Chapter 18

~The Witch and The Prince (part 9)~

"Kenapa kalian tidak membangunkanku!!??"

Ring Valion saat ini sedang mengomeli 3 orang yang kini sedang duduk menekuk lutut di lantai dengan kepala tertunduk lesu. Mereka adalah Aruthor, pendeta Alfred, dan biarawati Lenys.

"Sekarang sudah jadi begini, aku juga kan yang kerepotan!? Memang benar sih yang paling berjasa di sini adalah ‹Spirit Lord of Storm›, tapi jika kita menjanjikan Aruthor yang merupakan kandidat ‹Hero of Light› sebagai eksklusif nya Sylphid, maka kuil spirit lainnya akan komplain kepadaku, tahu! Karena sejatinya ‹Hero of Light› mesti netral dan menjadi "milik bersama"!" gerutu Ring pada mereka.

"T—tapi…" ucap biarawati Lenys.

"Tidak ada tapi! Sekarang kita sudah terlanjur menjanjikan itu, maka kita takkan punya pilihan lain selain mematuhinya. Apalagi yang kita janjikan di sini adalah seorang Spirit Lord!" tegas Ring.

"M—maafkan kami…" ucap mereka bertiga dengan lesu.

"Karena nasi sudah menjadi bubur, mungkin aku tak punya pilihan lain selain menyiapkan proposal negosiasi. Meski lawan mainnya adalah seorang Spirit Lord, tapi sebagai wakil dari 3 Spirit Lord lainnya juga, dia takkan bisa memandangku sebelah mata. Misi pencarian ‹Hero of Light› adalah misi dari kuil 4 spirit, bukan hanya dia saja. Dia tak mungkin mengambil resiko memancing amarah 3 Spirit Lord lain hanya untuk egoisme nya" pikir Ring sambil terdiam.

Tiba-tiba saja mata Ring terbelalak, kemudian ia buru-buru menoleh ke arah barat, ke arah istana kerajaan berada.

"(Tekanan energi ini, sihir tingkat [Great] baru saja diaktifkan. Tapi kenapa arahnya dari istana!? J—jangan bilang—!?)" gumam Ring.

"Aruthor, ayo kita cepat-cepat kembali ke istana!" panggil Ring.

"S—sekarang!? Kenapa? Memangnya apa yang terjadi!?" sahut Aruthor yang kebingungan.

"Jangan banyak tanya, ayo cepat ikut aku!" tegas Ring.

"Ba—baik!" sahut Aruthor sambil mengangguk.

Ring pun langsung berlari keluar dari kuil, disusul oleh Aruthor di belakangnya. Mereka berdua pun menghilang ke luar kuil meninggalkan pendeta Alfred dan biarawati Lenys di sana.

Saat ini, Ring terlihat sedang berlari bersama Aruthor menuju ke istana. Dan mereka berdua bisa lihat istananya nampak runtuh diterjang sebuah ombak air raksasa yang sangat dahsyat. Mereka berdua tampak panik mellihat itu dan mempercepat lari mereka.

Di perjalanan mereka berpapasan dengan Baluztar yang juga nampak sedang bergegas menuju ke istana.

"Pangeran!? Rupanya pangeran ada di sini!? Syukurlah, hamba kira pangeran ada di istana!" ujar Baluztar terlihat bersyukur melihat Aruthor ada di sana.

"Tidak, jenderal. Aku disuruh ibu untuk keluar istana mencari angin. Karena itu, mungkin hanya ibu yang ada di istana saat ini! Ayo cepat kita ke sana! Kita harus mencari dan menyelamatkan ibu!" ujar Aruthor.

"Pangeran benar. Ayo kita segera bergegas ke istana!" sahut Baluztar.

Sementara itu, Ring meninggalkan mereka dan terus berlari meski kedua orang itu berhenti sejenak untuk saling menyapa.

"(Kenapa mereka masih ada waktu buat ngobrol di saat genting begini!?)" gerutu Ring.

Ring akhirnya sampai duluan di gerbang istana. Dari sana ia melihat istana yang sudah porak poranda hampir rata dengan tanah. Lalu di halaman depan istana ada sekelompok pasukan dengan zirah asing dan membawa bendera yang asing pula. Dan bersama pasukan itu terlihat dua orang berpakaian bangsawan yang berdiri paling depan.

"(Siapa mereka!? Penginvasi!? Kalau begitu ini gawat! Kalau aku terlibat, kerajaan Brightion juga akan terseret dalam perang nantinya!)" pikir Ring.

Ring mulai mundur dengan perlahan.

"Jangan mencoba untuk lari. Aku bisa merasakan energi sihirmu dari sini" ujar perempuan yang memakai payung.

Dia adalah River. Puteri dari kerajaan Pashqua yang mengaktifkan sihir sebelumnya, yang menghancurkan istana kerajaan Üdine.

River kemudian berbalik dan menoleh ke arah Ring.

"(Dia juga bisa mendeteksi ‹Mana›!? Dia bukan penyihir sembarangan!)" gumam Ring.

"Kemampuanmu menyembunyikan tekanan ‹Mana› aslimu benar-benar menakjubkan. Tapi sayang sekali, kamu takkan bisa membohongi [Dragonic Eyes] milikku" tambah River.

"([Dragonic Eyes], mata yang setara dengan [Spirit Eyes]. Kalau tidak salah, salah satu kemampuannya adalah melihat ‹Mana› sebagai pancaran cahaya, kan? Jadi karena itu dia bisa mengetahui keberadaanku bahkan sebelum melihatku. Tapi kenapa dia memiliki mata itu?)" ujar Ring mulai panik.

"Apa?" ucap River tampak terkejut.

"(Ada apa? Kenapa ia tampak terkejut?)" gumam Ring.

"[Undyne Trident]!? Darimana kau mendapatkannya, bocah!?" tanya River sambil menunjuk tongkat di lengan Ring.

"([Undyne Trident]?? Tunggu, "bocah" dia bilang!!??)" ucap Ring terkejut.

"Cepat katakan! Di mana kamu mencurinya!!?" bentak River.

"Aku tidak mencurinya! Dan jangan sebut aku "bocah"! Aku bukan bocah!!" tegas Ring.

"Oh, tidak mau mengaku ya? Kalau begitu rasakan ini!!" ucap River lalu mengarahkan payungnya ke arah Ring.

"Bahaya! Pasukan, cepat menyingkir!" suruh bangsawan yang satu lagi pada pasukannya.

Dia adalah Rein, putera mahkota kerajaan Pashqua.

Semua pasukan pun langsung menyingkir dari jalur yang akan dilalui oleh sihirnya River. Mereka tahu River selalu menggunakan sihir skala besar, jadi mereka berlari sekuat tenaga ke belakang punggung Rein yang tentunya di belakang River juga.

"[Water Dragon Spiral Force]!!!" rapal River.

Kali ini River melakukannya dengan payung terbuka dan sambil memutarnya. Dari payungnya menyembur keluar air dengan sangat juat dan dalam jumlah yang sangat banyak. Semburan air yang berputar deras membentuk spiral layaknya sebuah tornado air horizontal yang memanjang ke arah Ring. Sangat cepat baik putaran maupun getarannya hingga hanya dalam sekejap air itu sudah mencapai 1 meter di depan Ring meski jarak sebelumnya puluhan meter.

"[Overclock Mind]" rapal Ring sambil menggenggam kuat tongkatnya karena rasa terkejutnya.

Seketika dunia terasa bergerak lebih lambat bagi Ring. Bahkan gerakan spiral air di depannya kini terlihat begitu jelas baginya. Namun itu bukan berarti memang waktu yang diputar lambat, melainkann otak Ring yang bekerja jauh lebih cepat, sehingga semua informasi yang diterima oleh 5 inderanya diproses oleh otak dengan lebih cepat dan otak mampu merespon dengan lebih cepat pula. Karena itu bukan hanya dunia, tapi tubuhnya juga ikut lambat. Hanya pikiran dan kesadarannya saja yang bereaksi layaknya seperti biasanya. Tapi meski begitu, tampak air yang menerjang ke arahnya masih bergerak lebih cepat daripada yang lain di sekitarnya. Ring cuma punya waktu sekitar 30 detik sebelum air itu mencapainya.

"(Bahkan ketika aku mempercepat kinerja otakku dengan [Overclock Mind], serangannya masih terasa sangat cepat!? Tidak, aku tak boleh membuang waktu dengan memikirkan hal itu. Sekarang aku harus bagaimana untuk mengatasi serangan di depanku ini. Air ini tidak muncul secara alami, aku bisa merasakan ‹Mana› di dalamnya, yang artinya air ini tercipta dari mana, dan bukan air alami. Kalau begitu aku bisa mengatasinya dengan ini… [Magical Conversion]!)" pikir Ring.

Bersamaan dengan itu, Ring membatalkann [Overclock Mind]-nya dan seketika semua terasa kembali berjalan dengan normal.

Sihir yang baru dirapalkan Ring membuat semua air yang disemburkan ke arahnya itu menghilang dengan perlahan dan berubah kembali menjadi ‹Mana› dalam jarak sekitar 1 meter dan terus menjauh ke jarak 3 meter, dan semakin jauh lagi.

"(Apa!? Dia mengubah airku kembali ke bentuk ‹Mana›!? Bagaimana caranya!!??)" gumam River terkejut dengan yang dilihatnya mennggunakan [Dragonic Eyes] miliknya.

Merasa serangannya sia-sia, River membatalkan sihirnya sendiri dan kemudian ia mulai mengacungkan payungnya ke atas.

"(Sudah selesai kah? Kali ini apa yang hendak ia lakukan?)" duga Ring.

Di saat itu, datanglah Aruthor dan Baluztar yang baru berhasil menyusul Ring. Mereka terlihat terengah-engah karena mesti berlari melalui jalan menanjak ke bukit tempat istana kerajaan berada.

"Oh kalian baru datang? Kenapa lama sekali?" keluh Ring kepada mereka.

"M—maaf, nona Ring" ucap Aruthor.

"Apa yang sebenarnya terjadi di sini!?" komentar Baluztar ketika melihat kondisi istana saat ini.

"Oh siapa lagi kalau bukan jenderal angkatan laut yang terkenal, jenderal Würgar, kau masih hidup rupanya!" ujar Rein menyapa dengan sarkas.

"Apa!? Apa yang sedang dilakukan putera mahkota kerajaan Pashqua di negara ini?" sahut Baluztar terkejut melihat Rein.

"Tadinya aku hanya berniat untuk melakukan "diplomasi", tapi karena ada kesempatan, aku pikir "kenapa tidak sekalian invasi saja?", kan?" ungkap Rein dengan tatapan yang memandang rendah.

"Kurang ajar! Aku takkan biarkan itu terjadi!" tegas Baluztar mencabut pedangnya.

"Oh, ini dia yang kutunggu. Akhirnya aku bisa menghadapi jenderal Würgar secara langsung!" ucap Rein juga mencabut pedangnya.

Mereka berdua sudah saling siap untuk saling serang.

"Jangan mengganggu! [Magic Arts: Summoning Ritual]! 〝Raungan di dalam kegelapan! Melahirkan gelombang yang mendepak daratan! Kemunculan lagi pembawa kehancuran! Muncul ke permukaan!〞‹Oceanic Dragon King›, Daiasmo Dalus!" pekik River.

Di sekeliling tubuhnya muncul berbagai macam lingkaran sihir dengan berbagai ukuran. Namun yang paling besar ukurannya dua kali lebih besar dari istana, dan itu muncul di bawah kakinya.

"(Dia melakukan sihir pemanggilan di sini!? Celaka, aku takkan sempat memberikan perintah untuk lari. Lebih baik aku sendiri yang lari!)" gerutu Rein lalu lari menjauh secepat yang ia bisa.

Hanya beberapa saat setelahnya, air menyembur dari bawah dengan sangat kuat lurus ke atas. Menciptakan sebuah pilar air raksasa dengan ukuran sama dengan ukuran lingkaran sihir terbesar tadi. Pilar air itu mementalkan pasukan pengawalnya sendiri dan mementalkan mereka ke segala arah.

Beberapa saat kemudian, pilar air itu pecah dan muncul lah seekor naga berkulit biru kehijauan yang nampak memiliki 4 pasang sayap di atas Ring dan yang lainnya. Bersama dengan hujan yang tercipta dari pecahnya pilar air itu terlihat River yang melayang turun menggunakan payungnya dan mendarat di atas telapak tangan kiri sang naga.

Naga itu meraung dan membersihkan semua hujan itu dalam sekejap dengan gelombang kejut raungannya.

"(Naga ini, benar-benar berita buruk! Dia lebih besar daripada Aqua Dragon yang kami hadapi sebelumnya! Dia juga memiliki 4 pasang sayap!? Itu artinya dia memiliki kekuatan 4 kali lipat lebih besar daripada Aqua Dragon sebelumnya. Dan dia bahkan belum masuk ke [Wrath Mode]. Ini benar-benar mimpi buruk!)" gerutu Ring.

"Ada apa kamu memanggil kami ke tempat "busuk" ini, ‹Dragonic Priestess›?" tanya Daiasmo.

"Maafkan atas kelancangan hamba, Yang Mulia Raja Naga Lautan. Tapi hamba saat ini membutuhkan bantuan Yang Mulia" ujar River.

"Membutuhkan bantuan kami kah? Padahal kamu sendiri seorang ‹Aqua Highmage›, kamu adalah penyihir air terkuat di wilayah selat ini. Kenapa kamu membutuhkan bantuan kami?" tanya Daiasmo lagi.

"Hamba menghadapi pengguna [Undyne Trident] yang cukup mahir. Sihir air hamba hanya akan jadi mainan jika digunakan untuk melawan pengguna [Undyne Trident]. Karena itu hamba membutuhkan bantuan Yang Mulia" ungkap River.

"Jadi kamu membutuhkan bantuan dari pemilik Authority lebih tinggi ya? Keputusan bijaksana. Jadi di mana orangnya?" sahut Daiasmo.

"Itu, di sana" jawab River.

River menunjuk ke arah Ring yang ada di dekat mulut gerbang benteng istana. Daiasmo mengikuti arah yang ditunjuk oleh River dan menemukan orang yang dimaksudnya.

"Menarik. Dia adalah seorang [Aqua Highmage] sepertimu. Dan dia jauh lebih kuat darimu secara kekuatan mentah" komentar Daiasmo ketika melihat Ring.

"[Dragonic Eyes] hamba hanya mampu melihat sebagian kecil dari jumlah ‹Mana›-nya, jadi hamba tidak tahu itu" ungkap River.

"Memang, dia menyembunyikannya dengan sangat baik. Tapi itu tidak cukup untuk mengelabui mata kami, [Dragonic King Eyes]!" tegas Daiasmo dengan bangga.

Daiasmo mulai menghadapkan tubuhnya ke arah Ring dan membuka mulutnya lebar-lebar.

"[Aqua Breath]" ucap Daiasmo.

Di mulutnya mulai berkumpul air dari udara sekitar dan bercahaya kebiruan.

"Mari kita coba dia dengan napas kami yang biasa ini. Kira-kira seberapa mahir dia menggunakan [Undyne Trident] itu!" ungkapnya bersiap menembak.

Melihat naga yang terbang di atasnya kini siap menembak kearahnya, wajah Ring pun seketika menjadi pucat. Begitu pula dengan Aruthor juga Baluztar yang melihatnya dari belakang Ring.

"Jenderal? Apa yang harus kita lakukan?" tanya Aruthor yang memegang pedangnya dengan gemetar.

Ia terlihat seperti bernia mencabutnya namun tertahan.

"Kita tidak akan bisa melakukan apa-apa di sini. Yang kita lawan bukanlah naga biasa. Lihatlah, dia punya 4 pasang sayap. Yang sebelumnya hanya 2 pasang sayap saja sudah membuat kita kewalahan. Apalagi yang ini!" tegas Baluztar.

"Tapi jika kita tak melakukan apa-apa…" ujar Aruthor yang berniat membantu namun sadar kalau ia takkan sanggup.

"(Aku juga sebenarnya ingin melakukan sesuatu, pangeran! Tapi aku tak punya kemampuan yang bisa menghadapi seekor naga!)" keluh Baluztar.

Baluztar melirik ke arah Ring.

"(Nona penyihir, hanya kau lah satu-satunya harapan kami!)" tegas Baluztar.

Daiasmo mulai menembakkan napasnya. Semburan air yang sangat kuat dan sangat cepat menyembur ke arah Ring dan dua yang dibelakangnya.

"Terpaksa, [Liquidas Deus Neptunus]!!!" ucap Ring.

Tepat setelah merapalnya, Ring langsung melompat maju dan menarik semua air yang disemburkan itu dan membentuknya menjadi perisai bola air yang berputar membungkusnya seperti gelembung.

"Hahahahahaha!!! Boleh juga! Kamu tidak mencoba menahannya, tapi mengendalikannya, mengalihkannya, dan menjadikannya sebagai milikmu! Itu sangat cerdas!" puji Daiasmo merasa sangat terkesan.

"(Sepertinya aku berhasil melewati garis kematianku. Syukurlah. Jika saja aku telat mengambil keputusanku, maka diriku dan semua yang dibelakangku, termasuk kotanya akan hancur tenggelam)" gumam Ring.

"Kalau begitu bagaimana dengan ini? Apa yang akan kamu lakukan dengan ini? [Storm Breath]" ujar Daiasmo membuka mulutnya.

Lalu di mulutnya, kali ini bukan hanya air, tapi juga angin mulai berkumpul di sana. Air dan angin itu seakan melebur menciptakan bola yanng berputar dengan sangat kencang.

"(Kau pasti bercanda! Dia bahkan tidak masuk ke [Wrath Mode]. Kenapa dia bisa mennggunakan dua elemen bersamaan!?)" protes Ring.

Ring tak bisa bergerak, kakinya gemetar. Dia mengumpulkan air di sekitarnya dan menciptakan pusaran air di kakinya untuk menopang tubuhnya supaya tidak jatuh karena kakinya yang melemas.

"(Benar juga, aku harus menjauh dari sini! Jika sampai ia menembakannya ke sini maka semuanya bisa gawat!)" gumam Ring.

Ring kemudian melesat terbang menjauh dari kawasan istana.

"Mencoba memancing kami untuk menembak ke arah lain? Bodoh. Kami tidak mencoba membunuhmu. Kami hanya ingin mengujimu. Kami ingin lihat apa yang akan dan bisa kamu lakukan kalau kami menggunakan napas kami, penyihir kecil. Jangan sok tahu" ungkap Daiasmo yang tak mempedulikan Ring dan tetap mengarahkan napasnya ke tempat sebelumnya.

Ring yang menyadari naga itu tak mengikutinya dan hanya melirik ke arahnya menyadari kalau naga itu sedari tadi hanya bermain-main dan menguji kemampuannya saja. Maka ia pun berhenti dan kini terbang ke arah Daiasmo.

"Tch, naga sialan! Aku tak boleh membiarkan kandidat [Hero of Light] mati di sini hanya karena permainanmu. Rasakan ini!" tegas Ring kemudian menembakkan seluruh air di perisai airnya ke arah Daiasmo.

Tapi air yang meluncur bagai laser air itu semua berhenti di udara sebelum sempat menyentuh tubuh Daiasmo.

"Apa!?" ucap Ring terkejut.

"Mengecewakan. Apa hanya sampai di situ puncak kemampuanmu?" tanya Daiasmo lalu dengan mata sayu ia menembakkan semburan badainya yang sedari tadi ia tahan di mulutnya.

"Aruthooooooorrrr!!!" panggil Ring menjerit.

Tapi entah jeritan atau semburan badai yang lebih dulu mencapai Aruthor. Halaman istana itu meledak hebat memusnahkan bukit tempat istana berada itu dalam sekejap.

Gelombang kejut ledakannya juga mencapai bagian kota yang terdekat. Yang paling dekat tentu saja bangunannya hancur rata dengan tanah, agak jauh sedikit hanya roboh, agak jauh sedikit temboknya ambrol jendela pecah, agak jauh sedikit hanya atap melayang, dan yang paling jauh bangunan bergetar hebat dan menjatuhkan semua propert yang ada di luar maupun dalamnya.

Laut terlihat bergelombang hebat akibat angin kencang dari gelombang kejut ledakan.

Semua wilayah kota dipenuhi kengerian hanya karena satu tembakan napas dari sang naga. Terlihat para penduduk kota panik mencoba menyelamatkan diri sementara di sekitar mereka banyak puing-puing berserakan juga jasad-jasad manusia yang terlempar dan berjatuhan di sekitar mereka. Situasi kota dipenuhi oleh teror dan horor.

"Katakan pada kami, apa hanya itu kemampuanmu, nona penyihir? Jika hanya itu batas kemampuanmu, maka serahkan tongkatmu itu pada kami. Dan akan kupastikan kematianmu cepat dan tak menyakitkan" pinta Daiasmo sambil menjulurkan tangannya.

Ring nampak diam dan tertunduk.

"Hm?? Kenapa diam saja? Apa melihat hal tadi merusak pikiranmu? Sepertinya aku berlebihan ya?" ucap Daiasmo.

Tapi Ring mulai mengangkat kepalanya, dan menatap Daiasmo dengan mata bercahaya kebiruan. Di belakang punggungnya muncul lingkaran sihir dan muncul 2 pasang sayap dari pusaran air.

[ "Apa ledakan yang barusan tadi ulahmu, Dai?" ]

Suara yang asing terdengar dari mulut Ring.

"Oh, suara ini? Apa itu kamu, Dyne?" sahut Daiasmo.

"Dyne" di sana dibaca sebagai "Dain".

"("Dyne"??? Dyne siapa? Jangan bilang itu Undyne Paladyne, ‹Spirit Lord of Flood›!!??)" terka River.

[ "Sepertinya memang ulahmu. Berani sekali kamu membangunkan aku dari tidurku. Aku sedang enak-enak tidur dan bermimpi bertemu dengan ‹True King›. Tapi kau seenaknya menciptakan gemuruh sialan itu sampai terdengar ke kuilku, dasar berengs◦k!" ]

"Kamu membuang-buang waktumu di tubuh itu hanya untuk mengomel?" tanya Daiasmo.

[ "Benar juga, waktuku terbatas. ‹Mana› anak ini memang banyak untuk standar manusia. Tapi itu hanya mampu mempertahankanku di tubuh ini selama 1 menit saja. Jadi, izinkan aku melakukan ini selagi sempat." ]

Dia mengarahkan [Undyne Trident]-nya ke arah Daiasmo.

Daiasmo bingung dengan niat Undyne.

Terlihat keempat sayap Undyne berubah menjadi bentuk kepala ‹Aqua Serpent› dan menghadap ke arah Undyne menunjuk menggunakan tongkatnya, yaitu ke arah Daiasmo. Di depan masing-masing kepala iu terbentuk lingkaran sihir lalu muncul lah lingkaran sihir yang lebih besar membentuk cincin di sekeliling [Undyne Trident]. Lalu di depan 3 moncongnya muncul 3 lingkaran sihir dengan lingkaran sihir yang ditengah beda sendiri karena berukuran besar.

"Oohh! Ini dia! Ayo beradu sihir lagi, Dyne!" tegas Daiasmo dengan semangat.

Daiasmo juga membentang sayapnya lebar-lebar dengan memposisikan kepalanya ke tengah menghadap ke arah Undyne. Di depan masing-masing sayapnya muncul lingkaran sihir dengan satu lingkaran sihir paling besar di depan mulutnya.

[ "[Tridentium Maxim Liquid Hellim]" ]

"[Octaion Paradium Blaster]" rapal Daiasmo.

Lalu keduanya pun saling menembakkan serangan mereka menciptakan cahaya yang menyilaukan.

****

Seorang anak laki-lakk sedang menatap sebuah sumur. Itu adalah sumur yang berada di bawah istana yang biasa digunakan oleh istana untuk mendapatkan suplai air mereka. Sumur itu tetap berair meskipun sumur-sumur lain di kota telah kering.

Anak laki-laki itu menengok ke dalam lubang sumur dan melihat kalau memang di dalam sumur itu masih banyak airnya dan sangat jernih.

Anak laki-laki yang sedang melihat sumur itu adalah Syuhada. Anak yang selalu ditemani oleh sebuah buku putih yang tak bisa dilihat oleh siapapun kecuali dirinya.

「Terjun.」

"(Hah? Terjun kamu bilang?)" sahut Syuhada.

「Terjun.」

Tanpa menjelaskan apapun buku putihnya terus menyuruhnya untuk terjun ke dalam sumur itu.

"(Apa aku akan mati apabila terjun ke dalam sana?)" tanya Syuhada.

「…」

"(Terserahlah. Mati pun tak masalah bagiku. Mari kita lakukan)" ungkap Syuhada lalu mulai naik ke tepian dinding sumur.

"(Apapun yang ENGKAU kehendaki atasku, akan kuterima)" ucap Syuhada lalu melompat ke dalam sumur.

「Jangan lupa mengambil napas.」

Syuhada menurutinya. Ia pun jatuh dan terjebur ke dalam air sumur. Ia terus tenggelam ke dalam akibat gaya momentum jatuhnya.

「Lihat ke kanan. Ada sebuah jalan. Pergilah ke sana.」

Syuhada berbalik ke kanan dan memanglah terlihat ada jalan. Syuhada berenang ke sana dan mendapati kalau lorong yang dilaluinya adalah lorong buatan karena ia bisa melihat batu-batu yang dipasang berjajar dengan rapi di sana.

「Berenang lah lebih cepat. Atau kalau tidak, The One Who Have Guidance akan kehabisan napas sebelum sempat sampai ke tujuan.」

Mendapat teguran itu, Syuhada berenang lebih cepat menggunakan kaki dan tangannya meraih dinding dan menjadikannya media untuk menarik dan mendorong tubuhnya dalam air.

Buku putih itu terus mengikutinya dan anehnya buku itu tak terlihat basah sama sekali. Seolah buku itu hanya sesuatu yang khayal yang ada di penglihatannya dan tak ada di dunia nyata. Namun anehnya cahayanya tetap menerangi sekitarnya, meski hanya untuk penglihatan Syuhada saja.

Sekian lama menyusuri lorong, akhirnya ia sampai di sebuah tempat luas lainnya. Namun nampaknya itu bukan sebuah sumur, dan lebih ke sebuah kolam. Karena ukurannya yang luas dan meluas ke permukaan.

Syuhada pun berenang ke permukaan dan terlihatlah ia kini berada di sebuah goa yang cukup luas. Dan di depannya kini terlihat sesuatu yang mengejutkannya.

"T—tempat apa ini!?" tanya Syuhada.

「Ini adalah sebuah kuil.」

"Kuil spirit?" tanya Syuhada lagi.

「Kuil The Creator.」

Jawaban buku putih mengejutkan Syuhada.

"The Creator punya kuil?" tanya Syuhada lagi.

「Tidak. The Creator of All Creations tak butuh kuil. Kalian lah yang butuh kuil. Kalian lah yang membuat kuil-kuil itu.」

"Aku tak terlalu mengerti, tapi baiklah" sahut Syuhada.

Di tengah kuil itu tampak ada sebuah altar kecil. Dan di atasnya ada sebuah cermin. Cermin kecil yang bergagang yang biasa digunakan untuk berdandan. Namun yang ini memiliki gaya desain yang begitu mengagumkan dan terkesan elegan juga suci. Akan tetapi, Syuhada menyadari kalau kaca cerminnya pecah. Yang tersisa hanya kristal di pinggiran lubang tempat kaca cerminnya itu seharusnya berada.

"Apa ini?" tanya Syuhada sambil menunjuknya.

「Ambil.」

"Hah?" sahut Syuhada bingung.

「Ambil.」

"Baiklah" balas Syuhada kemudian meraih cermin itu.

Saat menyentuhnya, Syuhada kemudian tersentak.

Tiba-tiba di dalam pikirannya muncul beberapa gambar yang tak pernah dilihatnya sebelumnya.

Gambar orang-orang bersayap putih. Laki-laki dan perempuan. Sayap dari garis-garis cahay yang terlihat membentuk berbagai macam simbol yang semuanya menyatu menjadi sayap. Sayap yang terang benderang.

Gambar orang-orang bersayap yang hidup makmur dan hidup di puncak-puncak gunung dalam bangunan-bangunan megah bercahaya terang.

Gambar orang orang bersayap yang mengacungkan tombak bercahaya ke atas langit, dengan seorang sosok pemimpin yang membawa tombak paling depan dan mengacungkannya paling tinggi dengan cahaya paling terang diantara yang lainnya.

Gambar orang-orang bersayap yang menaklukan darat, udara, dan lautan dan berdiri dipuncak-puncak tertinggi tiap negeri.

Gambar orang-orang bersayap yang mengusir dan mengucilkan seorang perempuan bersayap.

Gambar orang-orang bersayap yang menghancurkan kuil-kuil sambil pemimpinnya mengacungkan tombaknya ke arah langit.

Gambar orang-orang bersayap yang terbang ke langit hingga batas tertinggi yang bisa mereka capai.

Gambar orang-orang bersayap yang dihadang sosok humanoid bercahaya dengan sayap sejauh mata mampu memandang dan jumlahnya sejauh makhluk mampu menghitung di waktu luangnya, ukuran makhluk itu melebihi yang bisa dicerna semua makhluk.

Lalu yang terakhir gambar orang-orang bersayap yang melihat cahaya terang benderang layaknya melihat cahaya fajar.

Sesudah itu, tak ada lagi gambar yang muncul dan Syuhada seperti kembali ke alam nyata. Seluruh gambar itu serasa ia mengalami sendiri dan ia berada di sana juga. Gambar virtual reality dalam skala yang lebih nyata.

"A—apa yang barusan itu?" tanya Syuhada.

「Itu tadi adalah sejarah masa lalu dari pembangun kuil ini. Kaum Aein yang dikasihi oleh The Creator of All Creations namun berkhianat karena kesombongan mereka dan berakhir dimusnahkan dengan cahaya yang menjadi elemen kebanggaan mereka.」

"Tumben sekali dijelaskan sebanyak itu" komentar Syuhada.

「…」

Tiba-tiba saja terjadi gempa. Tanah, dinding, dan atap tempat itu bergetar. Tak lama kemudian getaran itu selesai. Beruntung tempat itu tidak runtuh oleh getaran tersebut.

"Gempa apa itu tadi?" ucap Syuhada.

「Terjadi sesuatu di luar.」

"Apa yang terjadi?" tanya Syuhada.

「The One Who Have Guidance tak perlu khawatir.」

"Benarkah?" balas Syuhada.

「Benar.」

Syuhada kemudian melihat ke arah cermin genggam di tangannya.

"Sekarang apa yang harus aku lakukan dengan ini?" tanya Syuhada.

「Perbaiki.」

"Perbaiki? Aku yang harus memperbaikinya? Bagaimana caranya!?" gerutu Syuhada.

「Pertama, cari dulu bahan cerminnya.」

"Di mana?" tanya Syuhada.

「Di utara.」

"Utara? Di mana tepatnya?" tanya Syuhada lagi.

「Kami akan tunjukkan jalannya padamu.」

Syuhada menatap lagi ke arah cermin di tangannya lalu kembali menatap ke arah bukunya.

"Baiklah. Tunjukkan jalannya" ujar Syuhada.

「Dengan senang hati.」

****

Nurolia hampir saja terkena gelombang air yang mengarah kepadanya, sebelum akhirnya ia memunculkan sayap dari punggungnya. Sayap yang hanya sebelah dan terlihat hanya seperti sehelai benang itu. Sayap dari cahaya berwarna putih layaknya garis fajar.

Bersamaan dengan munculnya sayap itu, waktu berhenti. Gelombang air yang hendak menerjangnya, juga segala yang ada di sekelilingnya kini hanya menjadi seperti lukisan. Mereka diam tak bergerak.

"Para manusia ini, mereka lebih mengedepankan nafsunya daripada kebijaksanaannya. Padahal dari ras yang sama dengan beliau, tapi kenapa begitu berbeda? Aku akan mundur untuk sementara. Ring Valion, untuk yang selanjutnya, aku serahkan kepadamu. Aruthor puteraku, semoga The Creator menjagamu. Tenang saja, apabila mereka mencoba menyakitimu, maka aku akan datang menyelamatkanmu, kali ini" ujar Nurolia lalu menghilang.

Dan bersamaan dengan menghilangnya sosok Nurolia dari sana, waktu mulai berjalan kembali. Istana kerajaan Üdine hancur porak-poranda oleh hantaman gelombang air yang besar dan ganas itu.

Nurolia muncul kembali di sebuah kota yang begitu ramai. Kota di semenanjung di pesisir lautan. Terlihat kapal-kapal besar berlabuh di sana. Mulai dari kapal transportasi, kapal dagang, sampai ke kapal pribadi para bangsawan. Hanya saja untuk kapal bangsawan yang terlihat mewah berada di pelabuhan terpisah di dermaga yang terlihat lebih elit.

Nurolia melipat sayapnya dan mengubahnya menjadi jubah putih yang menutup hampir seluruh badannya kecuali wajah dan telapak kaki. Itu adalah jubah putih polos tanpa riutan di mana pun seolah baru selesai disetrika.

Nurolia melompat dari atas bangunan turun ke jalanan gang di samping bangunan tersebut. Kemudian ia keluar menuju ke jalan utama bersikap seperti orang-orang lewat lainnya.

"Topengnya! Ayo dibeli, topengnya! Adek, kakak, paman, bibi, bapak, ibu, semuanya! Ayo dibeli topengnya! Semuanya kualitas tinggi dan detail! Tahan banting tahan cuaca! Penuh warna dan lucu-lucu! Yang keren juga ada! Ayo dibeli topengnya!"

Pedagang yang memajang dagangannya di trotoar pinggir jalan nampak menawarkan dagangannya dengan semangat. Hal itu menarik perhatian Nurolia dan akhirnya ia menghampiri pedangan itu.

"Oh nona? Tidak, tuan? Hmm…" ucap pedagang itu karena kesulitan melihat wajah Nurolia.

"Ada apa?" tanya Nurolia.

"Oh, nona! Ya silakan dilihat-lihat! Mungkin ada yang menarik minat anda? Seperti yang ini. Ini cocok untuk digunakan ke pesta dan acara formal bertema" ujar si pedagang topeng menunjuk ke arah topeng-topeng cantik yang hanya menutup area sekitar mata saja itu.

"Tidak, aku butuh topeng yang menutup seluruh wajah. Kalau boleh yang keren. Seperti topeng pahlawan lokal atau monster yang keren" pinta Nurolia.

"Oohh… untuk adik anda ya? Kalau begitu silakan lihat sebelah sini. Ini adapah topeng-topeng yang sedang populer dikalangan anak laki-laki saat ini" jawab si pedagang topeng dengan semangat menunjuk ke arah topeng di arah sebaliknya.

Nurolia nampak bingung hendak memilih yang mana.

"Saya merekomendasikan yang ini. Ini adalah topeng helm zirah naga biru milik ‹Hero of Dragon› Minato Natsumi" tambah pedagang itu.

"Kalau lawannya apakah ada? Biasanya dia suka peran sebagai lawan Hero soalnya" pinta Nurolia lagi.

"Oh, tentu saja ada! Ini! Ini adalah topeng ‹White Demon King› Becus Beworn. Demon King yang dikalahkan oleh Hero Minato Natsumi dalam kisah pembebasan benua selatan" jelas pedagang topeng itu sambil menunjuk topeng yang dimaksud.

"Becus" di sana dibaca sebagai "Bisas".

"Ini kelihatan keren. Kalau begitu aku beli. Berapa harganya?" tanya Nurolia.

"Murah. 100 koin perak saja" ujar pedagang itu dengan senyum lebar di wajahnya.

"Mahalnya! Ini cuma topeng kayu saja, kan?" protes Nurolia.

"Mohon pengertiannya nona, ini dibuat dari bahan yang terbaik. Kayunya juga dari kayu khusus dari pohon tertentu yang diimpor dari timur" ujar pedagang topeng itu.

"Tadi kamu bilang ini tahan banting kan?" tanya Nurolia.

"Ya. Itu tahan banting dan tahan cuaca" jawab pedagang topeng itu.

"Kalau begitu aku akan mencoba melemparnya ke tanah, apakah ini akan pecah atau belah?" ucap Nurolia lalu mengangkat topeng itu tinggi-tinggi.

"Silakan" sahut pedagang topeng itu tak gentar sama sekali.

"Oh kamu tak terlihat takut sama sekali. Tenang saja, jika kamu benar-benar jujur tentang topeng ini, maka aku akan menambahkan bonus dengan membelinya seharga 150 koin perak" ungkap Nurolia kemudian tanpa ragu lagi membanting topeng itu ke lantai trotoar.

Suara benturan kayu terdengar keras, namun terlihat topeng itu tidak apa-apa. Nurolia mengambil topeng itu untuk melihat lebih jelas keadaan topeng itu setelah dibanting. Dan memang benar topeng itu tidak apa-apa. Catnya memang sedikit tergores, namun kayunya sendiri tidak retak ataupun belah sedikit pun. Hanya sedikit penyok.

"Ini benar-benar seperti yang kamu katakan. Sepertinya kamu memang jujur. Kalau begitu ini bayaranmu seperti yang aku janjikan. Ambil saja kembaliannya" ujar Nurolia menyerahkan satu koin emas.

"Oh terima kasih! Silakan belanja lagi kalau ada waktu!" ucap pedagang itu dengan girang menerima koin emas itu.

Nurolia pun pergi sambil membawa topeng itu bersamanya.

Nurolia berbelok dari jalan utama ke jalan kecil. Ia menuju ke area kumuh kota itu lalu ia memakai topeng yang baru saja dibelinya itu.

Di kawasan kumuh ia jadi begitu mencolok karena memakai pakaian putih bersih di kawasan kota yang kotor dan penuh sampah. Apalagi orang-orang di sana semuanya memakai pakaian kumal dan berwarna tak jauh dari cokelat ataupun warna kulit sawo matang. Paling cerah juga paling berwarna krem, itu pun pakaian itu tidak sebersih pakaian Nurolia saat ini.

Karena saking mencoloknya, ia pun akhirnya menarik perhatian dari orang-orang yang bergerak di dalam bayangan kota kumuh, para kriminal yang haus dan lapar secara harfiah karena kemiskinan mereka. Sehingga mereka tanpa ragu mengepung Nurolia di jalanan yang sepi itu.

"Oh, apa ini kira-kira?" ucap Nurolia masih dengan santai.

Nurolia bisa melihat orang-orang yang tinggal di sana mulai menutup jendela dan pintu mereka tak ingin terlibat dengan kejadian itu.

Nurolia tersenyum.

Namun senyuman itu tersembunyi di balik topeng.

Para lelaki kotor dan lusuh yang mengepung Nurolia terkekeh-kekeh tertawa dan menyeringai merasa menemukan sasaran yang empuk.

"Ini dia yang kucari" ucap Nurolia.

****

※ Author note:

Mulai saat ini perkataan dalam hati dan pikiran akan berada dalam kurung "(…)". Mohon maaf atas ketidak nyamanan karena perubahan yang tiba-tiba.