Chapter 26

~Burning Noblewoman~

Agness, adalah sebuah kota pesisir pantai seperti Kashmyr. Namun bedanya adalah, kota itu adalah kota perdagangan. Jadi semua yang bertengger di pelabuhan kota itu semuanya adalah kapal dagang dan tranport saja. Terlihat pelabuhan sibuk oleh kegiatan bongkar muatan barang-barang yang akan diperdagangkan di kota ini.

Selain angkutan produk barang dan makanan, terlihat juga angkutan yang lumayan tidak biasa. Angkutan kapal dagang tapi semua yang dikeluarkan dari sana adalah manusia. Manusia-manusia yang digiring berbaris dengan tangan dan kaki yang terbelenggu oleh tali.

Mereka adalah budak. Budak dari berbagai ras manusia dan budak ras humanoid non manusia. Budak yang di dapatkan dari berbagai negara dan dengan berbagai metode berbeda. Mereka di bawa dari satu kota ke kota lain, dan dari satu negara ke negara lainnya. Terus seperti itu sampai mereka dapat terjual di lelang yang biasanya diselenggarakan di kota-kota besar, baik itu lelang legal maupun ilegal.

Mereka dibawa ke gerobak-gerobak yang sudah disiapkan dan akhirnya diangkut lagi ke tempat mereka akan dilelang.

Di kapal lain yang merupakan kapal transport, terlihat orang-orang yang turun yang memang melakukan perjalanan melintasi laut. Mereka membawa tas dan kantong besar. Ada yang ke kota ini untuk pulang, ada juga yang memang hanya untuk sekedar transit dan akan melanjutkan perjalan lewat darat atau kembali melalui laut. Namun tak sedikit pula yang ke sini untuk berbelanja, karena memang ada beberapa produk yang hanya bisa dibeli di kota ini sebagai kota perdagangan.

Karena kota Agness adalah kota dagang, tempat paling ramai dan paling menakjubkan di kota tersebut adalah pasarnya. Tampak jelas kalau fokus pembangunan dari tata kota itu adalah pasar itu. Pasar yang menjadi tulang punggung kota. Karena itu pasar dibangun sebagus mungkin supaya bisa menjadi pengangkat pamor kota tersebut.

Pasar itu dibangun semi-indoor. Terdapat sebuah kubah besar yang terbuat dari panel kaca yang menaungi wilayah pasar melindungi pasar dari perubahan cuaca seperti hujan atau semacamnya. Supaya pasar bisa terus bekerja meski cuaca tidak begitu baik.

Kubah itu ditopang oleh 4 pilar besar. Dari kejauhan tempat itu nampak seperti sebuah kuil super besar, walau sebenarnya itu hanyalah sekedar pasar.

"Aku sudah dua kali melihat ini, tapi tetap saja itu terasa berlebihan. Kenapa mereka membangunnya dengan gaya kuil?" komentar Ring menatap sayu pada atap kubah itu.

Ring saat ini sedang menuju ke pasar untuk membeli kebutuhannya sebagai penyihir. Terutama topi, katalis sihir, dan jubah cadangan. Ia menyusuri jalan, dan berjalan di tepian karena jalanan saat ini lumayan ramai oleh gerobak dan kereta kuda yang berlalu-lalang.

"Kuharap Aruthor tidak terus-terusan ngambek padaku. Dia tidak boleh lupa kalau dia harus melanjutkan perjalanan menuju ke Brightion juga bersama pada akhirnya. Kalau dia ngambek terus, bagaimana dia bisa menjadi pahlawan untuk menyelematkan negaranya?" gerutu Ring.

Sambil terus berjalan, Ring melihat ke arah jalan. Ia melihat ada rombongan gerobak yang membawa sekumpulan orang. Ketika melihat itu, Ring tahu kalau itu adalah rombongan angkutan budak yang akan dilelang di pasar. Setelah melihat wajah-wajah murung dari para budak itu, Ring langsung menghela napas lelah.

"Jadi hari ini adalah jadwalnya ya" keluh Ring.

Ring akhirnya sampai di kawasan pasar. Nampak pasar itu terbagi menjadi 3 area. Area bawah tanah, area biasa, dan area elit yang ada di pusat pasar dan dikelilingi oleh pagar pembatas untuk memisahkannya dengan area biasa.

"Hari ini aku tak mungkin belanja di kawasan elit. Di sana semuanya serba mahal. Mungkin aku akan belanja di kawasan biasa saja" lanjut Ring lalu menuju ke jalan memutar tempat kios-kios berjajar.

Di area biasa, terlihat kios-kios pedagang yang berjajar di sepanjang jalan yang memutar membentuk lingkaran lonjong. Kios-kios di sisi kanan dan kiri jalan itu jenisnya terbagi dalam 4 area. Area selatan yang menghadap ke laut, adalah kawasan kios pedagang sayuran dan makanan siap santap, seperti sate, cumi bakar, jagung bakar, dan semacamnya. Area timur tempat Ring masuk adalah kawasan pedagang pakaian murah dan bahan pakaian seperti benang, kain, dan semacamnya. Area utara adalah kawasan pedagang aksesoris dan perabotan murah. Sementara area barat adalah kawasan pedagang senjata dan perkakas logam murah yang kebanyakan hanya terbuat dari olahan logam besi biasa.

Ring pun berkeliling di area timur untuk mencari topi dan jubah baru untuknya.

Sekian lama mencari, ia menemukan kios yang menjual topi penyihir yang berwarna hitam, jenis topi yang memang dicarinya. Karena itu Ring tanpa ragu langsung menghampiri kios tersebut. Penjaga kios itu adalah seorang perempuan tua yang rambutnya mulai memutih. Ia juga memakai topi kerucut yang menjadi ciri khas penyihir.

"Oh, apakah nona ini adalah seorang penyihir? Nona datang ke tempat yang tepat. Apa nona mencari topi penyihir?" ujar nenek penjaga kios itu pada Ring.

"Ya" jawab Ring dengan singkat, "(dia pasti menebaknya dari diriku yang membawa tongkat sihir dan memakai jubah, namun tidak memakai topi)" lanjutnya memberi dugaan.

Tangan Ring mencoba meraih topi hitam yang tergantung di tiang.

"Sepertinya anda memiliki mata yang bagus" ucap nenek penjaga kios.

"Oh" sahut Ring.

Ring mengambilnya dan meletakannya di atas meja di hadapan nenek penjaga kios untuk membelinya.

"Ini adalah model terbaru dan sangat mendukung nona melakukan aktivasi sihir nona. Ini juga sangat bergaya jadi akan menambah nilai pamor dan gengsi nona" ungkap nenek penjaga kios.

"(Model baru apanya? Itu adalah model standar. Semua topi penyihir rata-rata begitu. Topi itu hanya akan berbeda apabila itu adalah custom-made. Lagipula apa-apaan dengan mendukung aktivasi sihir? Kecuali itu memiliki material yang bisa diimbuhi sihir pendukung, maka itu mustahil untuk pakaian bisa memberi dukungan untuk aktivasi sihir!)" gerutu Ring sambil berusaha untuk menahan ekspresi kesalnya agar tidak keluar.

"Tapi untuk nona, aku akan memberikan harga teman sebagai sesama penyihir, bagaimana kalau 10 Bright?" ujar nenek penjaga kios.

"(Apa nenek ini bercanda? Teman apanya? Menawarkan harga segitu sama saja sedang mencari musuh!)" gerutu Ring lagi.

"100 Shine" tawar Ring.

"Ah kalau segitu sih nenek bisa rugi, nona..." keluh nenek penjaga kios itu.

"(Rugi apanya!? Aku lah di sini yang rugi karena kau mencoba menipuku dengan menjual topi kain biasa dengan harga item magis yang sudah dipasangi efek sihir!)" protes Ring.

"Paling rendah, nenek cuma bisa memberi harga 500 Shine saja, bagaimana?" lanjut si nenek penjaga kios.

"150 Shine" ucap Ring.

"Nona ini mencoba membunuhku ya!? 450 Shine!" tukas si nenek penjaga kios.

"(Kau lah yang mencoba membunuhku, nek! Kenapa kau mencoba memaksaku membeli topi biasa dengan harga batu katalis kualitas sedang!? Ditambah cuma turun 50 Shine pula!)" gerutu Ring mulai tak bisa menahan ekspresinya karena urat mulai mencuat di dahinya.

"200 Shine atau tidak sama sekali" ujar Ring dengan nada dingin.

"Kejam sekali, nona ini kejam sekali. Tapi karena aku sedang butuh uang, maka terpaksa aku akan menjualnya dengan harga tak manusiawi itu. Pembeli akhir-akhir ini sangat jahat dan licik ya~" gerutu si nenek penjaga kios.

Ring meletakan 20 koin perak besar di atas meja yang masing-masing bernilai 10 koin perak, jadi semuanya adalah 200 koin perak, sesuai harga yang disepakati. Kemudian Ring mengambil topi itu dan langsung memakainya. Kemudian ia pun pergi meninggalkan kios tersebut dengan tatapan mata sayunya yang sama sekali tak mau melirik ke arah kios itu lagi.

"(Harga normal topi kain itu harusnya hanya 50 Shine. Mestinya kau bersyukur mendapatkan bayaran 4 kali lipatnya, nenek tua! Bukan malah menggerutu!)" gerutu Ring.

Setelah berhasil membeli topi, ia kini mencoba mencari jubah yang bagus untuknya. Tapi ia terlihat kesulitan untuk menemukan jubah hitam yang jadi warna kesukaannya. Warna yang ia temukan selalu hanya berwarna merah, hijau, dan putih.

"Tidak ada warna yang kusukai. Warna yang cocok dengan elemen sihirku juga tidak ada. Harus mencari di mana lagi?" gerutu Ring dengan nada kecewa.

Karena tak kunjung menemukan jubah yang ia inginkan, akhirnya ia pun jadi membeli pakaian biasa untuk dipakai di balik jubahnya yang saat ini, berikut dengan sepatu dan kaos kakinya. Tak lupa ia juga membeli tas kain selempang untuk membawa barang-barang belanjaannya itu. Semuanya menghabiskan sekitar 650 Shine atau koin perak kerajaan Brightion.

Setelah membeli semuanya itu, Ring pergi ke area selanjutnya yaitu area utara.

****

Aruthor saat ini sedang menghela napas berdiri di tepi balkon.

"Aku telah ngambek-ngambek tidak jelas pada nona Ring. Bagaimana caraku meminta maaf?" keluh Aruthor baru tersadar akan keegoisannya.

Dari belakang, seorang perempuan anggun berjalan menghampirinya dengan langkah yang elegan. Kemudian perempuan itu menyentuh pundak Aruthor hingga Aruthor terkejut. Aruthor buru-buru bergerak ke samping menjauh. Ia berbalik untuk melihat pelaku yang telah menyentuh pundaknya itu.

"N—nyona Marquess Agnis!?" ucap Aruthor.

"Panggil aku Mellin" pinta orang yang menyentuh pundak Aruthor yang ternyata adalah Mellin.

"T—tapi kan, nyonya adalah Marquess, dan aku hanyalah mantan pangeran! Lagipula nyonya lebih tu—" balas Aruthor.

"Ehem! Lebih apa?" potong Mellin dengan berdehem.

"T—tidak, nyo— maksudku, Mellin" sahut Aruthor.

"Anak baik! Aku suka anak baik sepertimu!" ucap Mellin lalu mengelus rambut Aruthor.

"Ngomong-ngomong kamu sedang apa di sini sendirian?" tanya Mellin.

"A—aku hanya sedang melihat pemandangan kota" jawab Aruthor.

"Begitu ya... ya, pemandangan kota ini memang cukup indah. Apalagi atap pasar bergaya kuil itu. Dengan latar belakang lautan biru yang luas, jadi nampak sangat indah, bukan?" ujar Mellin yang juga mengangumi pemandangan dari balkon itu.

"Kalau boleh aku tanya, apa benar tidak apa-apa aku dan nona Ring menginap di mansion ini, nyo— Mellin?" tanya Aruthor.

"Tidak apa-apa. Lagipula ini masionku yang sering tidak terpakai sih. Aku jarang pergi kemari. Jadi tinggalah sesuka kalian!" jawab Mellin sambil tersenyum.

"B—begitu, ya? T—terima kasih!" sahut Aruthor.

"Daripada itu, apa lukamu sudah sembuh?" tanya Mellin.

"Ya, semua lukaku sudah sembuh total. Semua berkat sihir penyembuhan dari nona Ring" ungkap Aruthor sambil bertingkah seperti sedang memeriksa kedua tangannya.

"Gadis penyihir itu ternyataa hebat sekali ya. Bahkan dia bisa menggunakan sihir penyembuhan yang mestinya hanya bisa digunakan oleh pemilik kekuatan suci. Siapa sebenarnya dia?" ujar Mellin dengan nada penasaran.

"Kalau tidak salah, dia bilang dia adalah konsultan akademi pahlawan kerajaan Brightion. Dia juga saat ini mendapat gelar sebagai ‹Messenger Maiden› atau apalah itu" jawab Aruthor.

"Oh begitu ya! Kalau begitu tak heran dia begitu hebat. Khukhukhu~" sahut Mellin.

"(Tunggu, kenapa aku menjawabnya semudah itu? Tapi tak apalah. Lagipula aku tak diminta untuk merahasiakannya juga sih)" gumam Aruthor.

"Jadi, apa kamu sudah berbaikan dengannya?" tanya Mellin.

Pertanyaan itu mengagetkan Aruthor.

"Kamu terkejut aku tahu darimana? Dari sikap kalian, aku sudah bisa menebak kalau kalian sedang bertengkar dan sebelum bertengkar kalian cukup akur. Karena itu kalian berdua tampak canggung sebelum akhirnya salah satu dari kalian pergi. Apa dugaanku benar?" ungkap Mellin.

Aruthor agak ragu menjawabnya, namun pada akhirnya ia membuka mulutnya.

"Y—ya, kami bertengkar karena keegoisanku" jawab Aruthor.

"Keegoisanmu?" sahut Mellin bertanya.

"Aku mengalami masalah dengan penduduk kotaku. Hingga aku merasa sangat sedih dan murung. Nona Ring mencoba untuk menghiburku dengan memasakan makanan untukku, tapi aku malah terlalu tenggelam dalam kesedihanku. Aku sama sekali tidak memikirkan apapun kecuali diriku. Aku egois. Aku dengan egois memakan dan menghabiskan makanan itu sendirian. Lalu kami pun bertengkar. Itu semua karena keegoisanku!" ungkap Aruthor menceritakan.

Aruthor tampak murung ketika menceritakan itu. Itu karena ia mengingat semua kebodohannya yang ia lakukan ketika itu.

"Sudah... yang lewat biarkan lewat. Sekarang hanya tinggal bagaimana caramu meminta maaf setelah ini kan?" balas Mellin mencoba menghibur Aruthor.

"T—tapi... bagaimana caranya?" sahut Aruthor menoleh ke arah Mellin.

"Khukhukhu~ kenapa kamu mesti bingung? Kamu hanya tinggal bilang, "maafkan aku", kan?" jawab Mellin dengan santainya.

"S—seandainya memang semudah itu..." ujar Aruthor sambil melirik ke arah lain dengan wajah yang masih murung.

"Lihat ke arahku!" tegas Mellin sambil memegang kedua pipi Aruthor dan mengarahkan wajahnya ke wajah Mellin.

"Yang nempersulit itu hanya dirimu sendiri. Anggapanmu lah yang membuat meminta maaf terasa sulit. Minta maaf itu adalah mudah. Begitu pula dengan memberi maaf. Namun diri orang itu sendiri yang mempersulit keduanya. Bukankah sekarang juga begitu? Kamu menunda-nunda meminta maaf karena terus menganggap itu sulit padahal kamu bisa mengatakannya kapan saja? Masalah dia mau memaafkanmu atau tidak, itu adalah haknya! Yang penting kamu sendiri harus bersedia meminta maaf apabila berbuat salah!" tambah Mellin dengan nada lebih tegas.

"T—tapi…" ujar Aruthor masih ragu.

"Tapi apa lagi?" sahut Mellin.

"…" Aruthor terdiam.

"Semakin lama kamu menunda maafmu, maka itu akan terasa semakin berat. Semakin berat rasa bersalahmu, semakin berat pula untukmu mengucapkan kata maafmu itu. Bahkan bisa jadi akan jadi terlalu telat bagimu untuk melakukannya saat dirimu akhirnya sudah siap meminta maaf karena terlalu lama menundanya" lanjut Mellin yang senyumannya berhenti dan berubah jadi wajah serius.

"(Kenapa nona Marquess tiba-tiba jadi terlihat murung?)" gumam Aruthor bertanya-tanya.

"Jadi bagaimana kabar Yang Mulia ratu, pangeran Aruthor?" tanya Mellin.

"Ibu!? Ibu…" ujar Aruthor kembali murung.

"Apa yang terjadi pada Yang Mulia?" tanya Mellin lagi penasaran.

Aruthor menggelengkan kepalanya.

"Aku tak tahu apa yang terjadi pada ibu. Aku tak melihat kejadiannya langsung. Tapi dari pengakuan orang-orang yang mennghancurkan istana kami, mereka juga bilang kalau mereka juga telah membunuh ibu" ungkap Aruthor menceritakan yang ia ketahui.

"Begitu ya… jadi Yang Mulia telah…" ujar Mellin tampak sedih.

"(Kenapa dia terlihat sedih? Bukannya dulu dia adalah yang paling menentang ibu dan paling membenci ibu?)" pikir Aruthor.

"Itu artinya prediksi beliau telah menjadi kenyataan… ya?" gumam Mellin.

"Prediksi?" sahut Aruthor.

"Tak usah dipikirkan. Jadi bagaimana? Apa kamu sudah bersedia untuk meminta maaf padanya saat ia kembali nanti?" tanya Mellin.

"I—itu…" sahut Aruthor merasa masih belum yakin.

"Aku sarankan lakukan secepatnya. Kita tak tahu kapan seseorang akan mati. Jangan sampai kamu menyesal sama sepertiku" ujar Mellin lalu pergi meninggalkan Aruthor.

****

Di tempat lelang budak yang terlihat seperti panggung opera, terlihat saat ini sedang ramai karena lelang budak sedang berlangsung. Budak yang sedang dilelang saat ini terlihat adalah seorang budak laki-laki dengan tubuh tinggi besar.

"Ayo siapa lagi yang mau menawar? Laki-laki ini adalah mantan juara bertahan gulat 3 tahun berturut-turut, jadi dia bisa menjadi pengawal yang bagus! Ayo! Apakah ada lagi?" ujar pembawa acara lelang itu dengan lantang.

Namun tak ada lagi yang mengangkat lengannya.

"Oke, budak ini terjual ke nyonya cantik yang di sana dengan harga 1.500 Bright!" tegas pembawa acara lelang.

"Hohoho~ akhirnya aku dapat yang bisa kutambahkan ke dalam koleksiku! Aku memang sangat beruntung!" ucap perempuan berpakaian mewah yang tertawa sambil menghalangi mulutnya dengan sebuah kipas mewah.

Semua orang menggeleng-gelengkan kepalanya, kecuali yang berdiri di atas panggung.

"Untuk pengikatan kontrak sihirnya silakan lakukan di belakang panggung. Nanti akan ada petugas dan penyihir yang akan membantu nyonya" ujar pembawa acara lelang.

"Tak perlu menjelaskan itu padaku. Aku sudah mengerti. Aku kan pelanggan tetap acara lelang ini!" ujar perempuan berambut cokelat muda itu.

"B—benar juga…" sahut pembawa acara lelang dengan senyum terpaksa.

Perempuan itu kemudian turun dari tempat penonton dan berjalan menuju ke belakang panggung lelang.

"Ayo calon koleksi baruku, mari cepat kita ikat kontrak kita!" ajak perempuan itu.

"Untuk lelang selanjutnya kita akan lakukan setelah rehat sejenak!" tegas pembawa acara lelang pada semua orang.

Di tempat penyimpanan budak yang hendak di lelang terlihat beberapa budak yang duduk di lantai dengan wajah yang penuh keputus-asaan. Semuanya seperti itu kecuali satu orang. Yaitu seorang budak perempuan yang berambut pirang pendek dan memiliki telinga panjang. Dia adalah seorang elf. Wajahnya cantik dan memiliki mata hijau mirip sebuah berlian zamrud. Tubuhnya tinggi semampai dengan kulit putih yang terlihat halus meski saat ini agak kotor oleh debu dan tanah.

"Wahai The Creator, tolong lah hambamu ini. Hamba ini percaya ENGKAU akan menolong hambaMU yang membutuhkan pertolongan" ujar perempuan elf itu sambil memejamkan matanya dan duduk menekuk lutut.

"Hei elf! Mau sampai kapan kau berdoa? Memangnya ada dewa yang peduli pada kita? Mereka itu hanya peduli pada orang-orang kaya dan berbakat saja! Bukan kita!" gerutu seorang budak laki-laki dewasa yang wajah dan tubuhnya dipenuhi bekas luka.

"Tolong jangan samakan The Creator dengan makhluk yang menganggap dirinya berkuasa atas dunia hanya karena sedikit lebih kuat daripada makhluk lainnya!" tegur elf perempuan itu dengan menatap tajam ke arah budak laki-laki di depannya.

"The Creator? Apa itu? Dewanya Elf?" sahut budak laki-laki itu bingung.

"Bukan hanya Elf! The Creator adalah pencipta segalanya!" bentak elf perempuan itu.

"Begitu kah? Kalau begitu di mana dia sekarang? Kenapa dia tidak datang menolongmu? Sebagai pencipta segalanya, pastinya mudah bukan untuk menolongmu?" tanya budak laki-laki itu dengan nada merendahkan.

"The Creator akan menolongku! PertolonganNYA akan datang disaat yang tak diduga-duga!" tegas elf perempuan itu dengan yakin.

"Terserahlah! Terserah! Dasar elf gila! Kau pasti akan gagal terjual! Tidak ada yang mau membelimu!" gerutu budak laki-laki dengan nada jengkel.

"Memang tidak ada yang akan mau membeliku! Itu karena aku terlalu mahal untuk mereka beli. Aku bukankah makhluk yang semurah itu untuk bisa dibeli oleh semua hal yang ada di dunia ini!" tegas elf perempuan itu sambil tersenyum yakin.

"Ternyata selain gila kau juga sangat sombong, ya elf!" gerutu budak laki-laki itu.

"Oke, waktu rehat sudah selesai, mari kita mulai lelangnya lagi!" ucap pembawa acara di luar.

Suaranya cukup lantang sampai terdengar ke dalam.

Tiba-tiba seorang laki-laki bertubuh tinggi besar dan berkepala botak datang masuk ke ruang tunggu para budak yang hendak dilelang itu.

"Hei elf, sekarang giliranmu!" ucap laki-laki botak itu.

Elf perempuan itu berdiri dan menghampiri laki-laki botak.

"Khehehehe~ jadi sekarang mana dewamu itu, elf?" ucap budak laki-laki tadi.

Tapi elf bermata hijau itu tak menghiraukannya sama sekali.

Elf itu dibawa ke atas panggung lelang. Tangan dan kakinya terikat oleh tali. Di dahinya juga terlihat sebuah gelang kepala berkristal hitam. Itu adalah gelang penahan sihir yang bisa mengganggu aktivasi sihir seseorang.

"Kali ini kita memiliki seorang elf! Elf yang cantik sekali! Rambutnya berwarna emas, layaknya emas asli. Begitu berkilau dan indah. Dan juga sangat halus ketika dielus. Ini bisa jadi produk sandang dan perhiasan yang bagus! Ia juga memiliki mata zamrud. Sangat indah dipandang! Kulitnya halus, dan bentuk tubuhnya sangat bagus! Budak yang sangat cocok untuk dimasukkan ke dalam koleksi anda!" ujar pembawa acara lelang.

Semua orang tampak begitu bersemangat untuk segera menawar.

"Mari kita mulai dari 5.000 Bright!" lanjut pembawa acara lelang.

Tepat ketika pembawa acara mengatakan itu, tepat saat itu juga sebuah panah muncul dari atas dan menancap di lantai. Tepat di depan di antara dua kaki elf itu. Kemudian dari panah itu memunculkan pusaran angin yang sangat kuat yang memutus tali yang mengikat tangan dan kaki elf itu.

Elf itu sedikit terkejut, tapi kemudian elf itu sadar kalau itu adalah pertolongan untuknya. Ia pun langsung bergegas melepas gelang kepala yang terpasang di kepalanya dan lari keluar dari tempat lelang itu. Mumpung orang-orang terhalangi dan panik oleh angin yang tiba-tiba muncul itu, ia mencoba untuk kabur.

Beberapa orang pengawal bayaran yang menjaga pintu keluar tampak mencoba untuk menghalanginya.

"[Windblade]! [Windblade]!" ujar elf itu mengayunkan lengannya dua kali.

Dua pengawal bayaran itu pun tertebas sabit angin tersebut. Tubuh mereka pun terdorong ke belakang menghantam dinding dan kehilangan kesadarannya.

Elf itu berhasil keluar dari tempat lelang.

Di luar ia kembali dihadang oleh para petugas penjaga lelang. Tapi tanpa ragu elf itu terus menerjang ke arah para petugas yang menghadangnya. Lalu ia pun bergerak zig-zag untuk membingungkan mereka. Gerakan yang sangat gesit dan lincah.

"Apa!?" ucap mereka terkejut dan bingung.

Salah satu dari mereka mencoba menebas elf itu dengan pedangnya, namun elf itu lolos dari tebasannya itu dengan gerakan zig-zagnya. Kemudian elf itu memegang bagian belakang kepala orang yang menebas ke arahnya itu dan mendorongnya membungkuk ke samping kemudian menggunakan punggung orang itu untuk melompat berguling menggunakan punggungnya. Gerakan itu membuatnya lolos dari tebasan dua orang lainnya yang akhirnya mengenai orang yang dilompati oleh elf itu.

Elf itu maju lagi dan melompat ke dua orang yang baru saja menebas kawan mereka sendiri itu, lalu ia menjambak rambut dua orang itu lalu bersalto lewat ke belakang mereka tanpa melepaskan jambakannya hingga kepala dua orang itu tertarik dan tubuh dua orang itu pun miring ke belakang dalam posisi hampir jatuh.

Lalu elf itu bersalto balik ke arah sebaliknya dan menendang kepala bagian belakang dari dua orang tadi hingga mereka berdua terjungkal ke arah yang sama dengan salto elf itu. Kedua orang itu pun tersungkur wajah mencium tanah.

Tiga orang tersisa, mereka terlihat lebih waspada dan menyiapkan perisai mereka yang langsung dihadapkan ke elf itu.

Melihat itu elf hanya tersenyum.

"[Windstep]" ucap elf itu.

Lalu elf itu melompat dan melangkah di udara seolah ada pijakan di sana. Elf itu mendarat di atap bangunan kemudian ia berlari dan melompat-lompat dari satu atap ke atap lain.

"Elf berengs◦k!"

"Ayo kejar dia!"

"Ayo!"

Mereka bertiga pun mencoba untuk mengejar elf itu.

Namun elf itu bergerak dengan sangat gesit, bahkan gerakannya mustahil untuk diikuti oleh kecepatan kuda tercepat sekalipun.

****

Ring kini sedang berbelanja di bagian barat pasar biasa. Area barat itu adalah kawasan penjualan senjata dan perkakas logam. Tapi selain itu, di sana juga ada peralatan magis seperti tongkat sihir logam dan katalis sihir.

Ring saat ini sedang berjongkok di depan tikar penjual peralatan magis.

"Ayo dipilih-pilih, nona! Semua katalis ini memiliki kualitas yang bagus. Mulai dari tingkat sedang sampai tinggi!" ujar pedangan itu.

"Sungguh mengherankan, semua katalis ini benar-benar dalam kondisi bagus dan memiliki tingkat kualitas sedang sampai tinggi seperti katamu. Darimana kamu mendapatkan ini?" komentar Ring ketika melihat itu dan itu membuatnya penasaran.

"Oh maaf, kami tak bisa menjawab pertanyaan nona. Itu adalah rahasia pedagang. Yang penting kami selalu berdagang dengan kejujuran, nona. Seperti yang nona lihat sekarang ini" ungkap pedagang yang berkumis dan berjanggut tebal itu.

"Begitu kah? Baiklah, aku akan percaya padamu. Aku akan beli batu yang ini, ini, dan ini" ujar Ring menunjuk batu-batu yang ia ingin beli.

Itu adalah batu berwarna biru, biru muda, dan merah.

"Hanya tiga itu, nona?" tanya pedagang itu memastikan.

"Ya, yang itu saja" sahut Ring.

Pedagang itu kemudian mengumpulkan ketiga batu itu dan memeriksanya.

"Baiklah, kalau begitu semuanya 1.500 Shine" ujar pedagang itu kemudian.

"1.500 Shine, hah?" sahut Ring kemudian merogoh kantongnya.

Ia pun meletakan 1 koin emas dan 50 koin perak besar. Kemudian ia mengambil 3 batu yang ia beli dan memasukannya ke kantongnya.

"Terima kasih sudah membeli di sini" ucap pedagang itu.

Ring berdiri dan kemudian ia pun tiba-tiba mendengar ada keributan dari belakangnya. Keributan itu terdengar dari wilayah pusat, dari wilayah pasar elit. Lalu tak lama kemudian sesosok humanoid melompat dan melesat kemudian mendarat di jalan.

"Elf?" ucap Ring ketika melihat sosok itu.

Elf itu kemudian berlari di jalanan kota dengan sangat cepat. Tak lama kemudian beberapa orang yang berkuda keluar dari wilayah pasar elit dan mengejar elf tersebut.

"Apa yang sebenarnya terjadi?" komentar Ring.

"Sepertinya itu adalah budak yang kabur" ucap pedagang batu katalis menjawabnya.

"Sepertinya memang begitu" ujar Ring, "(itu bukan urusanku juga, aku tak perlu memikirkannya kan?)" lanjutnya lalu berjalan pergi.

Ia berjalan menuju ke selatan, menuju ke area pasar yang menjual makanan.

"Ayo dibeli ikan segarnya! Ikan segar! Baru ditangkap tadi pagi!"

"Sayur-sayuran hijaunya, bu! Masih segar!"

"Rempah-rempah asli dari selatan! Ayo bu! Ayo pa! Rempah-rempahnya dibeli!"

Ring melewati para pedagang yang menjual sayuran, ikan, dan rempah-rempah. Karena yang ia tuju adalah penjual makanan yang ada di area sebelahnya.

"Ikan bakarnya! Ikan bakar! Hanya 10 Shine!"

"Jagung bakarnya! 5 Shine saja kok!"

"Babi panggang! Babi panggang! 15 Shine per tusuk!"

"Ayam bakar pedas! Ayam bakar pedasnya, bu, pa! 20 shine perbungkus!"

Ring kemudian menuju ke salah satu kedai makanan itu, yaitu kedai ayam bakar. Ia menghampiri penjual yang sepertinya adalah sepasang suami istri. Sang suami yang bertugas memasak, sementara sang istri yang melayani pelanggan sambil membungkus pesanan mereka dengan semacam daun.

"Maaf, perbungkus itu kira-kira isinya berapa ya, dan apa saja?" tanya Ring.

"Oh, satu bungkus biasanya isinya 4 potong daging. Biasanya isinya adalah sepotong daging dada, dua potong daging paha, dan sepotong sayap. Tapi nona juga bisa pesan mau apa saja isinya, tak harus selalu seperti yang saya sebutkan" ungkap penjual itu sambil tersenyum ramah.

"Hmm... begitu ya. Kalau begitu aku pesan tiga bungkus. Tapi yang satu, tolong cuma satu dada, satu paha, satu sayap, dan satu kepala" pinta Ring.

"Oh, kepala ya? Tidak biasa ada yang memesan itu. Sayang, tolong masakan satu kepala untuk pelanggan ini!" ujar penjual itu pada semuanya yang memasak di belakangnya.

"Siap!" sahut suaminya.

Sementara tampak sang istri membungkus pesanan Ring yang lain dulu. Kemudian tak lama setelah itu datanglah potongan daging kepala ayam dalam keadaan masih panas. Namun penjual itu tanpa ragu membungkusnya seolah tak merasa kepanasan sama sekali.

"Oke, semuanya 60 Shine, nona" ucap penjual itu.

Ring membayarnya lalu memasukan 3 bungkus pesanananya itu ke dalam tas selempang yang ia beli dari area timur sebelumnya.

"(Kuharap itu tidak bocor dan kena pakaian yang baru aku beli)" gumam Ring.

Kemudian Ring pun pergi untuk kembali ke mansion tempat Aruthor dan Mellin berada.

****

Di sebuah mansion yang sangat besar, terlihat di sana ada air mancur dan kolam yang tampak begitu indah. Dengan taman bunga yang luas menghiasi halaman depan mansion itu, memanjakan mata setiap orang yang akan bertamu ke mansion tersebut. Karena setiap orang yang lewat halaman depan itu akan melewati bagian tengah taman yang indah itu.

Di tambah mansionnya sendiri berwarna putih dan memiliki tiga lantai, sehingga sekilas terlihat layaknya sebuah istana kecil. Meski tak memiliki menara ataupun ciri khas istana lainnya. Selain itu terkibar bendera-bendera kebangsaan Ibiss, wilayah yang bisa dibilang pusat kekuasaan Marquess Agnis. Bendera merah dengan lambang wyvern putih.

Ring masuk ke dalam halaman istana itu, dan penjaga gerbang membiarkannya lewat karena mereka kenal kalau Ring adalah tamu majikan mereka, Marquess Agnis.

Ring masuk ke dalam dan langsung menuju ke kamar tamu yang menjadi kamarnya saat ini.

"Ah, capek sekali~ sepertinya aku harus mandi dulu. Sekalian aku mau coba baju yang aku beli tadi" ungkap Ring lalu mengeluarkan barang-barang di tasnya.

"Ternyata tidak bocor, boleh juga skill melipat penjual itu" puji Ring.

Ia meletakan bungkusan makanan itu di atas meja, kemudian ia juga meletakan pakaian yang ia beli itu di atas kasurnya.

"Tak kusangka aku harus sampai membeli baju baru. Ya lagipula baju yang kupakai sekarang ini sudah harus diganti kan, ya?" keluh Ring sambil melihat keadaan pakaiannya saat ini yang terlihat agak kotor dan ada bagian sobek di beberapa tempat.

Ring mengambil pakaian yang baru ia beli itu dan membawanya bersamanya. Ia keluar dari kamar dan menuju ke area belakang mansion. Seorang maid menghampirinya.

"Nona tamu mau mandi?" tanya maid itu.

"Ya, kamar mandinya di mana ya?" sahut Ring.

"Baiklah kalau begitu, silakan ikuti saya" balas maid itu.

Kemudian maid tersebut pun mengantarkan Ring menuju ke tempat mandi. Ia dibimbing masuk ke sebuah ruangan. Ruangan dengan kolam besar di tengahnya. Itu adalah kamar mandi yang sangat luas.

"M—maaf, nona maid? Apa tidak salah aku diantar kemari?" tanya Ring yang keheranan.

"Tidak kok, nona tamu. Yang Mulia Marquess meminta hamba untuk membawa anda kemari" ungkap maid itu sambil membungkuk.

"(Hah? Apa maksudnya itu?)" keluh Ring.

"Kalau begitu saya pamit, silakan nikmati waktu mandi anda, nona tamu, Yang Mulia!" ucap maid itu kemudian keluar dari ruangan dan menutup pintu.

"(Tunggu, "Yang Mulia"!? Dia bicara pada siapa!?)" komentar Ring terkejut dan bingung.

Ring pun hanya bisa menghela napas dan pasrah menerima fasilitas mandi yang telah dipaksakan kepadanya itu. Ia mulai melepaskan pakaiannya dan menaruhnya di sebuah keranjang, sementara sebagai gantinya ia menarik kain handuk di keranjang iyu untuk menutup tubuhnya. Ia menghampiri kolam yang tampaknya adalah kolam yang telah di isi air panas karena sejak tadi terus mengeluarkan uap air yang cukup banyak.

"Tidak, tunggu sebentar, kalau aku langsung nyebur bukannya air kolamnya akan kotor. Mungkin sebaiknya aku membasuh badanku dahulu sebelum berendam?" gumam Ring kemudian balik mendekat ke bak air.

Ia mulai berjongkok di sana dan membasuh juga membilas tubuhnya dengan air sampai tubuhnya bersih. Lalu setelah itu ia memakai handuknya kembali dan barulah ia menuju kembali ke kolam air panas.

Dengan hati-hati ia mencoba airnya dulu dengan cara mencelupkan ujung kakinya yang mungil itu.

"Oh, ini tidak sepanas kelihatannya. Meski agak kaget juga, karena ini pertama kalinya aku mencoba mandi air panas" gumam Ring lalu mulai melangkah masuk ke dalam air.

Ring pun mulai merendamkan tubuhnya ke dalam air itu.

"Aahh~ ini nyaman juga ya~ jadi ini rasanya mandi mewah ala bangsawan" ujar Ring.

"Syukurlah kalau kamu menikmatinya, nona penyihir" ucap seseorang.

Meski dari suaranya itu adalah suara seorang perempuan, tapi tetap saja itu mengejutkan Ring hingga ia langsung berdiri dan menutup tubuhnya dengan handuk.

"S—siapa di sana!?" ucap Ring ke arah siluet manusia yang baru ia sadari berada di seberangnya.

"Coba tebak" sahut orang itu.

"Nyonya Marquess Agnis?" terka Ring.

"Oh, tebakan yang tepat sekali!" balas orang itu.

Orang itu kemudian berenang mendekat ke arah Ring, dan siluet itu pun berubah menjadi sosok yang memanglah Marquess Agnis alias Mellin.

"Maaf jika aku mengagetkanmu. Kuharap kamu tak keberatan berbagi waktu mandimu bersamaku" ujar Mellin lalu kini bersandar di sebelah tempat Ring berendam sebelumnya.

"Apa mandi bareng itu kebiasaan pada bangsawan? Maaf, aku tak terbiasa mandi dengan orang lain, jadi..." balas Ring sambil mencoba keluar dari kolam.

Tapi Mellin dengan sigap menangkap lengan Ring.

"Janganlah begitu. Itu tidak apa-apa kan? Lagipula kita berdua sama-sama perempuan" bujuk Mellin sambil tersenyum.

"Tapi meski begitu, aku harus tetap hati-hati. Karena di dunia ini ada orang-orang yang seleranya belok. Ya, meski mereka pernah dimusnahkan di masa menurut sejarah" ujar Ring dengan tatapan sayunya.

"Tenang saja, aku bukan salah satu dari mereka. Aku sudah memiliki anak" jawab Mellin.

"Begitu kah?" sahut Ring masih belum percaya.

"Ya, saat ini aku tak punya cara untuk membuktikannya. Lalu bagaimana cara untuk membuatmu percaya?" tanya Mellin sambil melepaskan lengan Ring.

"Apa sepenting itu mandi bersamaku?" tanya Ring balik.

"Ya, karena ada yang harus kita bicarakan. Sesuatu yang penting, yang tak bisa kita bicarakan dalam kondisi biasa" jawab Mellin.

Ring terdiam sejenak.

"Baiklah, bagaimana jika kamu bersumpah atas nama dewa yang kamu sembah?" balas Ring.

"Dengan sumpah ya? Aneh sekali, jawabanmu entah kenapa mirip dengannya. Baiklah, aku bersumpah atas nama dewi Vulcan, aku bukan salah satu dari merek yang berselera menyimpang itu" ujar Mellin.

"Bagus, sekarang saya percaya pada anda" ujar Ring.

Ring kemudian berbalik dan duduk merendam tubuhnya lagi. Tubuh mungil Ring tampak terendam sampai seleher, sementara untuk Mellin hanya sedadanya saja.

"Jadi apa yang ingin anda bicarakan, nyonya Marquess?" tanya Ring.

"Langsung ke topiknya ya. Baiklah. Bisakah ceritakan kepadaku, apa yang terjadi di Kashmyr?" pinta Mellin.

"Memangnya apa urusan anda sampai ingin tahu tentang Kashmyr?" tanya Ring.

"Sebenarnya, sebelumnya kami sedang dalam perjalanan ke sana untuk menghadiri konferensi. Tapi, tiba-tiba saja terdengar banyak suara gemuruh dan raungan monster. Lalu kami diberi tahu oleh seorang anak laki-laki yang datang ke perkemahan kami kalau Kashmyr hancur oleh serangan naga. Jadi kami pun putar arah dan kembali supaya kami tak ikut terkena dampak oleh serangan naga itu" jelas Mellin.

"Nah, itu sudah tahu. Jadi untuk apa bertanya kepada saya lagi?" sahut Ring.

"Aku hanya ingin memastikan kalau berita itu benar atau tidak. Apa benar kota Kashmyr hancur oleh amukan naga?" tanya Mellin.

"Itu benar. Dan bukan hanya satu kali. Tapi dua kali kota itu di serang oleh naga. Dan oleh dua naga berbeda. Yang pertama adalah naga biasa, tapi yang kedua adalah Oceanic Dragon King. Itu benar-benar mimpi buruk jika aku mengingatnya lagi" jawab Ring.

"A—apa yang nona penyihir bilang tadi? Sepertinya tadi aku salah dengar nona menyebutkan tentang Oceanic Dragon King" tukas Mellin dengan wajah kaget tak percaya.

"Tidak, nyonya Marquess mendengarnya dengan benar kok. Aku memang bilang Oceanic Dragon King" balas Ring dengan santai dan memejamkan matanya.

"I—itu tidak mungkin kan!? Itu benar-benar gila! Kalau memang Kashmyr diserang makhluk semacam itu, bagaimana bisa pangeran Aruthor dan nona penyihir bisa selamat!? Atau jangan bilang anda ini penyihir hebat setingkat ‹Magic King›!" tukas Mellin lagi.

Kali ini ia sampai berdiri karena saking tidak percayanya.

"Ya, saya sendiri tidak percaya kalau saya bisa selamat. Bisa dikatakan itu seperti sebuah keajaiban. Seolah itu adalah takdir yang bekerja di baliknya. Saya sendiri tak bisa menjelaskan bagaimana itu bisa terjadi" ungkap Ring mengingat masa itu.

Ia pun mengingat kembali saat dirinya digendong oleh penolongnya. Tanpa sadar mulutnya tersenyum dan pipinya memerah ketika mengingatnya. Tapi dari sudut penglihatan Mellin, tentu saja itu tak terlihat karena terhalang poni rambutnya dan wajah Ring saat itu juga sedang sedikit menunduk.

"Ah~ benar juga, bukti kamu ada di sini, itu sudah menjadi bukti kalau memang ada keajaiban yang terjadi di tempat itu. Tapi meski begitu, kenapa bisa Oceanic Dragon King muncul di sana? Dari yang kudengar, makhluk itu tinggal di kedalaman lautan yang tak terjamah manusia" ujar Mellin lalu duduk kembali.

"Kalau masalah itu, sebenarnya Oceanic Dragon King muncul karena sihir pemanggilan" jawab Ring.

"Sihir pemanggilan?" sahut Mellin dengan nada bingung.

"Itu semacam sihir ritual untuk memanggil makhluk dari satu tempat ke tempat si pemanggil dengan bayaran tertentu. Dalam hal ini, mungkin dengan ‹Mana› dalam jumlah besar, karena aku tak melihat perempuan itu menggunakan katalis atau semacamnya" jelas Ring.

""Perempuan itu"?" sahut Mellin.

"Benar juga, saya belum mengatakannya. Tapi sebelum Oceanic Dragon King muncul dipanggil, sebenarnya saya menghadapi beberapa bangsawan yang datang dari Pashqua" ujar Ring.

"Dari Pashqua kamu bilang!? Siapa?" tanya Mellin dengan terkejut.

"Kalau tidak salah, salah satunya adalah putera mahkota" jawab Ring.

"Putera mahkota!? Tapi putera mahkota mereka bukan penyihir? Mana mungkin dia bisa menggunakan sihir yang mampu memanggil raja naga!" tegas Mellin.

"Yang memanggil raja naga memang bukan putera mahkota itu, tapi gadis yang bersamanya yang memakai payung untuk menggunakan sihirnya" ungkap Ring.

"Puteri pertama?" terka Mellin.

"Entahlah, mungkin saja" sahut Ring.

"Tapi kalau itu puteri pertama itu memang masuk akal. Yang aku dengar dia memang seorang ‹Dragon Priestess›" ungkap Mellin.

"Begitu ya. Ya sepertinya memang begitu" sahut Ring.

"Lalu, apakah kamu tahu apa yang terjadi pada Yang Mulia ratu Nurolia?" tanya Mellin.

"Tidak. Aku tidak tahu. Tadi melihat dari keadaan istana saat itu, sepertinya kecil kemungkinan beliau selamat" jawab Ring.

"(Tunggu, jika anak itu saja selamat, bukannya itu artinya ada kemungkinan ratu juga—)" gumam Ring.

"Begitu ya... padahal beliau nampaknya sedang mencoba untuk setidaknya memulihkan ekonomi negaranya. Tapi tak kusangka hal semacam itu akan terjadi" keluh Mellin.

"..."

"Ada apa? Kamu baik-baik saja?" tanya Mellin yang melihat Ring tiba-tiba saja diam.

"Maaf, kepalaku sedikit pusing" jawab Ring.

"Sepertinya kamu belum terbiasa ya. Sudah sana keluar dari kolam, aku tidak mau melihatmu pingsan di kolamku" ujar Mellin.

"Baiklah, akan saya lakukan" sahut Ring berdiri dan keluar dari kolam.

Ring berjalan dan menghampiri tasnya. Setelah mengelap tubuhnya sampai kering dengan handuk, ia pun mulai memakai pakaiannya. Pakaian yang baru dibelinya itu.

"Oh ya, dan satu lagi!" ucap Mellin dari arah kolam.

"Apa itu?" sahut Ring.

"Jika nanti pangeran Aruthor meminta maaf padamu, tolong maafkan dia. Dia baru saja kehilangan ibunya. Ditambah dia juga mendapat masalah dari rakyat yang ia lindungi. Tolong berbaikanlah dengannya dan akrablah dengannya" pinta Mellin.

"Tenang saja, memang itu niatan saya sejak awal" jawab Ring.

"Begitu ya, syukurlah kalau begitu..." balas Mellin.

Setelah memakai pakaiannya, Ring pun keluar dari kamar mandi itu.

"Kamu mendapatkan kawan yang baik ya, Aruthor. Kuharap kamu juga bisa akrab dengan puteriku" gumam Mellin sambil tersenyum.

Mellin pun melanjutkan mandinya sambil ditemani lembayung senja.

****