus bagaimana ia agar ia bisa memperbaiki hubungan mereka itu. Di saat itu juga mereka sedang memiliki tamu. Seorang anak laki-laki yang misterius dengan seorang pelayannya yang cantik. Meski beberapa hari kemudian datang pelayannya yang lain, atau setidaknya itu yang diketahui Trenia karena sebenarnya sudah sejak awal pelayan kedua itu sudah ada bersama anak laki-laki itu, hanya saja ia tak melihatnya. ǁ
"Tiba-tiba saja muncul bab baru yang menceritakan Trenia. Apa maksudnya ini? Apa maksudnya aku harus mulai ikut campur?" gumam Syuhada setelah membaca yang tertulis di buku putihnya.
ǁ Trenia merupakan gadis yang penuh rasa penasaran. Beberapa kali ia mencoba curi pandang kepada anak laki-laki yang menjadi tamu kakeknya itu. Ia adalah tamu yang pendiam, pikir Trenia. Hingga pada akhirnya diam-diam dia selalu memperhatikan anak itu dan perlahan ia pun mulai tahu dan mengerti, mesti mulutnya diam, tapi anak itu selalu berpikir tentang berbagai hal. Mungkin juga berbicara lebih banyak dalam hatinya daripada dengan mulutnya. Itu nampak dari ekspresinya, dan Trenia menganggap itu lucu. ǁ
"Apa ini tentangku? Ini tentangku kan? Aku jadi merasa seperti membaca diary orang lain. Rasanya malu dan bersalah sekali" komentar Syuhada dalam hatinya sambil memegang dahinya, namun wajahnya nampak memerah.
Duduk di kursi ruang tamu sendirian, Syuhada hanya bisa membaca buku. Dan satu-satunya buku di sana adalah buku putih.
"Tadinya aku mau melanjutkan baca bab Hero not The Hero, tapi… bab ini tiba-tiba muncul. Kenapa?" pikirnya sambil melirik ke arah buku putihnya yang saat ini sedang terbuka ke arahnya.
「Individu ‹Trenia Woodson› baru membuka jalan kisahnya. Karena itu, The One Who Have Guidance diharapkan untuk ikut serta dalam kisah barunya ini.」
Syuhada memperhatikan lagi judul dari bab baru itu.
"Bolehkah aku bertanya sesuatu?" ujar Syuhada.
「Silakan, The One Who Have Guidance.」
"Kenapa judul babnya, (Her Fate Unfrozen)?" tanya Syuhada.
「…」
"Hmm… aku harus cari tahu sendiri ya?" lanjut Syuhada dalam benaknya.
「Masalah judul bab, usahakan jangan tanya ke kami. Karena niscaya kami takkan menjawab pertanyaan tersebut. The One Who Have Guidance diharapkan untuk menyaksikan jawabannya sendiri.」
"Menyaksikan kah? Jadi ini adalah sesuatu yang akan bisa kulihat dan kusadari mau tidak mau kalau aku bersedia menjalani alur kisahnya" duga Syuhada dalam hatinya.
「…」
"Lagi-lagi tak mau mengonfirmasinya ya" komentar Syuhada.
Syuhada menutup buku putihnya dan menghela napasnya sambil memejamkan mata. Kemudian ia membuka matanya lagi dengan perlahan.
"Baiklah, aku akan ikut serta dalam kisah ini. Mohon bimbingannya" ujar Syuhada dengan wajah serius.
「Konfirmasi keikut-sertaan didapatkan. The One Who Have Guidance akan mendapatkan hadiah ketika kisah selesai. Tapi karena kisah (The Hero not The Hero) masih berjalan, restriksi penggunaan nama The Creator of All Creations berlaku juga pada kisah ini. Namun The One Who Have Guidance diperkenankan untuk mempergunakan kemampuan penuh ‹Ardh Gaia Motherland› serta {Al-Kahf} dalam kisah ini. Pemberian warna ruh untuk sementara direstriksi selama kisah ini berlangsung. Setiap keputusan bijaksana akan menambah kemungkinan untuk menaikan Divine Guidance lebih banyak dua kali lipat.」
"Aku punya dua restriksi sekarang. Tapi itu masih kurang penting untukku karena aku pun masih belum mengerti tentang maksudnya. Sementara yang terakhir, sepertinya itu sangat menguntungkan. Tapi aku harus melakukan keputusan yang bijaksana? Hmm…" gumam Syuhada dalam hatinya.
"Ya, terserahlah. Aku akan melakukannya seperti biasanya!" lanjutnya dalam hati sambil menyandarkan tubuhnya dan melihat ke langit-langit.
****
Saat ini Syuhada sedang duduk di kursi yang ada di dapur kios. Ia duduk sambil membaca buku putihnya, lagi.
"Tuan Hada, apa kita akan menjual semuanya?" tanya Ardh.
Ardh terlihat sibuk menyajikan masakan daging yang nampak dimasak secara otomatis menggunakan kemampuan pengendalian elemennya.
"…" Syuhada tak menjawab dan sibuk membaca.
"Tuan Ha~da~" panggil Ardh berjalan menghampirinya.
Melihat Syuhada tetap diam tak menyadari kehadirannya, Ardh pun mulai iseng dan menunduk menyetarakan tinggi kepalanya dengan kepala Syuhada. Ardh pun mulai mendekatkan bibirnya ke pipi anak laki-laki yang sibuk membaca itu.
Syuhada terperanjat dan jatuh dari kursinya. Ia pun duduk di tanah sambil berbalik ke arah Ardh yang saat itu sedang tersenyum.
"Akhirnya tuan Hada menyadariku~ Khukhukhu~" ucap Ardh sambil menutup bibirnya dengan telapak tangan kanannya.
Melihat itu Syuhada langsung menyentuh pipinya dengan wajah yang memerah.
"A—a—apa barusan kamu menciumku?" tukas Syuhada.
"Khukhukhu~" Ardh hanya tertawa manja.
"Ahh… maaf aku sibuk membaca. Jadi, ada apa?" tanya Syuhada setelah menghela napas.
Syuhada kembali berdiri dan mendirikan kembali kursinya yang terjungkal. Ia kemudian duduk kembali di atas kursi kayu itu.
"Tadi aku bertanya, apa kita harus menjual semuanya?" ungkap Ardh mengulang pertanyaannya sebelumnya.
"Jangan, sisakan beberapa untuk kita dan keluarga Woodson" jawab Syuhada lalu membaca buku putihnya lagi.
"Baik, tapi kita sudah mendapat cukup banyak sekali barang sebagai barter untuk masakan kita. Kita tak punya tempat lagi untuk menyimpan semuanya. Kuharap Pochi cepat kembali dan membantu kita di sini" ujar Ardh sambil berjalan dan memeriksa masakannya.
"Tenang saja. Aku merasa kalau dia akan segera kembali. Lagipula untuk menyimpan barang, aku tetap bisa menyimpannya meski wujud jasad Pochi jauh dari sini" balas Syuhada.
Syuhada kemudian melihat ke arah tumpukan barang yang ada di belakang meja kasir, tepatnya di belakang Trenia yang saat ini sedang bantu-bantu menjadi penjaga kasir.
"Pochi, aku ingin menyimpan sesuatu!" ucapnya dalam hati.
| Barang apa yang ingin anda simpan, Master? |
"Sesuaikan dengan keinginan dan niatku" jawab Syuhada.
Lalu semua barang di belakang Trenia itu pun menghilang dalam sekejap. Hal itu sampai mengejutkan Trenia dan orang-orang yang menyaksikannya.
"Ah, benar juga, aku belum memberitahu kalau aku bisa melakukannya juga meski tanpa wujud Pochi di sini" ujar Syuhada dalam hatinya kemudian.
「Ketidak-bijaksanaanmu mengurangi poin pencapaianmu, The One Who Have Guidance.」
"Poinnya bisa berkurang juga!?" komentar Syuhada dalam hatinya dengan terkejut.
Tapi beruntung Ardh yang cekatan langsung mengatasi kebingungan serta kehebohan itu dengan menjelaskannya kepada Trenia dan yang lainnya yang menyaksikan hal tersebut.
"Dia berhasil mengatasinya?" ucap Syuhada melihat hal itu.
「Membereskan kekacauan laki-laki adalah tugas perempuan.」
"Maksud kalian "membereskan kekacauan suami adalah tugas isteri", kan?" balas Syuhada dalam hatinya.
「Tepat sekali.」
"Kenapa kalian selalu memberikan perumpamaan suami-istri untuk masalah antara diriku dan Ardh?" tanya Syuhada dalam hatinya bingung.
「Ketidak-pekaan adalah penghalang kebijaksanaan.」
"Perkataan itu lagi. Apa maksudnya itu coba?" gerutu Syuhada dalam hatinya.
Syuhada kemudian melihat ke arah Ardh lagi yang kini kembali ke pekerjaannya sebelumnya yaitu menyajikan masakan.
"Tapi dia sangat bisa diandalkan ya. Bagaimana jadinya kalau tak ada dia saat ini? Aku mungkin akan kesulitan menghadapi berbagai pertanyaan dan tatapan tajam serta curiga orang-orang. Aku harus berterima kasih dengan benar padanya nanti" pikir Syuhada lalu tersenyum.
「Jangan hanya berterima kasih. Ungkapkan juga perasaanmu pada ‹Ardh Gaia Motherland›, The One Who Have Guidance.」
"Perasaan apa? Oh, perasaan puji dan syukur ya. Ya, akan kuungkapkan juga hal itu, tenang saja!" jawab Syuhada dengan polosnya.
「Ketidak-pekaan adalah penghalang kebijaksanaan.」
Senyum di wajah Syuhada dan cahaya matanya pun langsung redup.
Syuhada pun kembali menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi itu dan melihat ke arah langit biru di atas kepalanya. Ia pun bisa melihat langit biru dengan awan-awan kecil yang bergerak tertiup angin. Melihat hal itu membuatnya tenang.
Namun tiba-tiba angin kencang bergembus dari belakangnya.
"Whoaaa! Aaaaaaaaa!!!" jerit seorang anak kecil terlempar ke ketinggian.
Sebilah pisau jatuh menancap di tanah tak jauh dari tempat Syuhada duduk. Kemudian disusul oleh seorang anak yang jatuh ke tanah namun tubuhnya melambat oleh pusaran angin sebelum menyentuh permukaan tanah tersebut. Fenomena itu membuat Syuhada sadar itu perbuatan siapa. Ia pun menoleh ke arah Ardh.
Ardh rupanya juga memang sudah datang menghampiri anak yang jatuh itu yang tak lain adalah Lucas.
Sambil bersila tangan, Ardh nampak memelototi Lucas.
"Tolong jelaskan apa maksudmu melakukan itu, bocah!? Tergantung bagaimana kamu menjawabnya, mungkin aku akan sedikit meringankan hukumanku kepadamu!" bentak Ardh dengan wajah kesal.
"D—dasar wanita penyihir! Kau dan majikanmu ini memang sama saja! Kalian sama-sama penyihir licik! Berani sekali kalian memanipulasi Trenia dan membuatnya untuk membantu kalian berjualan, sialan!" pekik Lucas penuh dengan emosi dan kedengkian menunjuk ke arah Ardh.
"Hah? Memanipulasi, kamu bilang, bocah? Omong kosong apa yang coba kamu katakan? Kamu sendiri, apa yang kamu lakukan membawa pisau itu bersamamu dan mencoba mengendap-ngendap memanjat masuk?" tegas Ardh lalu bertanya lagi.
"H—hah!? P—pisau apa!? M—mengendap-ngendap apa!? I—itu hanya tuduhanmu saja kan?" sanggah Lucas sambil menunjuk, namun tangannya kini gemetaran.
"Haaaaa… masih mencoba berdalih ya~ lalu itu apa?" tanya Ardh lalu menunjuk ke arah pisau yang menancap di tanah.
"I—i—itu pasti pisau— pisau yang sudah ada di sini sejak tadi k—kan!?" tukas Lucas.
"Masih ngeles juga! Kamu itu masih bocah, cobalah untuk tak terlalu banyak berbohong! Jujurlah!" bentak Ardh.
"Di—diam kau, wanita penyihir! Ini juga pasti salah satu dari manipulasimu kan? K—kau mencoba memfitnahku, kan?" tukas Lucas lagi kembali menunjuk ke wajah Ardh.
"Ini sudah terlalu jauh. Sepertinya aku harus cepat menghentikannya" gumam Syuhada dalam hatinya yang sedari tadi hanya memperhatikan.
"Tu—tunggu sebentar kalian berdua!"
Bukan Syuhada, ternyata Trenia yang mengatakan itu. Mendengar ribut-ribut dari belakangnya, Trenia langsung menghentikan kegiatannya dan melihat ke belakangnya dan mendapati Ardh sedang mengomeli Lucas. Namun karena masalah menjadi semakin rumit maka ia pun mencoba untuk menengahinya.
"Ini Trenia! Wanita penyihir ini mencoba untuk memanipulasimu! Dan saat ini ia juga berniat untuk memfitnahku ketika aku hendak menyelamatkanmu!" ujar Lucas.
"Hah? Masih saja kamu mengatakan itu ya, bocah!" bentak Ardh.
"Tidak, bisakah kamu jangan bicara dulu, Lucas. Anda juga, nona" pinta Trenia pada mereka berdua lalu berpikir.
"Apa aku harus ikut campur di sini? Atau tidak? Mungkin akan kulihat dulu situasinya lebih jauh. Kalau sudah terlalu gawat, baru aku akan ikut masuk" ujar Syuhada.
"Bagaimana ini? Lucas itu keras kepala banget, dia pasti akan tetap tak mau mengaku meski semua bukti ada di depannya dan semua saksi mengatakan kalau ia bersalah" pikir Trenia.
"Rasa simpatiku untukmu, Trenia" ucap Syuhada dalam hatinya.
"Lalu bagaimana caraku membuatnya mau menerima kesalahannya? Meminta maaf sih bakal sulit, tapi kalau hanya membuatnya pergi karena malu akan kesalahannya sepertinya masih bisa" lanjut Trenia dalam benaknya.
"Gadis ini, dia bisa memikirkan hal-hal semacam itu? Apa dia sudah terbiasa dengan hal merepotkan semacam ini?" gumam Syuhada dalam hatinya.
「Kamu juga begitu, The One Who Have Guidance.」
"Aku tak bisa membantahnya" sahut Syuhada dalam hatinya.
"Lucas!" panggil Trenia dengan tegas.
"Oh, akhirnya kau mau percaya padaku juga ya, Trenia!" tukas Lucas.
"Bisakah kamu keluar dari sini?" pinta Trenia.
"Hah?" sahut Lucas bingung.
"Aku bilang, bisakah kamu keluar dari sini?" ulang Trenia.
"Ke—kenapa? Kupikir kamu memang mempercayaiku" ujar Lucas.
"Aku percaya padamu. (Aku mencobanya, setidaknya.) Tapi saat ini aku sedang bekerja, dan kamu mengganggu pekerjaanku. Jadi bisakah kamu pergi!" tegas Trenia.
Kata di dalam kurung "()" adalah kata yang diucapkan dalam hati.
"Tch, baiklah!" gerutu Lucas kemudian pergi keluar dari dapur kios itu melalui pintu belakang.
Setelah melihat Lucas pergi, Trenia pun bernapas lega.
"Setelah dipikir lagi, ternyata memang tidak bisa. Aku tak terpikirkan cara yang bagus untuk melakukannya. Tapi setidaknya aku bisa menyuruhnya pergi meski dengan berbohong sedikit. The Creator, ampuni hambamu ini karena telah berdosa padaMU" pikir Trenia.
"Sepertinya memang sulit ya" komentar Syuhada dalam hatinya.
「The One Who Have Guidance sendiri akan melakukan apa kalau menjadi ‹Trenia Woodson›?」
"Aku akan membuat Lucas mengungkap dirinya sendiri dengan permainan kata. Lagipula aku punya banyak informasi tentangnya yang bisa kugunakan untuk menyudutkannya" ujar Syuhada dalam hatinya.
ǁ Trenia melihat Lucas mondar-mandir di depan kios dan itu membuatnya bingung. Apalagi dengan luka lecet dan lebam di tubuhnya membuat Trenia agak khawatir padanya. Tapi setelah beberapa saat, Lucas pergi. Trenia berharap dia kembali ke rumah dan merawat lukanya. Tapi tak lama kemudian Lucas kembali. Trenia hendak memanggilnya namun Lucas menghilang ke samping kios. ǁ
Syuhada membaca yang tertulis di bab kisah (Her Fate Unfrozen) bagian terbaru itu.
"Rasanya aku seperti punya mata ketiga kalau begini" ujar Syuhada dalam hatinya.
「Apa itu memang masih "ketiga"? Bukan keempat? Kelima? Atau keenam?」
"Apa maksud dari perkataan kalian itu?" tanya Syuhada dalam hatinya.
「Dari dulu kami ingin bertanya, kenapa The One Who Have Guidance memanggil kami dengan "kalian"? Memang ada kalanya kami berbicara untuk mewakili semua Malak atau makhluk hidup lainnya, tapi saat ini kami mewakili diri kami sendiri.」
"Tapi aku tak tahu kapan kalian mewakili siapa dan kapan kalian tak mewakili siapapun. Jadi untuk amannya aku selalu menyebut kalian sebagai "kalian" saja" ungkap Syuhada dalam hatinya.
「Dimengerti.」
"Tapi lama hidup bersama Demon sepertinya membuat pikiranku agak berubah ya? Sekarang aku jadi bisa semudah itu berpikir untuk menekan dan menyudutkan orang lain dengan kata-kata" gumam Syuhada dalam hatinya.
「Itu namanya pengalaman. Jadikan itu pelajaran. Bisa jadi itu akan berguna untuk kehidupan The One Who Have Guidance untuk kedepannya kan?」
"Bukankah itu sesuatu hal yang tidak benar?" tanya Syuhada dalam hatinya.
「Benar atau salah, itu tergantung niatnya, atau kehendak dari The Creator.」
Syuhada kemudian melihat ke arah Ardh dan Trenia. Keduanya sudah kembali ke kegiatan mereka masing-masing.
"Sekarang kira-kira Pochi sedang apa ya?" gumam Syuhada dalam hatinya.
| Meminta izin Master untuk memberikan hak penggunaan penyimpanan. |
"Hah?" ucap Syuhada kaget dan bingung.
****
"Apa ini!? Apel ini aneh sekali! Ini lebih berat dari apel biasanya dan sangat berair. Dan lagi, ini sangat manis dan segar. Rasanya berbeda dengan apel pada umumnya!"
Seorang perempuan bangsawan memakan apel dengan wajah semangat. Dia adalah Deana Renviel von Valhein, orang yang kini mengambil alih kerjaan mantan suaminya yaitu, Torigua Eider van Dronum.
"Apa semua apel yang kamu bawa itu seperti ini, Pochi?" tanya Deana penasaran.
[§ Ya, semuanya dipanen dari pohon yang sama, jadi sudah pasti semuanya akan sama atau mirip-mirip, kan. §]
"Kalau begitu aku takkan rugi meski membeli ini. Dengan ini aku jadi punya alasan aku membelinya dalam jumlah yang banyak. Karena aku bisa menjualnya lagi di ibukota" ujar Deana dengan semangat.
[§ Hamba ini senang mendengarnya. §]
Deana terlihat menghabiskan apel itu dengan cepat karena saking enaknya.
Louis diam-diam mendengarkan pembicaraan itu.
"Oh? Ini bagus, kalau aku bisa mengamankan jalur distribusi dan kesepakatan jual-beli jangka panjang, aku akan bisa mendapatkan penghasilan tetap tiap bulannya. Dengan begitu aku akan jadi kaya dengan cepat. Hahahaha! Lagipula setelah anak itu pergi dari desa dan membawa para pelayannya bersamanya, takkan ada yang bisa menghalangiku lagi. Hanya aku yang punya koneksi ke kota setelah itu. Jadi keluarga Woodson tolol itu takkan bisa menjual apelnya kecuali melaluiku! Hahahaha!" pikir Louis memikirkan rencana jahatnya.
"Tapi apa bisa kamu kembalikan waduknya jadi sedia kala. Rasanya aneh sekali waduk tapi tak ada airnya begini" pinta Deana.
[§ Itu mudah. §]
Pochi menjertikkan jarinya, dan seketika danau waduk yang kering itu kembali terisi air seperti sedia kala. Deana terbelalak melihat fenomena absurd itu. Ia jadi sadar betapa mengerikannya kekuatan Pochi itu.
"S—seperti yang diharapkan dari Pochi. Lalu, berapa jumlah apel yang kamu bawa saat ini?" ujar Deana lalu bertanya.
[§ Sekitar tiga ratus ribuan. §]
"Apa!? 300.000!?" ucap Deana kaget.
[§ Itu bukan jumlah pasti. Apa Deana sanggup membelinya? Harga yang ditawarkan oleh tuan bangsawan di kontrak adalah 10 koin perak per kilo. Dan menurut perhitungan sekilonya sekitar 4 atau 3 apel. Mari kita bulatkan jadi 3 apel perkilo. Maka jumlahnya adalah 1.000.000 koin perak yang harus dibayarkan. §]
"Koin negara mana yang dipakai untuk takarannya?" tanya Deana.
[§ Kerajaan Brightion. §]
"Kalau begitu 1.000.000 shine, ya? Kalau 1.000 shine sama dengan 1 bright, maka 1.000 bright? Hmm… aku masih bisa membeli itu. Tapi bukannya itu terlalu murah? Itu malah seharga apel biasa. Bagaimana kalau kunaikkan menjadi 100 shine per kilo?" tawar Deana.
[§ Memangnya itu tidak merugikan Deana? Bagaimana cara Deana menjualnya kalau harga belinya semahal itu? §]
"Tak usah khawatir. Apel ini bisa kujual dengan harga lebih dari itu karena ini adalah apel yang tak pernah ada di tempat lain, dan rasanya juga lebih enak daripada apel lain. Jadi aku bisa menjualnya sebagai produk "terbatas"" ungkap Deana.
[§ Memangnya tidak apa-apa mengungkap hal itu di depan penjual awalnya seperti ini? §]
"Tidak apa-apa kan? Lagipula ini hanya antara aku dan Pochi!" tegas Deana dengan yakin.
Namun tentu saja Louis yang sedang menguping juga mendengarnya. Dan ia tersenyum menyeringai saat ini.
"Jadi harganya lebih mahal daripada yang kuduga. Tunggu, daripada menjualnya ke bangsawan itu, akan lebih baik aku menjualnya sendiri ke kota kan? Aku bisa menjualnya dengan lebih mahal! Hahahaha!!! Benar sekali! Aku tak butuh bangsawan itu! Aku hanya perlu beli murah apel-apel ini dari Woodson dan menjualnya lagi sendiri ke kota! Aku memang jenius!!" pikir Louis.
"Lalu sekarang aku hanya tinggal pikirkan bagaimana caraku membawa apel-apelnya? Jumlah sebanyak itu, aku tak mungkin membawanya sekaligus" ujar Deana bingung, "Lagipula di mana apel-apel itu sekarang?" lanjutnya.
[§ Semuanya hamba ini simpan di penyimpanan. §]
"Penyimpanan?" sahut Deana semakin bingung.
[§ Hamba ini memiliki kemampuan untuk menyimpan berbagai hal ke dalam ruang penyimpanan yang Deana takkan bisa melihatnya. §]
"Eh, bukannya itu hebat sekali? Apa itu artinya air danau tadi juga di simpan ke sana juga? Tunggu jangan bilang itu tercampur dengan apel-apelnya? Apelnya jadi basah dong? Itu gawat!" ujar Deana.
[§ Tak usah khawatir. Hamba ini bisa memisahkan setiap hal yang disimpan ke ruang yang berbeda satu sama lain. Jadi tak mungkin tercampur. §]
"Oh, itu melegakan. Jadi sekarang masalahnya tinggal cara membawanya saja ya?" ungkap Deana.
[§ Kalau masalah itu, tunggu sebentar. §]
Pochi kemudian terdiam.
"Apa lagi yang ia rencanakan?" ucap Louis dalam benaknya.
[§ Hamba ini sudah berkonsultasi dengan Master. Dan Master mengizinkan Deana untuk menggunakan penyimpanan. §]
"Mengizinkan aku menggunakan penyimpanan? Maksudnya aku juga bisa menyimpan sesuatu seperti Pochi tadi?" duga Deana.
[§ Ya, namun dengan sedikit restriksi. Master akan menentukan aturan pengguna untuk Deana. Aturan itu dimaksudkan supaya Deana tidak mengalami kecelakaan atau terjadi penyalahgunaan nantinya. §]
"B—baiklah. Meski aku tak begitu mengerti, tapi tolong ucapkan terima kasih kepada Mastermu, Pochi" ucap Deana.
[§ Hamba ini rasa akan lebih baik bagi Deana untuk mengungkapkannya sendiri. Master ingin bertemu dengan Deana. Jadi bersediakah Deana untuk menemui Master? §]
"T—tentu saja aku bersedia. Akau akan dengan senang hati bertemu dengannya!" jawab Deana.
"Apa-apaan dengan adegan seperti pasangan yang hendak ketemu mertua ini?" komentar Louis dalam hatinya.
Adegan di pinggir danau itu pun berakhir. Keduanya berpisah dan pergi ke arah yang berbeda. Deana terlihat bergerak kembali ke perkemahan, sementara Pochi berjalan ke arah pohon tempat Louis bersembunyi.
[§ Hamba ini tahu tuan kepala desa ada di sana. Keluarlah! §]
Mendengar panggilan Pochi, Louis pun tak punya pilihan dan akhirnya keluar sesuai perintah Pochi.
"Maaf kalau aku menguping kemesraan kalian berdua?" ujar Louis.
[§ Mesra? Tidak ada yang mesra dari kejadian tadi. Lebih dari itu, apa kamu sudah siap untuk pulang? §]
"Y—ya" jawab Louis.
[§ Bagus. Sekarang kita tinggal tunggu Deana dan kita akan langsung segera pulang. §]
Sekitar setengah jam kemudian, Deana pun kembali. Ia terlihat sudah beres berkemas dan membawa sebuah koper besar di tangannya.
"Aku sudah siap!" ucap Deana.
[§ Bagus. Sekarang mari kita ke kapal. §]
****
Hari sudah sore, dan kios Syuhada mengalami sukses besar. Ia mendapatkan banyak sekali barang hasil barter di ruang penyimpanannya. Ia masih memiliki sisa material seperti tulang, tanduk, kulit, dan sebagainya. Ditambah dengan sisa daging yang bisa dimasak nanti untuk makan malam dirinya, para pelayannya, dan keluarga Woodson.
"Terima kasih sudah membantu kami, Trenia" ucap Ardh.
Di sebelahnya Syuhada mengangguk kepadanya.
"Ya, sama-sama. Anggap saja ini sebagai balasan karena kalian telah membantu masalah keluarga kami" jawab Trenia.
"Tapi karena kamu telah bekerja seharian di kios kami, maka kami pun harus membayar upahmu kan? Kamu bisa pilih barang-barang hasil barteran di penyimpanan tuan Hada sebanyak yang kamu mau" tawar Ardh.
Syuhada mengangguk mengonfirmasinya.
"Ta—tadi sudah kubilang kalau ini adalah balasan untuk bantuan kalian kan? Jadi kalian tak perlu mengupahku!" tolak Trenia.
"Tak usah malu, nanti kita diskusikan lagi sesampainya di rumah ya?" ujar Ardh sambil mengedipkan sebelah matanya.
"Sepertinya aku tak bisa menolak ya?" ucap Trenia dalam hatinya sambil tersenyum paksa.
"Aku takkan biarkan kamu menolak. Lagipula tujuan awal aku buka kios juga adalah untuk kamu dan keluargamu. Aku sendiri tak membutuhkan semua ini" gumam Syuhada dalam hatinya sambil melihat isi ruang penyimpanannya dari tampilan panel yang muncul di penglihatannya.
Kemudian Syuhada melirik ke arah kiosnya dan menyimpan kios itu ke dalam penyimpanannya. Lalu ia juga membongkarnya menjadi papan-papan kayu berbagai ukuran. Semua itu ia lakukan dengan imajinasinya dan itu terjadi di dalam ruang penyimpanannya secara real-time.
"Sistem Storage Space ini berbahaya juga ya. Kalau disalah-gunakan, ini akan jadi alat kejahatan yang sempurna. Sepertinya aku harus menerapkan aturan lain untuk memperketat aturan penggunaan ini untuk para pengguna selain aku dan Pochi" gumam Syuhada dalam hatinya mulai berpikir.
"Tuan Hada?" panggil Ardh.
"Ya, aku akan ke sana" sahut Syuhada lalu menyusul Ardh dan Trenia.
Mereka pun kembali ke kediaman keluarga Woodson.
"Ayah! Ibu! Kakek! Kami pulang!" ucap Trenia.
"Oh Trenia, kamu sudah pulang!" sahut Adnan.
Adnan, disusul oleh Donan dan Telia datang menghampiri Trenia yang saat ini baru masuk ke rumah. Di belakang Trenia terlihat Syuhada dan Ardh sedang berdiri.
"Kalian berdua juga, selamat datang kembali" lanjut Adnan ketika melihat Syuhada dan Ardh.
"Terima kasih untuk sambutannya. Oh ya, apa Pochi sudah kembali?" tanya Ardh.
"Pochi? Pelayan yang satu lagi? Belum, dia belum kembali" jawab Adnan.
"Hmm… kemana perginya Pochi? Kenapa dia belum pulang juga? Padahal dia kan bisa pulang kapan saja dengan berpindah tempat dalam sekejap menggunakan kemampuan manipulasi ruang dan waktunya" gumam Ardh dalam hatinya.
Tiba-tiba pundak Ardh disentuh oleh Syuhada. Ardh menoleh ke arahnya dan melihat Syuhada menggelengkan kepala ke arahnya.
"Aku tidak perlu khawatir? Baiklah" sahut Ardh dalam hatinya.
Syuhada mengangguk.
Mereka pun akhirnya duduk di ruang tamu dan mendiskusikan upah Trenia karena telah bekerja membantu penjualan di kios milik Syuhada. Meski dibilang upah, itu lebih seperti bagi hasil karena Trenia mendapatkan hampir semuanya. Meski awalnya gadis itu menolaknya, namun setelah dibujuk, pada akhirnya dia menerimanya juga.
Setelah perundingan selesai, tiba-tiba saja terdengar ketukan di pintu.
"Apa itu Pochi?" tanya Syuhada dalam hatinya.
「Tepat sekali.」
"Ya, sebentar…" ucap Telia menghampiri pintu dan membukanya.
Saat dibuka, terlihatlah sosok Pochi, Louis, dan seoeang perempuan yang tak dikenal.
[§ Hamba ini telah kembali, bersama tuan kepala desa dan Deana. §]
"Pochi menyebutnya dengan nama!?" ucap Ardh dalam hatinya dengan terkejut.
"O—oh… kalau gitu silakan masuk" sahut Telia mempersilakan masuk.
Ketiganya pun masuk melewati Telia. Lalu Pochi terlihat langsung menghampiri Syuhada dan berlutut di depan tempat duduk majikannya itu.
[§ Hamba ini melaporkan, tugas sudah hampir selesai. Mohon maaf apabila hamba tak bisa menyelesaikannya sesuai yang diharapkan. Namun transaksi bisa diselesaikan dengan persetujuan Master. §]
"Aku sudah menduganya. Itulah kenapa ia begitu lama kembali. Sepertinya banyak yang terjadi ya di sisi sana" komentar Syuhada dalam hatinya.
Syuhada menyentuh pundak Pochi kemudian mendekatkan mulutnya ke telinga Pochi.
"Kerja bagus. Aku tak mengharapkan hasil yang sempurna karena takdir itu tak bisa terduga. Karena itu, jangan khawatir. Aku tak kecewa padamu. Sekali lagi kerja bagus" bisik Syuhada.
[§ Hamba ini bersyukur mendengarnya. §]
"Lagipula Pochi, bisa kamu jelaskan siapa yang kamu bawa ini? Apa dia yang ingin kamu perkenalkan padaku?" tanya Syuhada dalam hatinya.
[§ Ya, dia adalah bawahan yang baru saja hamba dapatkan ketika misi dari Master. §]
"Eh!? Apa yang terjadi? Kenapa Pochi tiba-tiba menjawab tanpa ditanya? Apa dia mengerti hanya dari tatapan saja?" pikir Deana bingung dan bertanya-tanya.
[§ Deana, perkenalkan diri pada Master. §]
"B—baik!" sahut Deana.
Deana kemudian maju dan berlutut di sebelah Pochi.
"N—nama hamba adalah Deana Renviel von Valhein. Hamba adalah puteri seorang Duke di kerajaan Neirland. Hormat hamba kepada majikan dari Pochi!" ujar Deana dengan gugup.
Suasana sekitar benar-benar canggung dan itu menambah rasa aneh dan gugup dari Deana.
"Kenapa aku begitu gugup? Padahal aku sudah terbiasa dengan etika kebangsawanan. Aura anak ini, bukannya dia lebih agung daripada seorang raja? Dan apa-apaan dengan suasana canggung ini?" gerutu Deana dalam hatinya.
"Sepertinya dia memang bangsawan ya? Kupikir hanya gayanya saja. Aku tak mendeteksi kebohongan dalam perkataannya. Lagipula siapa yang kamu sebut beraura agung? Aku ini hanya orang biasa lah!" protes Syuhada dalam hatinya.
"Jadi kamu adalah orang yang hendak membeli apel-apelnya?" tanya Ardh.
"Ya, hamba kemari memang berniat untuk membeli semua apelnya" jawab Deana.
"Apa kamu orang yang sama yang menjalin koneksi dengan Louis, kepala desa?" tanya Ardh lagi.
"Louis? Kepala desa? Siapa itu? Yang hamba tahu hanya tuan Pochi" jawab Deana.
Ardh menoleh ke arah Syuhada, dan Syuhada tampak mengangguk.
"Kalau begitu apa urusanmu datang kemari?" tanya Ardh lagi.
"Urusan hamba adalah untuk menyelesaikan transaksi juga untuk memperkenalkan diri hamba kepada majikan dari Pochi sekaligus mendapatkan res— izin untuk menggunakan penyimpanan" jawab Deana secara lengkap.
Ardh menoleh ke arah Syuhada lagi, dan terlihat Syuhada mengangguk.
"Baik, untuk perkenalan diri sepertinya sudah selesai kan? Untuk transaksi mari kita lakukan sekarang. Dan untuk masalah izin, mari kita diskusikan setelah transaksi selesai" ungkap Ardh.
Deana bernapas lega.
"Jadi, berapa harga yang kamu tawarkan?" tanya Ardh langsung ke pokok utama.
"Untuk semua apelnya, hamba berani menawar 10.000 bright"
"Oh~" ucap Ardh tersenyum.
"10.000 koin emas Brightion? Bukankah itu terlalu banyak?" komentar Adnan dalam hatinya.
"Bright itu apa?" tanya Trenia dalam hatinya.
Ketika beberapa orang terkejut, beberapa yang lain terlihat bingung, sementara sisanya terlihat tak peduli. Salah satu yang tak peduli adalah Syuhada.
"Itu memang terlalu banyak. Tapi bukan itu yang aku inginkan sebenarnya dalam pertukaran ini" ujar Syuhada dalam hatinya.
"Berani menawar segitu, apa kamu membawa uangnya sekarang? Aku tak melihat kamu membawanya di mana pun. Koper itu pun nampaknya hanya berisi pakaianmu, kan?" terka Ardh.
"B—bagaimana dia tahu kalau koperku hanya berisi pakaian?" ucap Deana dalam hatinya terkejut.
"Jadi, bagaimana kamu bisa membayarnya?" tanya Ardh lagi.
"Hamba minta diberikan waktu untuk mengumpulkan uangnya. Untuk itu hamba meminta izin untuk pergi ke kota. Dan hamba meminta izin untuk menggunakan penyimpanan" ungkap Syuhada.
Ardh melihat ke arah Syuhada, dan saat ini tampak Syuhada sedang berpikir.
"Karena dia sudah terdaftar sebagai bawahanku, apakah dia ada kesempatan untuk mengkhianatiku?" gumam Syuhada dalam hatinya.
「Berkhianat itu tidak mungkin baginya sekarang. Ia sudah menjalin kontrak jiwa dengan {Al-Kahf}.」
"Kontrak jiwa?!" ucap Syuhada dalam hatinya dengan terkejut.
「Orang yang sudah menjalin kontrak jiwa, takkan bisa berkhianat. Karena jiwanya akan selalu mematuhi pemegang kontrak.」
"Apa itu kontrak yang sama dengan kontrak jiwaku dengan Ardh?" tanya Syuhada dalam hatinya penasaran.
「Berbeda. Kontrak jiwa {Al-Kahf} dengan individu ‹Deana Renviel von Valhein› adalah kontrak jiwa bawahan.」
"Oh, jadi karena itu aku mendapatkan pemberitahuan yang waktu itu. Tunggu, kalau begitu kontrak jiwaku dengan Ardh kontrak jiwa apa?" tanya Syuhada dalam hatinya lagi.
「…」
"Diam ini lagi" keluh Syuhada dalam hatinya.
Syuhada menyudahi pose berpikirnya dan kemudian mulai menegakkan posisi duduknya.
"Saya, Syuhada dengan ini memberikan izin kepada ‹Deana Renviel von Valhein› untuk menggunakan sebagian fungsi dari {Al-Kahf} dengan aturan sebagai berikut:
• Penyimpanan item apapun (termasuk makhluk hidup apabila darurat dalam artian membahayakan nyawa [User] atau nyawa orang lain).
• Ukuran item tak lebih besar dari 9×9×9 meter.
• Berat item tak lebih dari 100 ton per item.
• Batas suhu item antara 100° hingga -100° celcius.
• Jumlah slot 20.
• Jumlah item per slot 99.
• Item dengan nama, jenis, bentuk, ukuran, suhu, berat, dan kualitas berbeda tidak bisa ditumpuk di slot yang sama.
• Ada atau tidak ada perubahan waktu di dalam penyimpanan, bisa disesuaikan sesuai kehendak [User].
• [User] mendapatkan fitur pemprosesan dan diizinkan untuk memproses item di dalam penyimpanan.
Daftar proses yang diizinkan:
- Memasak → dibutuhkan peralatan memasak dan bahan masakan untuk berada di dalam penyimpanan untuk melakukannya; dibutuhkan pengetahuan metode memasak untuk melakukannya.
- Mencuci → dibutuhkan alat pembersih, media pembersih, dan bahan pembersih untuk melakukannya; dibutuhkan pengetahuan metode mencuci untuk melakukannya.
• [Master] bisa memantau, mengontrol, dan mengambil apapun dalam penyimpanan [User] yang bersangkutan.
• [Master] bisa mengubah aturan kapanpun tanpa sepengetahuan [User].
• [Master] bisa mencabut izin kapanpun tanpa sepengetahuan [User].
• Ketika izin dicabut, maka semua item di penyimpanan [User] akan dimuntahkan di dekat [User].
• Aturan khusus sementara: Slot pertama dapat menampung apel dalam jumlah tak terbatas hingga [Master] sendiri yang mencabut aturan tersebut." ungkap Syuhada dalam hatinya.
Ekspresi Deana langsung berubah, terlihat keterkejutan di wajahnya saat ini. Ia seperti melihat sesuatu yang menakjubkan yang tak bisa dilihat oleh orang lain.
"Tadinya fitur itu ingin kutambahkan untuk Silver rank dan lebih tinggi. Tapi aku belum terpikirkan rencana lengkapnya. Jadi anggap saja ini uji coba" ujar Syuhada dalam hatinya lalu menghela napanya.
"Sepertinya keinginanmu sudah dipenuhi oleh tuan Hada. Sekarang tinggal kami menanti pemenuhan janjimu" ujar Ardh mampu menebak situasi saat ini.
"H—hamba akan berusaha sekuat tenaga untuk memenuhinya!" sahut Deana dengan tegas.
"Pochi, berikan apelnya padanya sekarang" pinta Syuhada dalam hatinya kepada Pochi.
Deana dibuat terkejut lagi, karena tiba-tiba ada apel dalam jumlah yang absurd di penyimpanannya.
"Tuan Hada menantikan pembayaranmu" lanjut Ardh pada Deana.
"B—baik!" sahut Deana.
Orang-orang disekitar mereka hanya bisa bengong karena tidak mengerti pertukaran percakapan mereka itu. Kecuali Adnan dan Louis, setidaknya mereka berdua mengerti sesuatu tentang masalah pembayaran. Mereka tahu yang dimaksud oleh Ardh dan Deana adalah masalah apel.
"Karena semuanya sudah beres, bagaimana kalau sekarang kita makan? Hmm… sebentar, kita masih punya sisa daging dari kios, aku akan memasaknya dengan cepat! Tuan Hada!" ujar Ardh kemudian memanggil Syuhada.
Syuhada mengerti dan memunculkan sepotong besar daging yang dengan sigap ditangkap oleh Ardh dengan kedua tangannya.
[§ Biar hamba ini bantu. §]
"A—aku juga!" ucap Trenia ikut berdiri bersama Pochi.
"K—kalau begitu, hamba juga!" ujar Deana ikut berdiri juga.
"Bagus! Kalau begitu, kita bagi tugas!" sahut Ardh memberi komando.
Dan ketiga relawan itu pun bersorak menyahut bersamaan.
****