Chapter 6

Ando kaget.

"Ucapan jariyi?" Gumam ando.

"Anak itu sangat tidak beruntung. Jariyi sangat membencinya." Ucap anak laki-laki disamping ando.

"Jariyi bahkan tak segan melukainya di depan para guru." Ucap anak lain yg berbadan gendut.

"Lalu dimana dia sekarang?" Tanya ando.

"Jariyi sangat berpengaruh pada dunia ini kau tahu. Walaupun sebebarnya hanya kekuarganya saja." Ucap anak yg satu kelas dengan ando.

"Keluarga Forden, sejuta umat manusia berhasil diselamatkan dari lucifer beberapa tahun yg lalu." Ucap anak rambut biru.

"Keluarga dengan kekuatan power yg sangat kuat yaitu "Nightling poveration" kau pasti sudah paham kan?" Tanya anak yg gendut.

"Y-ya."

"Dia jariyi termasuk yg terkuat dikeluarganya, bahkan di dunia ini. Makanya peringkat bintang lima mustahil kita raih selama jariyi masih hidup." Ucap anak gendut tadi.

"Yah walaupun aku agak iri, tapi bintang dua saja sudah cukup untukku." Lanjutnya tersenyum.

"Ya. Sekarang ini anak yg kau cari ada diluar asrama. Jariyi membuat sekolah ini menolaknya masuk kedalam asrama manapun." Ucap anak yg satu kelas dengan ando.

"Begitu ya. Baiklah kawan-kawan dan senior semua. Aku pergi dulu." Ucap ando sambil melambaikan tangan pada mereka. Lalu mereka semua juga sama melambaikan tangan.

"Anak itu pemberani ya?" Ucap anak berambut biru.

"Sepertinya dia dari dunia yg sangat modern dari kita." Ucap anak yg gendut.

"Entahlah. Gaya bicaranya aneh." Ucap yg lainnya. Dan semuanya tertawa mendengarnya.

Flashback off.

Chronis terkejut dengan perkataan ando.

"Kau tidak punya kamar kan? Ayo menginap di kamarku." Itulah ucapan ando yg sangat membuat dia sulit bicara.

Chronis menraik tangannya kembali.

"Tidak. Jangan pedulikan aku jika kau ingin selamat." Ucap chronis.

"Aku mengakuimu...." ucap ando.

Chronis berhenti melangkah.

"Apa maksudmu hah?" Tanyanya pada ando.

"Aku mengakuimu sebagai teman pertamaku." Ucap ando.

Chronis bergetar. Dia tidak bisa berucap apapun. Satu air mata menetes dari pelupuk matanya.

"Apa kau yakin?" Ucapnya.

"Ya. Aku yakin. Menurutku kau adalah teman yg sangat baik. Tidak peduli bagaimana jariyi membencimu." Ucap ando semangat.

"Baiklah." Ucap chronis lalu memasuki kamar luas ando.

"Wah luas sekali." Ucap micel berlarian.

"Hey jangan berlari jika di dalam kamar." Ucao chronis marah.

"Sudahlah tidak apa-apa." Ucap ando menggaruk kepalanya.

"Apa beneran kita akan tidur disini?" Tanya micel sambil menyentuh dan meneluk sebuah bantal yg terbuat dari kulit kerbau marfologi. Kerbau dengan kulit dengan bulu bulu tebal dan panjang. Cocok untuk menghangatkan tubuh kita.

Keesokan harinya.

"Ennggh." Erang ando dan berusaha membuka matanya. Setelah mendengar bunyi alarm jam yg diberikan oleh chronis semalam. Alarm dengan bentuk seperti pusaran dan menunjukan angka yg terbuat dari kayu. Dengan kekuatan tertentu angka tersebut akan berubah tergantung waktu. Set alarm sangat sederhana tinggal ubah nomor yg ada bagian belakang jam itu maka alarm akan aktif pada waktu yg sudah ditentukan pengguna.

Ando membuka matanya dan berusaha berdiri. Tubuhnya kaku karena semalam habis bermain dengan micel. "Sangat menyenangkan." Pikir ando semalam.

"Tapi tubuhku sangat pegal di pagi hari." Ucap ando mengeluh.

Semalam mereka bermain berbagai macam permainan yg diciptakan dinegri ini dan beberapa mainan yg diciptakan chronis di kala kesepian. Lalu ando melihat sekitar.

"Heh? Kemana mereka berdua?" Ucapnya bertanya pada entah siapa.

Ando lalu mengecek semua ruangan untuk mencari chronis dan micel. Beberapa menit berlalu ando masih tidak menemukan mereka. Andopun bersiap untuk berangkat dan sarapan dengan makanan sisa tadi malam.

"Kau mau memakan ini chronis?" Ucap ando bertanya.

"Tidak kau simpan saja untuk besok." Ucap chronis.

Itulah ingatan terakhir ando sebelum tidur pada larut malam. Micel tidur di kasur memeluk bantal sementara ando di lantai bersama dengan chronis.

Ando keluar dari kamar berangkat di waktu yg telah ditentukan agar tidak terlambat.

"Hei." Sapa seseorang. Dia jariyi.

"Oh senior. Selamat pagi." Ucap ando.

"Selamat pagi?" Tanya jariyi aneh.

"Ya itu ucapan sapaan di duniaku saat pagi hari seperti ini." Ucap ando aneh.

"Hm. Begitu ya." Ucap jariyi.

"Mau berangkat bersama?" Ucap jariyi bertanya tiba-tiba.

Lalu ando kembali mengingat chronis.

"Tidak senior. Aku ada janji dengan seorang teman jadi, nanti bakalan menyusahkan temanku itu." Ucao ando.

"Oh maksudmu yg kemarin itu kkau mengobrol dengannya ya?" Ucap jariyi tersenyum.

Andi kaget. Dia agak takut.

"Oh i-iya benar sekali mereka sangat lucu. Hahahaha." Andi kikuk.

"Apa dia mengetahuinya?" Pikir andi.

"Yasudah aku akan mengajak orang lain saja." Ucap jariyi sembari pergi.

Selepas kepergian jariyi. Seseorang menepuk bahu ando. Dan seseorang menyapanya.

"Hey kau." Ucapnya. Warna rambutnya biru. Lalu tiga orang lain muncul dari tempat yg sama menuju ando. Ya nereka adalah kumpulan yg ditanyai ando soal chronis.

"Tenang saja junior, aku tidak mengatakan hal apapun yg membahayakan temanmu itu." Ucap seorang yg gendut.

"Yah kami tidak sembarangan memberikan rahasia pada seseorang. Tenang saja." Ucap seorang anak dengan nada berpuisi.

"Kalian tahu kami berteman?" Ucap ando kaget.

"Ya, untuk itu maaf ya. Kami ini agak curiga pada orang yg ingin menemui chronis tahu." Ucap anak gendut.

"Kebanyakan dari mereka yg menemui anak malang itu adalah suruhan jariyi atau mereka memanfaatkan anak itu." Ucap rambut biru.

"Tapi tenang saja kami tidak begitu." Ucap anak yg mengaku satu kelas dengan ando.

"Kami hanya pusing jika selalu ada masalah yg ditimbulkan terkait dengan anak malang itu." Ucap rambut biru.

"Hey kau, namamu ando bukan. Aku blitz." Ucap anak yg satu kelas dengan ando.

"Aku Rentaku. Panggil saja ren." Ucap rambut biru.

"Aku bobby. Panggil saja sesukamu." Ucap yg gendut.

"Kalau aku adalah malaikat yg abadi. Namaku abdil." Ucap anak yg bersuara dengan nada puisi.

"Dia memang seperti itu, nanti kau juga akan tahu kenapa dia selalu berpuisi." Ucap blitz.

"Jadi, apakah kita berteman?" Tanya ando.

"Ya itu sudah pasti." Ucap blitz yg lainnya tersenyum dan mengacungkan jempol mereka.

"Lalu kalian semua dari kelas mana saja?" Tanya andi sambil mereka berjalan keluar asrama.

"Aku kelas dua. Ruangan E." Ucap ren.

"Aku kelas dua ruangan E juga." Ucap bobby.

"Bunga bunga adalah surga abdi kelas dua dan ruangan A." Ucap abdi berpuisi.

"Anu.. sepertinya ada satu yg menjanggal setelah aku datang kesini. Tingkatan bintang itu artinya apa ya?" Tanya ando bingung.

"Yah. Nanti kau akan mengetahuinya di kelas." Ucap blitz.

Lalu terlihat chronis tengah dihajar oleh sekumpulan orang. Ando berlari ingin menolongnya namun, dicegat ren.

"Kenapa senior." Tanya ando.

Lalu bobby menunjuk seseorang yaitu jariyi yg tengah tertawa sambil lewat di depan suatu ruangan dan perlahan menjauh.

"Biar aku yg menolongnya." Ucap seseorang dengan sangat tegas dan gentleman yg dikira ando adalah orang lain namun, ternyata itu semua dari mulut abdi.

"Apa? Siapa kkau?" Andi heran.

Abdi maju pada sekumpulan anak itu dan tanpa menyentuhnya mereka menghilang dari posisi itu. Semua orang yg menertawakan berlari berubah menjadi ketakutan.

"D-di-dia apa yg dilakukannya?" Ucap ando bergetar.

"Terlalu cepat untuk ando mengerahuinya ya." Ucap bobby.

"Ya. Harusnya ini harus menjadi sebuah kejutan." Ucap blitz.

"Powernya adalah menghilangkan seseorang dari hadapannya pada jarak 1.5 meter jika dia berucap dengan normal." Ucap ren menjelaskan.

"Itulah kenapa dia dimasukan kedalam ruangan A. Ruangan para anak kuat." Lanjut blitz.

"A-apa?" Ucap ando gemetar.

"Lalu kemana mereka semua?" Lanjut ando.

"Tentu saja.." ren.

"MATI." ucap abdi yg membuat ando menjauh.

"Tenang saja. Abdi bisa mengontrol kemampuanya itu." Ucap bobby.

"Iya jangan khawatir." Ucap blitz.

"Oh begitu." Ando.

"Oh senior." Ucap chronis yg babak belur masih bisa berdiri dibantu micel.

"Kalian lagi ya. Terimaksih untuk hari ini dan berikutnya." Ucap chronis lagi.

"Hey chronis kau tidak apa-apa?" Ucap ando bertanya.

"Ya tidak apa-apa." Ucap chronis.

"Lebih baik kau kuantar ke ruang kesehatan." Ucap blitz.

"Kau lagi?" Ucap chronis.

"Hehe."