Suara Song Yi terdengar sengau dan serak. Namun, kata-kata itulah yang justru memakukannya ke papan kematian.
Song Yi melingkarkan kedua tangannya ke dadanya dan menatap Tang Si. Song Yi bersikap seolah-olah masalah itu tak ada. "Jika kau tidak ingin orang lain melakukannya padamu, maka jangan lakukan hal tersebut pada orang lain."
Tang Si bisa menekan sifat Song Yi yang arogan. Namun, dia tak punya syarat untuk menekan gadis itu dengan cara ini, meskipun hal itu baik untuknya.
Awalnya, Tang Si-lah yang justru mengatakan hal itu lebih dulu kepada Song Yi dan mengikuti kata-katanya. Jadi, Song Yi akan mengatakannya dengan kasar. Namun, Song Yi tak menduga bahwa Tang Si mulai mempedulikannya lagi.
Tang Si menatapnya dengan penuh benci. Dia tahu bahwa Song Yi tidak akan mempedulikannya. Selain itu, Song Yi juga kesal dengan sikap Tang Si.
Tang Si juga tahu bahwa cara Song Yi mengujinya sangatlah ekstrem.
Tang Si juga mengatakan apa yang dikatakan Song Yi selama dalam perjalanan. Dia sengaja merayu Song Yi, karena dia ingin tahu apakah wanita ini benar-benar sombong.
Tang Si juga ingin menggagalkan semangat Song Yi.
Bagaimanapun juga, Song Yi adalah tersangka pada saat itu. Cara apa pun yang digunakan Tang Si untuk mengujinya sama sekali tak ada yang salah.
Tang Si dalam hal ini memang terlalu stres dan reaksinya terlalu berlebihan.
Juga, mungkin saja karena ada sesuatu yang mendarah daging, dia tak memandang wanita ini.
Tang Si menarik napas dalam-dalam dan mengerucutkan bibirnya.
"Makanlah pangsitnya selagi masih panas, jangan sampai dingin."
Setelah menyelesaikan kalimatnya, Tang Si berjalan keluar.
Saat Song Yi mendengar nada suara Tang Si yang mulai melunak, dia tersenyum seperti seorang peri. Dia menatap punggung Tang Si dengan penuh kebencian. "Hah? Apakah kau menyelaku karena kau tidak tahan?"
Song Yi kelihatannya baik-baik saja.
Tang Si mendengarnya, tapi dia terus berjalan dan melangkah keluar.
Song Yi hanya bisa menatapnya pergi.
Song Yi menurunkan pandangan matanya dan menggigit bibir bawahnya. Rasa kebencian mulai mencuat di dalam hatinya.
...
"Kepala tim Tang? Kenapa kau keluar? Apakah kau tidak bicara dengan Nona Song lagi?"
Saat Tang Si melewati kantornya, Zhou Liang melontarkan pertanyaan sambil bercanda.
Tang Si tidak menanggapi pertanyaan Zhou Liang. Dia hanya keluar dengan wajah tenang dan santai, yang membuat Zhou Liang menjadi makin bingung. "Ada apa ini?"
Ning Xiachuan menimpali, "Apa kau mati jika kau tidak bicara?"
Setelah Ning Xiachuan menimpali, dia melirik ke dalam ruang investigasi. Wanita yang ada di dalam dengan santainya menikmati pangsitnya, seolah-olah tidak terjadi apa-apa.
Taman belakang kantor polisi terlihat gelap meskipun lampu penerangan jalan menyala di malam hari.
Di bawah lampu jalan di sebelah sana, pria itu memegang sebatang rokok di tangannya. Sinar lampu jalan terus menyala di kegelapan malam. Dengan punggung yang bersandar pada tiang lampu jalan dan menghabiskan rokoknya satu demi satu.
Tak lama kemudian, puntung rokok berserakan di bawah kakinya.
Di bawah penerangan lampu jalan, tubuh sosok itu merosot inci demi inci, hingga akhirnya dia duduk di atas tanah, sedangkan punggungnya masih bersandar pada tiang lampu.
Dengan sebatang rokok yang masih terselip di dua jarinya, dia memeluk kepalanya dengan kedua tangannya. Suasana sekelilingnya yang gelap ditambah dengan perasaan hatinya yang depresi melandanya.
Hatinya seolah gelap dan mati rasa, seolah ada sesuatu yang tak henti-hentinya berteriak. Dengan putus asa, dia mengeraskan rahangnya. Puntung rokok yang ada di tangannya dikepalnya erat-erat. Rasanya begitu menyakitkan, tapi dia tidak mengetahuinya.
Telapak tangannya terasa terbakar. Digigitnya tangannya yang terbakar itu kuat-kuat, tapi rasa sakit yang dirasakannya justru membawa ledakan kesenangan baginya.
Cahaya lampu penerangan jalan bersinar redup. Samar-sama, dia bisa melihat sinar mata pria itu yang gelap, kosong, dan seolah tidak ada tanda kehidupan.
Dia menggigit telapak tangannya sendiri hingga darah mengalir dari telapak tangannya. Bibir merahnya yang tipis mulai ternodai oleh darah dan bau anyir menyebar kuat di bibirnya.
Dia begitu genit dan berbahaya. Kekejaman tersembunyi di dalam tubuhnya dan dia seakan sudah tidak tahan lagi. Sementara itu, malam mulai memenuhi langit dan kegelapan melingkupinya.
"Tidak minum obat?" Tiba-tiba sebuah suara bernada dingin terdengar di telinganya.
Dia menengadahkan kepalanya dan melihat sosok Ning Xiachuan yang berdiri di hadapannya. Pria itu sedang menatapnya dengan pandangan merendahkan.
Tubuh Tang Si mulai gemetar. Tangannya mengepal erat dan nada suaranya yang rendah bergetar, "Aku khawatir kecanduan narkoba justru jauh lebih tidak nyaman daripada merokok."
Kata-katanya seolah membawa alasannya sendiri yang jarang diucapkannya.