"Selamat, Yang Mulia."
Mendengar itu, Xie Lian pun menengadah dan tersenyum. "Terima kasih, tapi kalau boleh tahu, untuk apa kau memberiku selamat?"
Ling Wen Zhen Jun meletakkan tangannya di belakang punggung. "Selamat karena menempati peringkat pertama sebagai 'dewa yang paling ditunggu-tunggu untuk diusir' dalam pemilihan suara."
"Setidaknya, aku di peringkat pertama. Tapi, tadinya kukira kau memberiku selamat karena ada hal yang bagus."
"Ya, kau bisa mendapat 100 pahala karena menduduki peringkat pertama."
"Berikutnya, kalau ada pemilihan suara yang seperti ini lagi, kau harus masukkan namaku," kata Xie Lian cepat-cepat.
"Kau tahu siapa di peringkat kedua?" tanya Ling Wen.
Xie Lian berpikir sejenak. "Sulit ditebak. Lagipula, aku sanggup menduduki tiga peringkat teratas sekaligus."
"Kau benar. Tidak ada peringkat kedua. Bakatmu di bidang ini, jauh melampaui dewa lainnya. Tidak ada yang bisa menyaingimu."
"Kau terlalu memuji. Boleh kutahu, siapa juara sebelumnya?" tanya Xie Lian.
"Tidak ada juara sebelumnya," jawab Ling Wen. "Pemilihan ini dibuat tahun ini, lebih tepatnya, hari ini."
"Oh," Xie Lian sedikit terkejut. "Pemilihan ini bukan dibuat khusus untukku, kan?"
"Anggap saja ini kebetulan, dan kau yang jadi juaranya, itu juga kebetulan."
Xie Lian tersenyum, "Baiklah, aku juga lebih suka berpikir begitu."
Ling Wen lanjut bertanya, "Kau tahu kenapa kau yang di peringkat pertama?"
"Karena semua orang menganggap akulah yang cocok," tebak Xie Lian.
"Biar kuberi tahu alasannya," kata Ling Wen. "Lihatlah lonceng itu."
Ling Wen menunjuk ke arah lonceng tersebut. Xie Lian mengikuti arah yang ditunjuk dan melihat pemandangan yang indah. Sebuah istana giok putih dan paviliun yang dikelilingi awan dan burungburung yang terbang mengelilinginya. Xie Lian memperhatikan pemandangan itu sejenak.
"Apa kau menunjuk ke arah yang salah? Di mana loncengnya? "
"Aku tidak salah tunjuk. Di situlah tempatnya, kau lihat? "
Xie Lian memperhatikan arah itu lagi. "Aku tidak lihat ada lonceng di situ. "
"Memang benar," kata Ling Wen. "Tadinya ada lonceng di situ, tapi ketika kau naik ke Kayangan, lonceng itu bergetar dan jatuh. "
" ... "
"Lonceng itu usianya lebih tua darimu, tapi memiliki kepribadian yang hidup. Ketika ada yang
terangkat ke Kayangan, lonceng itu akan ikut bergetar untuk memberi dukungan. Selama kenaikanmu,
lonceng itu berdentang dan begetar begitu hebat; sama sekali tidak bisa berhenti. Akhirnya, lonceng itu
terjatuh dari menaranya, lalu berhenti bergetar. Ketika lonceng itu jatuh, bahkan jatuhnya mengenai
seorang pejabat langit."
*Pejabat langit = Dewa*
"Jadi ... apa sudah baik sekarang?" tanya Xie Lian.
"Belum, masih diperbaiki," jawab Ling Wen.
"Bukan, maksudku pejabat langit itu," kata Xie Lian lagi.
"Dia seorang dewa perang," kata Ling Wen. "Jadi, waktu itu dia spontan membelah lonceng itu jadi
dua. Dan lagi, coba lihat istana emas yang di sana. Kau lihat?"
Ling Wen menunjuk lagi, dan Xie Lian melihat ke arah yang ditunjuknya sekali lagi. Dia melihat
sebuah atap keemasan yang indah, terselubung di antara awan, dan berkata, "Ah, aku bisa melihatnya
kali ini."
"Nah, di situ salahnya. Harusnya di situ tidak ada apa-apa."
" ... "
"Ketika kau terangkat, banyak pilar istana emas yang runtuh. Ubin-ubinnya yang mengilap hancur, dan
perbaikannya akan memakan waktu. Jadi, mereka hanya bisa membangun gantinya untuk sementara."
"Aku yang harus bertanggung-jawab?" tanya Xie Lian.
"Kau yang harus bertanggung-jawab," jawab Ling Wen.
"Oh ... ," Xie Lian ingin memastikan dan bertanya, "Apa aku ini, begitu datang, sudah langsung
menyinggung banyak pejabat langit?"
"Kalau kau bayar ganti ruginya, mungkin tidak."
"Lalu, bagaimana cara membayarnya?"
"Gampang. 8.880.000 pahala."
Xie Lian tersenyum lagi.
"Tentu saja aku tahu kau bahkan tidak bisa mendapat sepersepuluh dari jumlah itu," kata Ling Wen.
"Bagaimana ya, mengatakannya? Ini memalukan, tapi aku bahkan tidak bisa mendapatkan sepersepuluh
ribu dari jumlah itu," kata Xie Lian berterus terang.
Doa-doa dari para penyembah akan berubah menjadi kekuatan para dewa, dan setiap dupa para
penyembah akan dihitung sebagai satu pahala.
Xie Lian berhenti tersenyum, dan bertanya dengan serius, "Apakah kau mau menendangku turun dari
Kayangan, dan memberiku 8.880.000 pahala?"
"Aku ini dewi sastra," kata Ling Wen. "Jika kau ingin ada yang menendangmu, kau harusnya mencari
dewa perang. Jadi, dia bisa menendangmu lebih keras, dan memberimu lebih banyak pahala."
Xie Lian menghela napas, "Biar kupikirkan lagi apa yang harus kulakukan."Ling Wen menepuk bahunya, "Jangan khawatir. Ketika kereta tiba di depan gunung, maka akan ada
jalan."
"Aku ini, seperti perahu di tepi jembatan, pasti tenggelam," kata Xie Lian.
Kalau saat ini adalah delapan ratus tahun yang lalu, selama masa kejayaan negeri Xian Le, maka
8.880.000 pahala bukanlah hal yang sulit untuk dikumpulkan sama sekali. Sang Pangeran akan
memberikannya dalam sekejap mata. Namun sekarang keadaannya berbeda. Semua kuilnya sudah
dibakar habis tanpa sisa. Tidak ada lagi penyembahnya, tidak ada dupa dan persembahan.
Tak perlu dikatakan lagi, tak ada apa pun yang tersisa. Tak ada, sama sekali tak ada!
Dengan pikiran beramuk, sang Pangeran berjongkok di tepi jalan untuk waktu yang lama sebelum dia
tiba-tiba ingat dia belum memasuki Jaringan Komunikasi Langit semenjak dia datang, dan tadi dia lupa
menanyakan kata sandinya.
*天庭的通灵阵 (Tiāntíng de tōng líng zhèn) , 天庭: Mahkamah langit, 通灵:
spiritual, 阵; formasi. Jadi arti harfiahnya kurang lebih :Formasi spiritual Mahkamah Langit. Tapi di
sini saya pakai istilah Jaringan Komunikasi Langit, biar lebih enak kedengarannya :D
Para dewa membentuk Jaringan Komunikasi Langit bersama-sama, jadi mereka bisa menggunakan
pikiran mereka untuk berkomunikasi. Akan tetapi, dibutuhkan kata sandi untuk menemukan posisi
jaringan yang benar. Kali terakhir Xie Lian memasuki jaringan ini adalah delapan ratus tahun yang lalu,
sehingga tidak mungkin dia masih ingat kata sandinya. Dia menggunakan pikirannya untuk mencari-
cari, dan menemukan sebuah jaringan yang tampak tak asing. Dia seenaknya saja masuk ke jaringan itu
dan segera dikejutkan oleh suara teriakan sekerumunan orang:
"Hati-hati, kau tidak bisa ubah taruhanmu! Kali ini, ayo bertaruh seberapa lama si Putra Mahkota bisa
bertahan!"
"Aku bertaruh: Satu tahun!"
" Satu tahun itu terlalu lama. Kali terakhir, cuma 15 menit. Jadi kali ini, aku bertaruh: Tiga hari!"
"Jangan begitu, bodoh! Tiga hari sudah hampir lewat!"
... Xie Lian diam-diam keluar dari jaringan itu.
Salah. Pasti bukan jaringan yang tadi.
Kayangan Atas terdiri dari semua dewa penting yang sudah dikenal luas. Karena para dewa ini
menggunakan kemampuan sendiri untuk terangkat ke kayangan, dewa-dewa ini biasanya memiliki aura
yang bermatabat dan punya pengendalian diri untuk mempertahankan citra mereka. Kata-kata dan
perbuatan mereka mengandung arogansi. Hanya Xie Lian saja yang ketika terangkat, pertama kali akan
menggunakan Jaringan Komunikasi Langit untuk menyapa setiap dewa, dan dengan tulus
memperkenalkan dirinya secara lengkap.
Setelah keluar dari jaringan yang tadi, dia mencari jaringan yang dimaksud sekali lagi, dan secara acak
masuk ke sebuah jaringan lagi. Setelah dia masuk ke jaringan yang ini, hatinya menjadi tenang, dan dia
berpikir, Tenang sekali di sini. Pasti ini jaringan yang kucari.
Kali ini, dia mendengar sebuah suara yang bertanya dengan lembut, "Yang Mulia, Anda sudah kembali
lagi?"Kau akan merasa sangat nyaman setelah mendengar suara ini. Suara ini lembut dan penuh hormat; tetapi
, jika didengarkan dengan saksama, kau akan menyadari kalau suara ini terdengar sangat dingin secara
emosional, membuat orang jadi berpikir bahwa di dalam suara ini tidak terkandung niat yang baik.
Semula, Xie Lian ingin masuk dan mengamati keadaan di sana untuk sementara waktu, tetapi karena
seseorang mulai berbicara padanya, dia tidak mungkin berpura-pura tuli dan bisu. Di samping itu, dia
merasa sangat senang bahwa di Kayangan Atas masih ada orang yang mau berbicara dengan dirinya, si
dewa pembawa bencana ini. Karena itu, dia menjawab dengan cepat, "Ah, iya! Halo semuanya, aku
kembali lagi."
Dia tak pernah menduga, kalau setelah tanya jawab tadi, semua dewa dalam jaringan komunikasi ini
memasang telinga mereka.
"Kenaikan Yang Mulia kali ini benar-benar menciptakan keributan yang besar," kata dewa yang tadi,
pelan-pelan.
Di Kayangan Atas, para bangsawan ada di mana-mana dan para pahlawan juga sangat mudah dijumpai.
Untuk menjadi dewa, seseorang harus menjadi luar biasa terlebih dahulu. Akan selalu lebih mudah bagi
mereka yang punya prestasi atau bakat untuk terangkat. Karena itu, tidak berlebihan jika dikatakan
bahwa terangkatnya seorang raja, pangeran, putri, atau jenderal bukanlah hal yang jarang terjadi. Di
Kayangan, siapa yang bukan orang penting atau orang terkenal? Setiap orang hanya bersikap sopan
dengan saling menyapa 'Yang Mulia' atau 'Jenderal'. Para dewa akan saling menyapa satu sama lain
dengan sebutan yang lebih sopan. Namun setelah dewa yang menyapa Xie Lian mengucapkan dua
kalimat tadi, sapaan 'Yang Mulia' darinya tidak lagi terasa sopan.
Walaupun dia berulang-ulang menggunakan sapaan 'Yang Mulia', orang tidak bisa merasakan sedikit
pun rasa hormat dari kata-kata itu. Sebaliknya, rasanya seperti dia menggunakan jarum untuk menusuk
orang lain. Di Jaringan Komunikasi Langit ini, ada juga orang-orang lain yang merupakan putra
mahkota yang merasa tidak senang setelah disapa demikian olehnya. Xie Lian bisa merasakan kalau
lawan bicaranya tidak punya niat baik, tetapi dia tidak ingin berdebat, jadi dia berpikir, Sebaiknya pergi
saja. Dia tersenyum. "Tidak apa-apa," katanya. Namun, dewa itu tidak mau melepaskannya. "Yang
Mulia tidak apa-apa, tapi peruntunganku sedang tidak baik," katanya pelan.
Tiba-tiba, Xie Lian mendengar pesan rahasia dari Ling Wen.
Ling Wen mengatakan satu kata, "Lonceng."
Xie Lian langsung tersadar.
Jadi, dia itu dewa perang yang tadi tertimpa lonceng!
Karena kejadiannya seperti itu, berarti dewa ini bukan marah tanpa alasan. Xie Lian sangat terbiasa
meminta maaf, jadi dia segera berkata, "Aku sudah dengar mengenai lonceng itu. Aku benar-benar
minta maaf."
Terdengar gumaman Hmpf dari lawan bicaranya, yang sulit ditebak maknanya.
Ada banyak dewa perang di Kayangan; banyak di antaranya yang terangkat setelah Xie Lian diusir.
Jadi, dia tidak bisa memastikan siapa lawan bicaranya tadi hanya dengan mendengar suaranya. Dia tidak
dapat meminta maaf pada orang yang bahkan namanya saja dia tidak tahu. Jadi, Xie Lian bertanya,
"Bolehkah aku tanya, bagaimana aku harus menyapamu?"
Setelah Xie Lian bertanya begitu, orang ini jadi terdiam.
Dan bukan dia saja yang terdiam. Semua orang di jaringan komunikasi itu juga terdiam, menimbulkan
kesenyapan yang mencekam.Ling Wen mengirim pesan, "Yang Mulia, walaupun aku tidak menyangka kau akan bicara padanya
begitu lama tanpa menyadarinya, tapi biar kuingatkan, dia itu Xuan Zhen."
Xuan Zhen?
Karena kaget, dia tersedak sedikit, baru kemudian bereaksi, "Itu Mu Qing?"
Jenderal Xuan Zhen adalah dewa perang di wilayah barat daya. Memiliki total 7.000 kuil, reputasinya
sudah tersebar luas.
Dan nama asli Jenderal Xuan Zhen adalah Mu Qing, yang dulunya adalah Letnan Jenderal di bawah
Putra Mahkota negeri Xian Le.
Ling Wen juga sangat terkejut. "Tadi kau benar-benar tidak sadar siapa dia?"
"Tadi aku benar-benar tidak tahu siapa dia," jawab Xie Lian. "Sebelumnya, bukan begitu cara bicaranya
padaku, dan juga, aku bahkan tidak ingat kapan terakhir kali aku bicara padanya. Kalau bukan lima ratus
tahun yang lalu, berarti enam ratus tahun yang lalu. Aku sudah hampir lupa penampilannya, jadi
bagaimana mungkin aku masih ingat suaranya?"
Jaringan komunikasi tetap diliputi kesenyapan yang mencekam. Mu Qing tidak bersuara, dan dewa-
dewa lainnya berpura-pura tidak mendengarkan padahal dengan bersemangat menunggu seseorang
untuk melanjutkan percakapan ini.
Berbicara mengenai kedua orang ini, hubungan mereka canggung. Setelah kabar mereka tersebar
selama bertahun-tahun, semua orang sudah tahu apa yang sebenarnya terjadi. Tahun itu, ketika Xie Lian
adalah Putra Mahkota negeri Xian Le, dia menjadi murid kultivasi di Kuil Huang Ji, yang berada dalam
wilayah istana kerajaan. Syarat untuk menjadi murid di kuil ini sangat ketat . Mu Qing, yang adalah
orang desa yang ayahnya seorang kriminal dan sudah dihukum mati, tidak memenuhi syarat sama sekali
untuk menjadi murid di Kuil Huang Ji. Jadi, dia hanya bisa bekerja sebagai pelayan, membantu Putra
Mahkota membersihkan kamar atau membawakan teh dan air. Xie Lian melihat bahwa Mu Qing
seorang pekerja keras, jadi dia meminta gurunya untuk mengabaikan aturan dan menerima Mu Qing
sebagai muridnya. Mu Qing baru bisa menjadi murid di Kuil Huang Ji dan berkultivasi dengannya
karena keinginan sang Putra Mahkota. Dan ketika sang Putra Mahkota terangkat, dia membawa serta
Mu Qing ke Kayangan.
Namun, setelah negeri Xian Le dihancurkan dan sang Pangeran diusir ke alam manusia, Mu Qing tidak
ikut dengan Pangeran. Bukan saja tidak ikut Pangeran, dia bahkan tidak mengatakan apa-apa untuk
membelanya. Sang Putra Mahkota akhirnya diusir, sehingga Mu Qing bebas. Mu Qing mencari sebuah
gua dan mulai berkultivasi dengan tekun hingga bertahun-tahun kemudian, setelah melewati cobaan
langit, dia terangkat ke Kayangan.
Sebelumnya, yang satu berada di langit dan yang satunya di bumi. Dan sekarang, masih saja, yang satu
di langit dan yang satu di bumi. Kecuali, situasinya sekarang benar-benar terbalik.
"Dia benar-benar marah," kata Ling Wen.
"Kurasa begitu," Xie Lian membenarkan.
"Biar aku bicara padanya dan kau ambil kesempatan itu untuk lari."
"Bukankah tidak perlu? Aku hanya perlu berpura-pura tak terjadi apa-apa."
"Tidak perlu? Kulihat kalian berdua canggung."
"Tidak apa-apa!"Bagi orang seperti Xie Lian, apa pun bisa terjadi padanya, kecuali mati; dia hampir tak punya apa-apa lagi, dia sudah banyak kehilangan muka. Dia sudah melakukan banyak hal yang lebih canggung dari ini, dan masih bisa merasa, 'Tidak apa-apa'. Siapa yang menyangka bahwa masa depan tak dapat ditebak; baru saja dia berkata 'Tidak apa-apa', terdengar seseorang meraung, "SIAPA SI BRENGSEK YANG SUDAH MENGHANCURKAN ISTANA EMASKU? KELUAR SINI!"
Raungan ini membuat semua dewa merasa kalau kulit kepala mereka akan meledak.
Walaupun perut mereka serasa beguling, mereka menenangkan diri, dan diam-diam menunggu tanggapan Xie Lian atas amarah yang penuh penghinaan itu. Siapa sangka, percakapan tadi yang dikira paling menarik, sekarang malah menjadi semakin menarik. Xie Lian bahkan belum mulai menjawab ketika Mu Qing sudah bersuara.
Dia membuat dua suara tawa, "He ... he …." "Kau pelakunya? Baiklah, tunggu saja!" kata orang yang meraung tadi dengan suara dingin.
"Aku tidak pernah berkata itu aku," kata Mu Qing dengan suara halusnya. "Jangan membuat tuduhan yang tidak benar." "Jadi kenapa kau tertawa?" tanya orang itu. "Apa kau sudah gila?" "Bukan begitu," jawab Mu Qing, "Aku hanya merasa kalau kata-katamu itu lucu. Orang yang menghancurkan istanamu sedang ada dalam jaringan komunikasi ini. Kau bisa tanya sendiri padanya." Karena sudah jadi begini, Xie Lian merasa sangat malu kalau melarikan diri. Dia terbatuk. "Itu aku. Maaf." Setelah dia berbicara, orang yang tadi meraung itu menjadi terdiam. Di telinganya, Ling Wen mengirim pesan, "Yang Mulia, itu Nan Yang." "Aku sudah mengenalinya, tapi kukira dia tak mengenaliku," kata Xie Lian.
"Tidak. Dia sering mengunjungi alam manusia, tapi jarang kembali ke Kayangan, dan dia belum tahu kalau kau sudah naik lagi." Jenderal Nan Yang adalah dewa perang di wilayah tenggara. Kuilnya hampir mencapai 8.000, dan dia sangat disukai orang-orang.
Nama aslinya Feng Xin, dan delapan ratus tahun yang lalu, dia adalah jenderal pertama dari Putra Mahkota Xian Le.
Feng Xin adalah orang yang setia. Dia adalah pengawal pangeran sejak Xie Lian berusia empat belas tahun. Mereka terangkat bersama-sama, diusir bersama-sama, dan hidup terasing bersama-sama. Namun sayangnya, mereka tidak dapat melalui delapan ratus tahun ini bersama-sama. Mereka akhirnya menentukan arah masing-masing dan berpisah jalan, lalu tak pernah bertemu lagi.