Ini sudah 9 hari semenjak Rei di rawat, juga sudah 2 hari semenjak gadis itu kembali ke mansion megah yang di tempatinya bersama dua mahkluk dengan kepribadian yang berbeda. Kini permata coklat itu tengah menatap rangkaian kata di hadapannya namun atensinya tidak sepenuhnya ia berikan pada kata yang terangkai indah di hadapannya. Separuh dirinya sedang memikirkan dokter yang hanya sehari merawatnya membuatnya penasaran mengapa hal itu dapat terjadi. Ia juga tidak dapat menemukan eksistensi dokter baik hati itu selama seminggu di rumah sakit tempatnya di rawat. Sedikit kecurigaan dan kekhawatiran marasuki pemikirannya, beberapa pertanyaan memaksa mendapatkan jawaban yang ia sendiripun tidak mengerti jawabannya. Mengapa dokter itu begitu berbaik hati padanya padahal ia bahkan tidak mengetahui namanya? Dahi gadis itu sampai berkerut pertanda ia sedang berfikir keras
"Hoy!!! Baca apa tuh!!" Suara cempreng yang sangat menyebalkan itu menyita seluruh atensi Rei dan membuatnya sedikit terlonjak dari tempatnya.
Iris coklat itu hanya memamerkan tatapan tajam andalannya. Mungkin bagi jutaan manusia di bumi tatapan itu dapat menikam mereka namun tidak dengan pria bernama Alfan yang justru menyuarakan gelak tawanya. Menjahili gadis yang sudah seperti adiknya ini adalah kegiatan yang sangat di sukainya.
Mendengar tawa yang terdengar sangat menyebalkan itu membuat Rei menutup buku yang sejak tadi berada di pangkuannya lalu menerjang tubuh jangkung di depannya dengan tangannya yang berakhir dengan pria itu terlentang dan mendapatkan bertubi tubi cubitan di perutnya, bukannya berteriak kesakitan pria itu justru semakin tertawa karena sensasi geli yang menyerangnya.
"Hahahah ampun Rei... Udah ahahah.. Rei aduh ahahahha"
tidak mengindahkan rintihan di sela Tawa itu Rei justru semakin mencubit perut pria di hadapannya. Hingga suara bariton yang sangat di kenalnya menghentikan aksinya dan mengalihkan atensi keduanya
"Ekhm!!"
Jonathan menatap jengah ke arah keduanya, bahkan Rei yang sangat tenang berubah menjadi tidak bisa di tenangkan jika Alfan berada dalam radarnya.
"Ngapain kalian?" Suara bariton itu kembali terdengar dengan nada malas yang tidak di tutupi
" Main lah!" Suara cempreng Alfan menggelegar
"Main apa?! Saya lagi ngehukum kamu ya!" Kali ini suara yang tak kalah cempreng milik seorang Rei menggelegar
" Emang saya salah apa?!"
" Kamu mau saya mati kena serangan jantung?!"
" Tinggal di kubur"
" MINTA DI KUBUR DULUAN YA?!"
" HEH SAYA INI LEBIH TUA!! SOPAN DIKIT"
"HALAH SAMA ANAK PAUD JUGA PINTERAN ANAK PAUD!!"
"WHAT?!"
Suara suara cempreng itu menimbulkan helaan nafas dari satu-satunya pria yang sedang berdiri menyaksikan tingkah konyol kedua manusia di hadapannya , mereka terlalu sibuk dengan makian-makian miliknya hingga tidak menyadari sepasang obsidan hitam memperhatikan mereka dengan lekat terutama pada satu-satunya gadis yang berada di ruangan ini.
" Oke can both of you stop guys?"
Suara berat dengan nada tenang namun dalam itu berhasil membungkam suara-suara di sekitarnya, seolah hal yang di katakan ya adalah perintah mutlak.
Rei dan Alfan langsung memberikan atensinya ke arah Jonathan , bahkan mereka baru menyadari ada manusia lain di belakang tubuh bidang Jonathan. Namun beberapa detik setelah mereka menyadari kehadiran manusia itu suasana kembali ricuh
"Revan?!"
"Dokter?!"
Kini suara cempreng Alfan dan Rei mendominasi ruangan di sebabkan pertanyaan yang terlontar bersamaan
"Ngapain disini?!" Lagi mereka melakukannya di saat yang bersamaan
"Ngapain sih ikut ikut?!" Tanya Alfan dengan nada kesal
" Ih! Gak sengaja tauk!" Kini Rei yang mengeluarkan nada tingginya
" Hal-..."
"STOP!!" Suara bariton itu menginterupsi kericuhan yang kembali berlanjut
Kedua manusia yang sedang duduk di sofa panjang berwarna biru langit dengan bantal yang sudah berserakan di karpet itu pun langsung menyembunyikan suaranya. Suasana kembali hening di dalam ruangan luas dengan cat dominan biru langit, sofa panjang tunggal berwarna biru laut, lantai marmer berwarna hijau rumput, karpet berwarna hijau tua, serta televisi di hadapannya, jangan lupakan tiga rak besar berisi ratusan buku yang terdapat di sisi kanan sofa, serta jendela yang berada di belakang sofa dengan komputer beserta sepasang meja dan kursi yang menghadap jendela dan pintu berwarna putih dengan sedikit ukiran emas di sisi kiri sofa. Ruangan ini adalah tempat yang paling sering di gunakan tiga manusia yang sudah hampir satu dekade ini selalu bersama.
" Oke mulai hari ini Revan jadi bagian tim kita, ini--.." suara bariton itu berusaha menjelaskan namun kedua suara cempreng itu menginterupsi kegiatannya
"Hah?!" Lagi lagi bersamaan
"Jangan motong penjelasan saya , mulai hari ini Revan jadi bagian dari tim kita. Ini perintah dari ketua langsung. Dia baru di angkat jadi peringkat A+ dan karena cuma tim kita yang isinya 3 orang sedangkan tim lainnya berisi 5 atau bahkan 6 orang dia di masukkan ke tim kita mulai hari ini, dan bakal tinggal bareng Kita"
"Selamat bergabung Revan, akhirnya kamu berhasil ya" suara cempreng Alfan menguar, ia tersenyum lebar seperti anak-anak yang tengah mendapatkan mainan baru.
Sedangkan Rei hanya diam dan menatap lekat ke arah Jonathan yang masih setia berdiri di tempatnya. Seolah menuntut penjelasan lebih dari sang ketua
" Dia agen juga di organisasi, tapi kemarin peringkatnya masih A, kamu pasti gak kenal kan?" Suara tenang Jonathan memenuhi hasrat pemasarannya. Pria itu lalu mendaratkan dirinya di samping kanan Rei sedangkan pria bernama Revan itu masih setia berada di tempatnya .
"Gimana mau kenal, 18 jam dia dalam 24 jam itu latihan dan sisanya menyelesaikan misi. Jangankan kenal tau aja mungkin enggak " kali ini suara cempreng Alfan yang menguar dan membuat Rei dengan senang hati melayangkan tatapan tajam ke arahnya .
"Apa kita butuh perkenalan?" Tanya Jonathan tenang.
" Boleh aja" suara antusias Alfan mendominasi pendengaran Rei yang berada tepat di sebelah kirinya.
" Oke ketua duluan deh" suara antusias itu kembali terdengar
"Oke, saya Jonathan, mereka biasa manggil saya Jo. Tapi masyarakat lebih kenal saya sebagai Alex. Kamu pasti ngerti identitas itu rahasia kan. Saya lahir di Paris, ibu saya orang Indonesia sedangkan ayah saya orang Amerika. Hal yang paling gak saya suka itu susu, dan juga keributan. Saya yang jadi ketua di tim ini. " Ujar Jonathan panjang lebar
"Saya Alfan, Rei sering manggil saya Al, kalo Jo sering manggil saya pan. Tolong jangan di sambung sama ci karena nanti jadi panci, saya orang asli Indonesia, suka batagor, lahir tanggal 12 Januari kadonya saya tunggu, nama samaran saya sih ipen, gak elit tapi gimana lagi itu yang di kasih sama Jo. Saya paling gak suka sama samurai Rei karena itu serem dan kuno, saya juga gak suka sama tangisan Rei, juga muka sedih Rei. " Perkenalan lengkap dari Alfan sukses membuat Rei memukul lengannya dan Jo tertawa kecil.
"Saya kirei. Ayah saya orang Jepang , ibu saya orang Indonesia. Nama samaran sakura. Paling benci keributan" perkenalan singkat kirei di hadiahi tatapan lekat dari Jonathan dan Alfan seolah menuntut sesuatu.
Namun gadis berdarah Jepang itu tetap membungkam dirinya, membuat helaan nafas malas keluar dengan kompak dari kedua manusia yang berada di sisi kanan dan kiri nya. Kini ketiga obsidan berbeda warna itu tengah menatap lekat manusia yang masih berdiri di hadapan mereka.
"Saya Revan, ibu saya orang China, ayah saya orang Indonesia. Keahlian saya di bidang medis dan bela diri." Nada gugup terdengar dari bibir tipis pria manis itu.
Tidak ada lagi suara di ruangan luas itu. Jo sudah beranjak dari tempatnya dan keluar dari ruangan itu. Alfan mengikutinya dari belakang menyisakan kirei dan Revan yang masih sama-sama bungkam.
Revan lalu melangkahkan tungkai jenjangnya dan mendaratkan tubuhnya di samping kanan kirei.
"Kamu dari umur berapa di sini?" Suara berat namun halus itu menyapa Indra pendengaran kirei.
Permata coklat itu lalu menubruk obsidan hitam yang jernih di hadapannya.
"16" jawabnya singkat
" Woaah udah lama banget" suara itu terdengar antusias
"Kenapa masuk sini?" Suara berat itu kembali menyapa
" Suka bela diri"
" Kenapa gak masuk Akpol atau Akmil aja?"
" Terkekang"
"Kam--.."
Suara berat itu terhenti kala teriakan seseorang memenuhi Indra pendengaran keduanya
" KIREI LAPERR!!!" Sudah di pastikan bahwa suara itu adalah milik alfan
"CK,"
kirei lalu beranjak dari tempatnya meninggalkan pria manis itu sendirian di tempatnya tanpa sepatah kata.