~Syuhada vs. Ice Wyvern~
Syuhada sudah dalam keadaan siap bertarung memegang belatinya. Wyvern yang ada di depannya juga terlihat sudah sangat murka dan meraung ke arahnya.
"{Wahai angin, jadilah pedangku, jadi sekutu belatiku!}" ujar Syuhada.
Lalu angin berputar menciptakan pusaran di belatinya.
"{Wahai angin, jadilah selendangku, jadi sayap yang membawaku terbang ke angkasa!}" lanjut Syuhada.
Lalu angin mulai berkumpul dan berputar-putar di sekitar tubuh Syuhada menjadikan mereka layaknya selendang transparan namun bentuknya masih nampak meski samar-samar karena pembiasan cahaya.
Tubuh Syuhada mulai terangkat naik dan melayang-layang.
"✾ Mari kita mulai pertarungannya, nona wyvern ✾" tantang Syuhada.
Wyvern itu mulai membuka mulutnya, namun bukan untuk menyemburkan napas beku, melainkan untuk menggigit. Wyvern itu mencoba untuk melahap tubuh kecil Syuhada. Akan tetapi Syuhada menghindar dengan terbang mundur.
"✾ Apa kamu bodoh, nona wyvern? Serangan seperti itu takkan bisa mengenaiku yang sudah dibantu oleh angin! ✾" ujar Syuhada.
❝Diaaammm!!! Kemari kau manusia laknat!!!❞
Wyvern itu pun mengejar Syuhada dengan merangkak. Syuhada mengayunkan belatinya tiga kali, dan terciptalah tiga sabit angin yang melesat ke arah sang wyvern. Namun wyvern itu menghindar dengan cara mengepakkan sayapnya dan terbang ke atas. Sambil melakukan itu, wyvern itu tak lupa untuk menyerang Syuhada dengan napas bekunya. Sayangnya Syuhada dengan santai menambah kecepatan terbangnya dan napas beku yang ditembakkan ke arahnya itu tak mampu mengejarnya.
Terlihat daerah yang terkena napas beku itu langsung berubah menjadi daerah beku bersalju yang tertutup kabut sesaat.
"(Jadi itu ya efek napas bekunya)" duga Syuhada.
「Ya. Napas beku dari ‹Ice Wyvern› mampu mengubah suatu tempat menjadi tundra. Dan apabila makhluk hidup terkena napas beku itu, tubuh mereka akan mengalami kedinginan, frostbite, dan kalau semakin lama maka akan mati membeku.」
"(Tapi karena aku punya sang angin bersamaku, maka napas itu selalu dikumpulkan, dikendalikan, dan dipecah oleh mereka sebelum sempat memberikan efek beku pada apapun. Angin benar-benar mengerikan ya)" komentar Syuhada.
Syuhada mampu berbincang-bincang santai dengan Hud karena ia tidak mengendalikan anginnya, ia hanya membiarkan angin yang menjadi selendangnya itu membawa tubuhnya menjauh dari napas beku yang terus mengejarnya. Meski napas beku itu selalu berakhir menghantam area kosong karena tak mampu mengejar targetnya.
❝Jangan terus lari kau, lalat sialan!❞
"✾ Jadi nona sebenarnya menganggapku manusia atau lalat sebenarnya? ✾" balas Syuhada menanggapi.
❝Diam kau, manusia berengs◦k!❞
"✾ Anda benar-benar membingungkanku, nona wyvern ✾" komentar Syuhada.
Mereka terbang berputar-putar di area dengan radius 3 kilometer itu. Semakin lama Syuhada melesat semakin cepat, dan itu membuat wyvern itu juga terbang berputar lebih cepat. Syuhada mempersempit jarak terbang antara mereka hingga membuat wyvern itu kini tanpa sadar hanya menyembur dalam posisi statis dan terus berputar.
Syuhada semakin mendekat dan semakin cepat, membuat wyvern itu makin kesulitan mengikuti gerakannya. Bahkan matanya pun kesulitan untuk fokus ke Syuhada, karena ketika ia mencoba melihat Syuhada, Syuhada selalu sudah tak lagi di sana. Membuat sosok Syuhada selalu berada sedikit ke kanan titik fokus penglihatannya.
"{Wahai angin, mari kita mulai menyerang}" ujar Syuhada.
Setelah mengatakan itu, Syuhada langsung bergerak melesat ke atas. Hal itu mengejutkan wyvern dan juga Syuhada sendiri.
"{Uwah! Tinggi! Tinggi sekali!! Dan terlalu cepat! Dadaku terasa sesak!}" gerutu Syuhada sambil melihat ke pemukaan tanah yang cepat sekali menjauhnya.
「Syin, kuatkanlah dirimu. Kamu harus mulai terbiasa dengan ini, karena mereka akan selalu melakukan ini demi membuat majikan mereka berada dalam posisi yang menguntungkan. Karena bagi mereka posisi dominan adalah posisi di atas.」
"{Tidak! Tidak! Tidak! Ini terlalu tinggi!!!}" jerit Syuhada sambil menggelengkan kepalanya dengan wajah yang pucat dan berkeringat dingin.
Ketika sudah sangat tinggi, tiba-tiba tubuh Syuhada menukik ke bawah turun dengan kecepatan yang luar biasa. Mata Syuhada sudah pusing berkunang-kunang, dan dadanya serasa sesak. Jantungnya terasa seperti jatuh terlepas dari tempatnya berada.
「Syin, kuatkan dirimu! Kuatkan kesadaranmu! Jangan pingsan!!」
Mendengar teguran dari Hud, Syuhada langsung merapatkan giginya dan menggenggam kuat belatinya. Ia memfokuskan kesadarannya pada sensasi tangan yang menggenggam gagang belati itu. Ia mencoba untuk tak mempedulikan hal lain seperti permukaan tanah yang kembali mendekat dengan cepat, atau wyvern yang kini mulai menoleh ke arahanya itu. Ia hanya fokus ke niatnya untuk mengayunkan belati yang sudah terlapisi pusaran angin itu.
Lalu Syuhada menebas punggung wyvern itu sambil lewat di belakangnya. Seluruh sisik di bagian yang terkena tebasan tampak hancur terlepas dan berjatuhan.
"(Pochi, simpan semua sisik itu)" pinta Syuhada.
| Sesuai kehendak Master. |
Setelah muncul panel jendela itu, tampak semua sisik itu pun menghilang tanpa sempat jatuh ke tanah.
Syuhada berhenti dengan jarak sekitar setengah meter dari permukaan tanah. Jantungnya berdetak sangat cepat sekali. Keringat dingin mulai bercucuran meski yang sebelumnya sebenarnya sudah tertiup angin. Wajahnya terlihat sangat pucat sekali.
"(Yang tadi itu benar-benar menakutkan sekali)" keluh Syuhada.
「Harusnya Syin tak perlu khawatir tentang hal itu. Angin takkan membiarkan majikannya celaka.」
"(Kurasa memang begitu. Tapi tetap saja bagi diriku ini tetap terasa menakutkan. Hud pasti mengerti itu juga, kan? Soalnya Hud sudah sejak lama bersamaku)" ujar Syuhada.
「Syin harus mulai bisa menghadapi ketakutan Syin akan ketinggian.」
"(Itu sulit, Hud. Itu sulit)" balas Syuhada.
Tanpa sepengetahuannya, napas beku datang ke arahnya. Tapi angin buru-buru menarik tubuhnya dan membawanya terbang melesat menghindari napas beku itu.
"Whoaaa!!!" jerit Syuhada terkejut tubuhnya tiba-tiba saja dibawa bergerak secepat itu.
Syuhada berbalik dan melihat ada napas beku yang kembali mengejarnya.
"(Kenapa kamu tidak memberitahuku tentang itu, Hud?)" protes Syuhada.
「Itu tidak diperlukan sekarang. Karena angin sedang serius-seriusnya melayani Syin. Malahan nampaknya mereka sedang semangat sekali saat ini.」
"(Semangat? Kenapa kamu mengatakannya seolah mereka memiliki emosi?)" tanya Syuhada tak mengerti.
「Karena mereka memang memilikinya.」
"(Beneran!? Ah, benar juga. Mereka kan...)" sahut Syuhada baru menyadari sesuatu.
「Sepertinya Syin sudah menyadarinya.」
Syuhada kemudian berbalik melesat menuju ke arah sang wyvern. Ia melesat tepat ke arah wyvern itu. Syuhada mengerti niat sang angin karena ia merasakan pusaran angin di belatinya semakin kuat. Syuhada menempatkan belatinya di depan kepalanya dengan mata belatinya mengacung ke arah sang wyvern.
"{Kami percayakan kepadamu, wahai angin!}" tegas Syuhada.
Syuhada melesat ke arah wyvern sambil menghindari napas beku yang diarahkan kepadanya untuk menghalaunya. Namun usaha wyvern itu sia-sia karena angin tak membiarkan tubuh tuannya tersentuh sedikit pun oleh napas beku wyvern tersebut. Meski itu hanya waktu satu dan sepersekian detik, tapi itu seperti terasa sangat lama karena usaha sang wyvern untuk mengenai tubuh Syuhada.
"Haaaaaaa...!!!" teriak Syuhada.
Syuhada berhasil menusukkan belatinya ke tubuh wyvern. Namun yang mengenai wyvern itu bukan ujung belatinya, melainkan pusaran angin yang sangat kuat yang mengoyak lapisan sisik di dada wyvern itu.
Sisik-sisik terlihat terpental ke segala arah.
"(Pochi, simpan itu!)" suruh Syuhada.
| Sesuai perintah Master. |
Sementara itu, tubuh wyvern betina itu terdorong ke belakang dan napas bekunya terhenti dan digantikan semburan darah. Tubuh wyvern itu terputar oleh pusaran angin yang makin membesar itu dan akhirnya jatuh tersungkur di permukaan tanah.
Kondisi tubuh wyvern itu sudah tak karuan. Banyak dari sisiknya yang sudah terlepas. Ia juga mengalami luka dalam yang cukup serius dari hantaman pusaran angin sebelumnya yang menghantam tepat di tengah dadanya. Rasa dari hantaman itu jika diumpamakan ke manusia mungkin seperti manusia dewasa yang diseruduk oleh kerbau yang sebelumnya sudah ancang-ancang dulu sementara manusianya dalam kondisi diam dan pasrah.
Tubuh wyvern itu masih terbaring lemas tak berdaya. Ia telah kehilangan banyak sekali energi dari semburan napas bekunya yang ia gunakan terus menerus. Ia juga mengalami luka dan kondisinya cukup kritis saat ini.
Syuhada terbang menghampiri sang wyvern.
"✾ Aku berikan kesempatan lagi. Kamu pergi dan jangan pernah kembali, atau aku akan membunuhmu di sini? ✾" ujar Syuhada yang berhenti dan melayang-layang di dekat tubuh wyvern.
❝Bunuh saja aku. Bunuh saja aku, manusia. Aku sudah tak peduli lagi.❞
"(Ah, jadi pada akhirnya mema—)" ujar Syuhada.
❝Tapi setidaknya anak di dalam perutku, ampunilah dia.❞
Syuhada terkejut sampai perkataan hatinya terpotong.
"✾ Apa kamu yakin dengan permintaanmu? Jika kamu pergi, kalian berdua bisa selamat lho ✾" ungkap Syuhada.
❝Tidak. Bunuhlah aku. Aku ingin segera bertemu lagi dengan pasanganku. Tapi anak ini, nasib anak ini masihlah panjang. Jadi tolong...❞
"(Itu logika yang aneh. Itu tidak masuk akal)" gerutu Syuhada.
「Jangan samakan logika mereka dengan logika manusia.」
"(Jadi logika setiap makhluk hidup itu berbeda-beda)" terka Syuhada.
「Tepat sekali.」
"✾ Baiklah. Akan kupastikan anakmu tetap hidup. Tidak, aku sendiri lah yang akan mengurus dan melindunginya. Anggap saja ini sebagai ganti kata maafku karena terpaksa harus memburu kalian untuk menyelamatkan desa dari serangan kalian di masa depan ✾" ujar Syuhada membalas permintaan sang wyvern.
"(Pochi, apa kamu bisa menciptakan kondisi yang sama persis dengan tempat anak wyvern itu berada?)" tanya Syuhada.
「Biar kami koreksi. Belum menjadi anak, baru sebuah telur.」
"(Tunggu, telur!!??)" sahut Syuhada kaget.
「Ya. Wyvern memang menyimpan dan mengerami telurnya di dalam rahimnya. Lalu baru setelah menetas mereka akan melahirkannya. Mirip ikan hiu.」
"(Begitu rupanya. Tunggu, ikan hiu juga begitu?)" balas Syuhada.
❝Terima kasih. Kalau begitu biarkan aku melancarkan serangan terakhirku.❞
Wyvern itu kemudian membuka mulutnya. Ia melakukan usaha terakhirnya untuk menyerang Syuhada dan menyemburkan napas dinginnya. Napas itu menelan Syuhada dalam kabut putihnya. Tubuh Syuhada lenyap di dalam ledakan kabut putih tersebut.
"{Wahai angin, jadilah pedangku}" ucap Syuhada.
Udara dingin dan butiran es halus di kabut beku itu sama sekali tidak bisa menyentuh tubuhnya. Mereka tertahan oleh lapisan pelindung tak kasat mata.
"{Mata pedang tertajam di dunia. Berbarislah. Bertumpuklah. Memadatlah. Memipihlah. Bagian mata pedang jadi yang tertipis, terkecil, terpipih. Bergeraklah dalam putaran tanpa batas}" lanjut Syuhada.
Partikel-partikel udara itu menuruti perintah Syuhada. Mereka menjadi sangat padat dan memipih ke ujungnya. Menciptakan sebuah pedang tak kasat mata. Lalu beberapa partikel bergerak dengan gerakan yang sangat cepat. Menciptakan suara siulan yang hanya bisa didengar oleh makhluk tertentu. Siulan kematian. Itu adalah akibat gerakan partikel di pusat pedang yang bergerak ke luar mata pedangnya. Lalu dari mata pedang bergerak menjauh menuju ke tengah dan masuk kembali ke dalam pusat bilah pedangnya. Kecuali yang menempel ke bilah belati. Karena partikel tak bisa bergerak ke pusat bilah pedang anginnya karena terhalang, maka partikel itu berjalan melalui permukaan bilah belatinya.
"{Pedang yang membelah langit, {Sakinah: Samantara}!!}" tegas Syuhada mengacungkan pedang itu ke langit.
Kabut putih itu meledak menghempaskan semua kabut putih dari napas beku yang terus disemburkan oleh wyvern itu ke segala arah. Sehingga kini daerah sekitar Syuhada dengan radius 3 meter telah bersih dan memperlihatkan sosok Syuhada yang mengacungkan pedang anginnya itu ke langit.
❝I—itu adalah—❞
Wyvern itu terbelalak kaget. Napas bekunya terhenti karena ia tercengang melihat pedang angin Syuhada yang seolah mendorong awan menjauh dan mengeluarkan cahaya kehijauan.
❝‹Sword of Lord›❞
Tepat saat wyvern mengatakan itu, saat itu juga Syuhada mengayunkan pedangnya.
"〖Divide Edge〗" ucap Syuhada dengan suara tenang.
Terlihat bekas potongan di udara yang berwarna transparan, yang nampak memanjang membentuk sabit dan memotong leher sang wyvern menembus hingga ke tanah dibaliknya. Baru lah setelah itu tanah meledak dan leher itu terbelah menjadi dua bagian terpisah.
「Perintahkan angin untuk berhenti, atau kalau tidak mereka akan terus menggali sampai ke inti planet.」
"(H—hah!? Seriusan? Itu gawat dong!) {Angin berhentilah!}" ujar Syuhada.
Sabit angin itu pun berhenti. Namun di bekas tebasan itu tercipta jurang sedalam 100 meter dan jasad wyvern itu pun jatuh ke dalam lubang jurang tersebut.
"(Pochi, simpan telurnya ke penyimpananku. Oh ya, dan ciptakan juga kondisi serupa dalam penyimpanan itu supaya telurnya dapat menetas)" pinta Syuhada.
| Hamba dengan senang hati patuh. |
Syuhada memeriksa penyimpanannya. Dan kini ia bisa melihat sebuah telur yang memiliki kulit kristal biru muda layaknya terbuat dari es.
|〔Telur ‹Ice Wyvern›. Cikal bakal bayi ‹Ice Wyvern›. Waktu tunggu sebelum menetas, 8 bulan 25 hari 3 jam 17 menit 26 detik 45 milidetik.〕|
"(Kamu bahkan bisa menganalisa kemungkinan waktu menetasnya, Pochi?)" ujar Syuhada.
| Selama itu ada dalam batas ilmu yang diberikan oleh pencipta hamba, Master. |
"(Itu luar biasa, Pochi. Bahkan kamu bisa memberikan analisa waktu detailnya)" balas Syuhada yang diturunkan oleh angin di sebelah sebuah pohon besar nan rindang.
| Hamba merasa tersanjung oleh pujian Master. |
Syuhada lalu duduk bersandar ke batang pohon itu.
"(Lalu sekarang bagaimana kabar Trenia, Pochi?)" tanya Syuhada.
| Keadaan tubuh 〈Trenia Woodson〉 sudah pulih total. |
| Tapi belum ada tanda kalau yang bersangkutan akan segera sadar. |
"(Begitu ya. Beritahu aku kalau ia sadar, Pochi)" pinta Syuhada.
| Hamba dengan senang hati patuh. |
「Lalu sekarang apa yang akan kamu lakukan pada jasad wyvern itu, Syin?」
"(Mungkin akan kujadikan material untuk membuat semacam senjata atau baju zirah? Entahlah. Yang pasti aku akan menyimpannya dulu)" ungkap Syuhada.
「Begitu ya. Lalu untuk telur itu apa yang akan kamu lakukan?」
"(Aku sudah berjanji untuk mengurusnya, maka aku akan mengurusnya)" jawab Syuhada.
「Apa Syin yakin? Di dalam telur itu ada jiwa dari makhluk dunia lain. Apa Syin masih mau mengurusnya?」
"(Jiwa makhluk dunia lain?! T—tapi aku sudah berjanji. Maka aku harus menepatinya. Mau atau tidak mau!)" tegas Syuhada.
「Kebijaksanaan Syin bertambah. Syin berhasil masuk ke rute ‹Secret True Ending› dari side-story (Her Fate Unfrozen). Syin tak lagi dapat mengubah jalannya cerita. Rute ‹Secret True Ending› telah berjalan. Takdir sudah ditentukan. Selamat menikmati cerita, Syin.」
"(Hah? Apa? Rute? Akhir sejati rahasia? Dan aku tak bisa lagi mengubah ceritanya? Tunggu kenapa aku jadi mengantuk? Aku... aku—)" Syuhada tertidur sebelum sempat menyelesaikan perkataannya.
Syuhada pun tertidur di bawah pohon rindang itu. Angin sepoi-sepoi meniupi tubuhnya menciptakan kondisi sejuk yang sempurna untuk tempat tidur siang.
****
Deana Reviel von Valhein saat ini sedang berjalan bersama Pochi menyusuri sungai dengan rakit. Mereka ikut dalam kegiatan pencarian Trenia Woodson. Karena itu Deana memutuskan untuk ikut dalam pencarian ke arah hilir sungai menuju ke bendungan yang sedang dibangun.
"Pochi, apa menurutmu Trenia memang hanyut ke bendungan?" tanya Deana.
⟦§ Jika belum ada yang menyelamatkannya, maka kemungkinan Trenia Woodson akan hanyut ke bendungan. §⟧
"Kalau begitu, pergi ke bendungan memang keputusan yang tepat" ungkap Deana.
⟦§ Sepertinya memang begitu. §⟧
Dengan kecepatan perahu yang digerakan menggunakan kekuatan Pochi, mereka berhasil sampai di danau waduk itu dalam waktu yang singkat. Dari kejauhan mereka bisa melihat proses pembangunan bendungan yang ternyata kembali dilanjutkan.
"Baiklah, kita akan menepi, Pochi!" ujar Deana.
Tapi perahu itu tidak menepi dan melaju lurus menuju ke arah bendungan.
"Pochi?" panggil Deana kebingungan.
⟦§ Maaf, Deana. Kita akan lanjut menuju ke kota. §⟧
"Hah? Tapi bukannya kita sedang dalam pencarian Trenia yang hilang?" tanya Deana yang bingung serta sedikit terkejut.
⟦§ Rasa khawatir Deana tak diperlukan. Trenia Woodson saat ini sedang bersama Master di tempat yang aman. Akan lebih baik bagi kita menuju ke kota saja. Demi memenuhi kontrak Deana dengan Master. §⟧
"Jadi karena itu Pochi tadi mengatakan "jika belum" dan menambahkan kata "kemungkinan" setelahnya. Baiklah aku mengerti. Mari kita langsung pergi ke Rottendam, ibukota kerajaan Torren. Tinggal terus menyusuri sungai, dan kita akan sampai di sana" ungkap Deana.
⟦§ Dimengerti. §⟧
Perahu mereka terus menuju ke arah bendungan yang sedang dibangun.
"Tunggu sebentar, kita akan menabrak bendungannya lho!" tegur Deana.
⟦§ Tidak akan. §⟧
"Beneran!? Tapi jika kita terus maju dengan kecepatan ini—" ucap Deana panik.
⟦§ Percayalah pada hamba ini. §⟧
"Hah!? Tapi—" lanjut Deana semakin panik.
Tapi ketika hampir menabrak, perahu itu naik seakan melompat dan lewat di atas pembangunan bendungan itu.
"Apa!?" ucap Deana terkejut.
Begitu juga semua orang yang menyaksikan itu. Hanya pelakunya, yaity Pochi yang nampak santai mempertahankan wajah tersenyumnya.
Perahu itu melayang turun. Bukan jatuh, tapi melayang. Karena gerakannya sangat halus dan stabil.sekali. Perahu itu pun mendarat di permukaan air dengan lembut hingga tak menimbulkan goyangan sedikit pun di atas geladaknya.
"(Eehhh... Pochi benar-benar hebat. Dia bisa melakukan hal semacam ini dengan santainya. Daripada sihir, kekuatannya lebih seperti keajaiban)" komentar Deana.
Perahu itu terus maju dengan kecepatan yang diluar kemampuan perahu biasa. Itu karena perahu itu tidak digerakan tenaga dorongan, ataupun tenaga dayungan. Melainkan menggunakan kemampuan Pochi. Baginya menggerakan perahu ini seperti hanya bermain perahu-perahuan di kolam air. Ia bisa menggerakan semaunya.
Di tengah perjalanan seekor ular besar memunculkan kepalanya dari dalam air. Itu ular yang sangat besar bahkan kepalanya saja sebesar perahu yang sedang Pochi dan Deana naiki. Ular itu mencoba menghadang perahu yang melaju ke arahnya itu.
Tapi seketika ular itu menghilang dalam sekejap.
⟦§ Kulit yang bagus untuk sabuk, jaket, tas, dompet, dan sandang lainnya untuk Master. Panen yang bagus. Daging, mata, otak, dan racun untuk keperluan obat dan material bahan serum atau ramuan. Tulang dan taringnya untuk material senjata. Sisanya, tidak perlu. §⟧
Kotoran dan semacamnya muncul di belakang perahu dan jatuh ke sungai.
Deana yang melihat kejadian itu dibuat tercengang oleh Pochi yang hanya santai saja menghadapi monster yang memiliki potensi bencana yang bisa menghancurkan kota berbenteng itu.
Mereka terus melaju sepanjang aliran sungai. Dari kejauhan mulai terlihat sebuah menara. Makin lama makin jelas. Itu adalah menara sebuah istana yang ada di puncak tebing batu. Di bawah tebing itu adalah sebuah kota yang memiliki benteng tinggi dari batu. Di sisi benteng yang menghadap sungai terdapat sebuah dermaga yang menempel langsung dengan benteng.
Dermaga itu cukup ramai karena itu adalah salah satu gerbang utama menuju ke kota tersebut. Pochi dan Deana sampai ke sana saat sudah sore hari jadi keadaannya sedang sedikit luang saat ini.
"Ini dia, selamat datang di kota Rottendam, ibukota kerajaan Torren" ujar Deana memperkenalkan kota itu layaknya pemandu wisata.
⟦§ Desain kota yang menarik. Jika terjadi bencana alam, maka rakyat yang ada di bawah lah yang akan kena dampaknya lebih dulu. Apabila terjadi perang pun, semua serangan akan sulit menggapai istana karena posisinya yang lebih tinggi. Jadi hal buruk seperti apapun yang terjadi, rakyatlah yang akan menerima efeknya terlebih dahulu. §⟧
Pochi menganalisa tata kota itu dari jauh.
Bentuk kota itu dari atas memang seperti tapak kuda dengan celahnya merupakan tebing tempat istana itu berada. Dari samping, kota itu membentuk kontur segitiga alami yang indah.
"Biasanya orang yang datang kemari selalu memuji keindahan kotanya terlebih dulu. Hanya Pochi saja yang berkomentar pedas semacam itu" komentar Deana.
⟦§ Jika aku hanya melihat hal baiknya saja, apabila terjadi bencana, apapun jenisnya, bagaimana cara kita menyelamatkan diri? Kewaspadaan itu adalah hal yang penting. Hamba mengestraknya dari kebijaksanaan Master. §⟧
"Mengekstrak? Apa itu?" tanya Deana yang tak mengerti.
Perahu mereka akhirnya sampai di dermaga. Pochi menepikan perahunya. Itu adalah cara menepi yang tak wajar karena perahunya bergerak diagonal meski tetap menghadap depan.
"Eh!? Apa itu barusan!? Gerakan macam apa itu!!??" komentar petugas dermaga yang kebetulan melihatnya.
Petugas dermaga itu menghampiri perahu Pochi dengan ragu dan penuh kewaspadaan.
"Lah, bu—bukannya itu puteri duke Valhein!? Nona muda Deana Renviel von Valhein!?" ucap petugas itu ketika melihat sosok Deana.
"Apa yang kamu lakukan cuma bengong di sana? Cepat naikan tangga turunnya ke mari!" bentak Deana ketika melihat petugas dermaga yang malah terbengong itu.
"B—baik!" sahut petugas itu.
Setelah tangga turun disandarkan ke perahu yang lebih mirip kapal mini itu, Deana pun turun ke jembatan dermaga. Lalu diikuti oleh Pochi di belakangnya.
"A—apakah kami perlu memanggilkan petugas pengangkutan juga?" tanya petugas tadi.
"Tidak perlu! Aku tak membawa bawaan apapun!" tegas Deana lalu pergi dari sana.
"Hah?" ucap petugas itu kembali dibuat bengong.
Deana dan Pochi pun meninggalkan dermaga membiarkan petugas itu diam mematung.
Keluar dari dermaga, mereka dihampiri oleh seorang laki-laki yang tersenyum ramah pada mereka. Sambil melepas topinya, laki-laki membungkuk satu kali memberi hormat.
"Nona bangsawan dan pelayannya, apa boleh hamba ini menawarkan tumpangan. Tenang saja, biayanya tidak mahal. Kami hanya akan memberi tarif 100 koin emas Tor sekali jalan. Bagaimana?" tanya laki-laki itu menawarkan jasanya.
⟦§ Jasa kereta kuda kah? Tapi 100 koin emas sekali tumpangan itu, bukannya terlalu mahal? Itu sama saja dengan harga 50 ekor kambing. Memangnya seperti apa kereta kuda tuan sampai berani menawarkan harga segitu? §⟧
"Kami sangat yakin dengan kualitas kereta kami. Jadi tuan pelayan tak perlu khawatir" sahut penjaja jasa itu membungkuk lagi penuh hormat.
⟦§ Oh begitu, kah? Tapi perlu hamba ini tegaskan, hamba ini bukanlah pelayan nona yang ada di sebelah hamba ini. §⟧
"Hah?" ucap penjaja jasa itu bingung.
"Ya, Pochi bukanlah pelayanku. Jadi berapa tadi kamu bilang? 100 Tor?" tambah Deana mulai masuk ke pembicaraan.
"Y—ya, nona bangsawan" sahut penjaja jasa itu.
"Kalau begitu aku terima. Kami akan gunakan jasamu. Antarkan kami ke kediaman duke Valhein. Aku akan membayarmu setelah sampai ke sana" balas Deana.
"Baik, nona bangsawan" ucap penjaja jasa itu.
Mereka pun akhirnya diantarkan ke sebuah kereta kuda yang memiliki desain cukup bagus. Ketika masuk ke dalam, ternyata bagian dalamnya pun cukup mewah. Harga yang ditawarkan bisa dibilang cukup layak untuk fasilitas yang diberikan.
Pochi dan Deana duduk berhadapan di dalam kereta kuda itu.
"Baik, nona, tuan, kita berangkat!" ucap penjaja jasa itu yang rupanya merangkap sebagai kusir juga.
Kereta kuda pun melaju naik ke bagian atas kota. Kediaman para bangsawan memang berada di kota bagian atas di sepanjang tebing di bagian pusat kota tersebut. Karena itu mereka terus naik dan berbelok lalu naik lagi menyusuri jalanan menanjak yang panjang dua kali.
Kota itu memiliki dua lapis benteng, yaitu benteng luar dan benteng dalam. Di bagian dalam benteng luar adalah kawasan penduduk biasa, sementara di dalam benteng dalam adalah kawasan penduduk elit yang merupakan para bangsawan dan keluarga kerajaan.
"Apa menurut Pochi tidak apa-apa meninggalkan tuan muda sendirian di sana?" tanya Deana mengobrol dengan Pochi di dalam kereta.
⟦§ Tidak apa-apa. Ada Original Elf juga di sana. §⟧
"Original elf itu maksudnya penyihir itu? Tapi telinganya bukan telinga elf lho. Kok Pochi memanggilnya original elf?" tanya Deana lagi.
⟦§ Original Elf tidak sama dengan Ancient Elf maupun jenis elf lainnya. Original Elf adalah Original Elf. §⟧
"A—aku masih tak mengerti, maaf..." sahut Deana yang malah jadi bingung.
⟦§ Bisa dibilang, Original Elf adalah elf sejati. Dan elf yang lain adalah imitasi tak serupa. Karena itu mereka diberikan pembeda yaitu telinga yang panjang. §⟧
"Oh... begitu ya..." sahut Deana kali ini bisa paham.
"Tapi apa dia memang sehebat itu sampai Pochi bisa setenang itu memasrahkan tuan muda kepadanya?" tanya Deana lagi menambahkan.
⟦§ Original Elf sangat hebat. Dia adalah yang terkuat di alam dunia ini. §⟧
"Terkuat!?" ucap Deana kaget, "(jika Pochi sampai memujinya seperti itu, itu artinya perempuan yang disebut Original Elf itu memang benar-benar kuat. Kekuatan Pochi saja sudah se-absurd itu, apalagi kekuatan Original Elf itu)" lanjutnya dengan wajah pucat.
"Kita sudah sampai!" ucap kusir.
Kereta kuda berhenti tak lama kemudian. Tapi Deana masih bengong karena syok mendengar perkataan Pochi tentang Ardh sebagai yang terkuat di alam dunia. Sehingga Deana tak bereaksi seolah tak mendengar perkataan sang kusir.
⟦§ Deana, kusir itu bilang kita sudah sampai. Apa benar ini tempatnya? §⟧
"A—ah, t—tunggu sebentar..." sahut Deana baru tersadar.
Deana pun buru-buru mengintip ke jendela. Ia melihat sebuah mansion yang familiar untuknya, maka ia pun tersenyum.
"Ya, kita sudah sampai, Pochi!" lanjut Deana.
⟦§ Baik, mari kita turun. §⟧
"Ya!" sahut Deana dengan semangat kembali.
Mereka berdua pun turun dari kereta. Tampak ada dua prajurit penjaga yang menjaga gerbang pagar mansion. Dan kedua prajurit itu terkejut ketika melihat Deana turun dari kereta kuda itu. Apalagi saat ini ia turun bersama dengan orang yang asing dan hanya berdua saja di dalam kereta itu.
"N—nona muda!? Nona sudah kembali!?"
"Kami pikir nona akan masih lama tinggal di sana sampai pekerjaan nona selesai!"
Kedua prajurit itu bertanya-tanya akan kembalinya Deana yang mereka rasa terlalu tiba-tiba.
"Apa seaneh itu aku datang kemari? Apa kalian pikir aku harus terus tinggal di antah berantah itu?" tanya balik Deana dengan nada emosi.
"T—tidak, bukan itu maksud kami."
"Y—ya, nona muda salah paham. Maksud kami adalah bukankah nona terlalu cepat kembali kemari? Karena sebelumnya nona buru-buru pergi pakai kapal magis yang hanya bisa sekali jalan. Jadi nona tak mungkin bisa kembali secepat ini."
"Oh, begitu. Memang wajar kalian terkejut dengan betapa cepatnya aku bisa kembali kemari. Perjalanan yang mestinya seminggu, aku bisa melakukannya hanya kurang dari sehari. Bukankah itu mengerikan?" ujar Deana dengan nada bangga.
"Y—ya, itu yang membuat kami bingung, nona muda."
"Tapi meski begitu, bukan berarti kalian harus menghalangiku masuk, kan? Cepat buka gerbangnya! Ada kareta kuda yang harus kubayar!" tegur Deana.
"Ma—maaf!"
Keduanya pun langsung buru-buru membukakan gerbang tersebut.
"Kerja bagus!" ucap Deana lalu melangkahkan kakinya masuk.
Sementara Pochi tetap diam di dekat kereta. Keberadaannya benar-benar menarik perhatian kedua prajurit penjaga gerbang itu.
"Apa kamu lihat tadi? Dia turun dari kereta tanpa melihat sedikit pun."
"Ya, aku juga melihatnya. Dia turun dengan mata terpejam. Apa dia sedang pamer?"
"Mungkin? Soalnya, lihat! Dia memakai pakaian pelayan. Jadi sepertinya dia mau melamar menjadi pelayan pribadinya nona muda."
"Iya juga sih. Tapi memangnya turun dari kereta dengan mata tertutup adalah salah satu kualifikasi jadi pelayan?"
"Mana aku tahu! Aku belum pernah melamar jadi pelayan!"
"Benar juga sih. Aku juga belum pernah."
⟦§ Tuan-tuan ini, apa tuan tidak sadar yang hamba tutup adalah mata dan bukan telinga. Hamba ini bisa mendengar perkataan tuan-tuan dengan jelas sejak tadi. §⟧
Kedua prajurit penjaga itu pun saling menatap sejenak kemudian kembali menatap ke arah Pochi di depan mereka.
"Hei pelayan amatiran! Jangan sok ya! Kami ini seniormu!"
"Ya! Diterima saja belum tentu! Mentang-mentang punya wajah yang bagus, jangan belagu kau ya!"
⟦§ "Pelayan amatiran"? "Senior"? §⟧
"Bahkan kata itu saja tidak tahu? Kau ini tidak kompeten ya?"
"Oh, dia pasti buta huruf. Mungkin dia dipungut oleh nona karena wajahnya bagus!"
"Oh begitu ya! Pelayan mainan?"
"Peliharaan lebih tepatnya! Hahahaha!"
"Hahahahaha!"
Kedua prajurit itu tertawa terbahak-bahak menertawakan Pochi yang sedari tadi hanya berdiri dengan mata terpejam itu. Tiba-tiba saja dari belakang mereka terdengar suara berat yang jatuh ke tanah. Mereka berdua menoleh dan mendapati Deana yang tergeletak di tanah tak sadarkan diri. Di tangannya terlihat kantong uang yang masih tergenggam erat.
"Nona muda!?" ucap mereka berdua kaget.
⟦§ Kenapa kalian malah terdiam di sana? Bukankah kalian harus menolong majikan kalian? §⟧
Setelah mendengar perkataan Pochi, mereka langsung bergegas untuk menolong Deana.
"Kenapa kau sendiri malah diam saja!?"
"Ya, kenapa kau tidak panik sama sekali melihat majikanmu pingsan!?"
⟦§ Oh, siapa yang bilang kalau nona itu adalah majikan hamba ini. §⟧
"Kalau begitu siapa kau?"
⟦§ Hamba? Bisa dibilang, hamba ini adalah atasannya. §⟧
Kedua prajurit itu langsung terbengong mendengar jawaban Pochi.
"Apa barusan tadi dia bilang kalau dia atasan nona muda? Atau aku hanya salah dengar?"
"Tidak, aku juga mendengar hal yang sama denganmu."
Sementara dua prajurit itu membicarakan Pochi, terlihat Pochi saat ini menghampiri kusir dan menyerahkan sebuah kantong uang.
⟦§ Ini bayaran untuk jasa yang bersangkutan. §⟧
"T—terima kasih" sahut sang kusir menerima kantong uang itu.
Saat sang kusir memeriksa isinya, Pochi kembali menghampiri dua prajurit tadi.
⟦§ Kenapa nona itu masih ada di sini? Kalian tidak akan membawanya masuk? §⟧
"Tch, aku tidak perlu saran darimu, penipu!"
⟦§ "Penipu"? §⟧
"Ya, kau pasti penipu yang telah menipu nona muda. Jangan bergerak di sana, kami akan memanggil pasukan keamanan!"
⟦§ Sebelumnya kalian menyebut hamba ini "pelayan amatir", lalu jadi "pelayan mainan", kemudian sekarang "penipu"? Mau sebanyak apa lagi tuan-tuan memberikan sebutan yang keliru untuk hamba ini? §⟧
Bukannya buru-buru membawa masuk Deana yang pingsan, salah satu dari mereka malah pergi meninggalkan halaman mansion itu keluar.
"Awas, jangan mencoba kabur!"
⟦§ Untuk apa hamba melakukannya? Urusan hamba ada di sini. §⟧
Tak lama kemudian prajurit penjaga datang kembali sambil membawa beberapa orang dari pasukan keamanan ibukota berseragam zirah dan bersenjata lengkap bersamanya.
"Ini dia penipu yang aku bilang! Dia mencoba menipu puteri duke Valhein untuk menjadi bawahannya dengan berpura-pura bekerja sebagai pelayannya!"
"Oh, begitu kah? Ayo kita tangkap!"
"Ayo!"
"Ayo!"
Ketiga anggota pasukan keamanan itu kini mengepung Pochi supaya ia tidak kabur.
⟦§ Apa para tuan ini serius hendak menangkap hambar? §⟧
"Apa kami terlihat sedang bercanda bagimu, tu— no— jenis kelaminmu apa ya?"
⟦§ Itu tak penting saat ini. Kalian bukan Master. Jawab pertanyaan hamba! §⟧
"Tch, orang ini songong sekali."
"Bisa-bisanya dia terdengar seperti merendahkan kita dengan bahasa sopan yang merendah!"
"Orang ini pasti profesional."
⟦§ Oh berbeda dengan dua penjaga gerbang itu, sepertinya kalian tidak seburuk itu. §⟧
"Peofesional dalam menipu maksudnya."
"Hahahahaha!"
"Hahahahaha!"
⟦§ Tapi rupanya kalian lebih buruk ya? §⟧
"Ayo tangkap dia!"
Ketiganya pun mulai menerjang ke arah Pochi bersamaan.
⟦§ Merepotkan saja. §⟧
Saat Pochi mengatakannya, ia sudah berada di samping tubuh Deana.
Ketiga prajurit itu saling bertabrakan satu sama lain menciptakan suara benturan yang sangat keras akibat zirah yang mereka pakai. Mereka pun saling terpental satu sama lain ke belakang dan akhirnya bergeletakan terlentang di tanah.
Saat itu Pochi sudah menggendong tubuh Deana dengan gendongan puteri.
"Lepaskan nona muda, kau penipu berengs◦k!"
"Lepaskan tanganmu darinya!"
Kini giliran dua penjaga gerbang yang sudah siap dengan pedang mereka.
⟦§ Itu perintah yang aneh dari orang yang harusnya melayani nona ini. Hamba ini mencoba membantu nona ini daripada kalian yang sejak tadi malah membiarkannya terbaring di tanah, tapi kalian malah menodongkan senjata kalian pada hamba? §⟧
"Jangan banyak omong!"
"Ayo serang dia!"
Keduanya pun maju untuk menyerang Pochi yang membelakangi mereka.
Keduanya menebaskan pedangnya kepada Pochi yang masih membelakangi mereka. Akan tetapi tiba-tiba saja Pochi melempar tubuh Deana ke atas lalu berbalik dan menepis kedua pedang itu dengan pelipis telapak tangannya dan kembali ke posisi semula menangkap tubuh Deana lagi.
Kedua bilah pedang itu terpotong dan berjatuhan menancap di tanah.
"Apa!? Apa yang terjadi!?"
"Apa barusan dia baru saja memotong pedang dengan tangan?"
Kedua prajurit penjaga gerbang itu terlihat syok menatap pedang mereka yang sudah buntung. Sementara Pochi melangkah menuju mansion seolah tak ada yang terjadi.
⟦§ Ini benar-benar bodoh sekali. §⟧
Tiga orang anggota pasukan keamanan sebelumnya sudah bangkit kembali.
"Hadang dia! Jangan biarkan dia kabur!"
"Tapi bagaimana, sebelumnya saja dia tiba-tiba menghilang dari depan kita!"
"Itu pasti hanyalah trik. Dia pasti hanya bergerak cepat saja."
"Begitu ya, kalau begitu kita akan butuh lebih banyak orang untuk mengepungnya!"
"Tidak, itu tidak perlu kita gunakan ini."
"Apa itu?"
"Oh, itu ide bagus!"
Salah seorang dari mereka mengambil sebuah jaring yang terikat di ikat pinggangnya.
"Kalian hadang dia, aku akan melempar inj ketika dia tidak sadar."
"Bagus, dengan pengalihan ya?"
"Kau jenius!"
Saat ketiganya sibuk ngobrol, Pochi sudah masuk ke dalam mansion.
"Kenapa kalian malah mengobrol!? Orangnya sudah masuk ke mansion!"
"Eeehhh!!!???"
Ketiganya terkejut ketiga sadar setelah ditegur oleh salah seorang penjaga gerbang.
Pochi yang sudah masuk membawa tubuh Deana dalam gendongannya, tiba-tiba saja berhenti dan melihat ke tangga yang menuju lantai 2.
"Siapa kau? Dan apa yang terjadi pada puteriku?"
Seorang laki-laki paruh baya berwajah tampan dan memiliki rambut merah terlihat berdiri di sana menatap ke arah Pochi.
⟦§ Hamba adalah 〈Pochi Infinite Paradoxia〉. Pemegang kontrak. §⟧
"Kontrak?" sahut laki-laki itu lalu memicingkan matanya.
****
※ Author's note:
Mulai saat ini, perkataan Pochi akan menggunakan tanda kurung "⟦§...§⟧" untuk membedakan dengan kurung "[...]" yang digunakan untuk penyebutan nama teknik sihir dan item sihir untuk kedepannya.