"Ah—kenapa Vincenzo mati sih?" aku menatap layar ponselku, namun aku membuangnya dan kemudian aku menggigit bantal pelukku.
"Kenapa adiknya harus mati sih? Author sialan, huft tapi aku harus menghargai apapun keputusannya di jalan cerita novel miliknya sendiri," ujarku pada diriku sendiri.
Ini adalah kebiasaanku pada malam hari, membaca web novel di situs. Hanya inilah salah satu cara agar untuk menghibur diriku ditengah penatnya kerjaan kantor.
Kemudian aku meraih ponselku lagi yang tadi sudah ku lempar, aku melihat berberapa sisa chapter terakhir yang akan ku baca. Namun hanya tersisa dua chapter dan berhenti di bagian, Daphne sang putri memeluk Francis dan para tentara kerajaan yang menangkap Francis.
"Wait—kenapa cuma sampai sini?"
Aku membaca note yang author selipkan di akhir ceritanya. Dan dia memutuskan untuk berhenti menulis cerita ini karena sang author mendapat banyak kebencian dari pembacanya di kolom komentar akibat mematikan satu karakter tak lain dan tak bukan adalah Vincenzo—adik kandung dari Francis.
"Ini gila, kalau aku tahu akhiran novel nya akan seperti ini lebih baik aku tidak usah membacanya, untuk apa aku membaca cerita yang tidak jelas akhir nya seperti apa. Masa tiba-tiba mereka berdua di serbu oleh tentara untuk menangkap Francis"
Kurang ajar sekali apa yang keluarga kerajaan lakukan sih? Bukankah Francis adalah orang yang dicintai oleh Daphne—putri mahkota mereka? pikirku.
Ah cerita ini membuat aku gila.
Akhirnya aku memutuskan untuk tidur, aku melirik jam dinding diatas pintu kamarku yang sudah menunjukkan pukul 3 pagi. Aku harus tidur sekarang kalau tidak aku bisa telat bekerja.
—
"Lady?"
"Lady? Bangun, apa kau tidak apa-apa?"
Aku terbangun, siapa sih jam segini berisik dan memanggil seseorang dengan sebutan Lady?
Aku pun mencoba membuka mataku, sayup-sayup terdengar gerombolan suara orang-orang di sisi kasurku. Siapa yang datang ke kamarku jam segini?
Gila saja, masa teman-teman kantorku pergi kerumahku? Padahal aku baru saja bangun tidur dan aku yakin aku bukan tipikal orang yang pernah telat bekerja.
Selama ini aku bekerja dengan baik di kantor dan lagi, untuk apa mereka niat sekali ke rumahku dan membangunkanku dari tidurku?
Mataku pun terbuka dengan sempurna,
Siapa orang-orang yang berpakaian ala butler, maid dan salah satunya adalah dokter?
"Lady Fredelyn, apa kau tidak apa-apa?" tanya seorang maid yang kini menatapku dengan mata bengkak yang sudah kupastikan karena ia menangis.
Aku panik, jantungku berdegup kencang. Keadaan macam apa ini.
Dan lagi? Kenapa ia memanggilku Fredelyn?
Aku seperti tidak asing dengan nama ini. Aku seperti pernah mengenal nama ini.
"Lady Fredelyn sudah bangun dari pingsannya, diagnosis nya dia terkena dehidrasi jadi saya sarankan seminggu ini Miss Fredelyn harus beristirahat dengan cukup. Pastikan juga makanan yang diberikan adalah makanan yang bergizi penuh vitamin," ujar dokter itu.
Setelah menjelaskan keadaanku mereka satu persatu pergi yang tersisa hanyalah maid yang tadi membangunkanku dengan mata yang berlinang.
"Apa yang terjadi padaku?" tanyaku padanya, tapi aku berusaha dengan tenang.
"Lady Fredelyn pingsan saat sedang menyisip teh di gazebo belakang mansion."
Kenapa maid ini tetap memanggil ku Fredelyn?
Dan sejak kapan aku pingsan, aku ingat sekali kalau tadi aku tidur dirumah.
"Oh baiklah," ujarku.
Aku harus membaca situasiku terlebih dahulu, aku meminta maid itu untuk meninggalkan ku sendiri dan dengan segera ia meninggalkanku.
Aku memandang kamar asing ini. Jelas sekali kalau ini bukan kamarku.
Entah kenapa tubuhku terasa sangat lemah namun aku tetap mencoba bangun dari ranjang tidur dan berjalan mendekat ke kaca rias.
"Astaga, ini siapa?"
Aku terkejut melihat fisikku—ini jelas bukan diriku.
Rambut gelombang merah berponi teruntai dengan bebas, bola mata kuning bagaikan madu, hidung tinggi yang sempurna, kulit seputih susu.
Tidak ada cacat. Jelas ini bukan aku.
"Kenapa aku tiba-tiba jadi cantik seperti ini?"
Aku menghela nafasku, hal tidak masuk akal apa sih yang terjadi? Sepertinya aku masih bermimpi aku mencoba untuk mencubit tanganku tapi hanya rasa sakit yang kudapat, dan aku tetap tidak terbangun dari mimpi ini.
Sialan—kerjaanku di kantor bagaimana?
Aku menghela nafas, kemudian aku membuka laci meja rias. Aku melihat ada buku berwarna hitam disana. Dengan ukiran nama:
Fredelyn Dalbergia.
"T-tunggu, Dalbergia?" aku terkejut bukan main.
Dalbergia adalah nama keluarga bangsawan yang semalam aku baca, itu adalah nama keluarga Francis dan Vincenzo—karakter utama pria dan karakter sampingan pria di novel Daphne.
Aku memijit pelipisku, semua sekarang terasa masuk akal namun tidak masuk akal juga di saat yang bersamaan.
Masuk akalnya adalah aku masuk ke dunia novel Daphne yang tidak masuk akalnya,
"KOK BISA?!" aku mengernyit.
Aku terjebak di dunia novel ini, bagaimana bisa?
Aku sepertinya gila.
Dan aku baru ingat—Fredelyn adalah adik dari Francis dan kakak dari Vincenzo. Anak kedua dari tujun bersaudara keluarga bangsawan Dalbergia.
Aku tereinkarnasi menjadi Fredelyn?
Gila. Ini bodoh sekali.
Tereinkarnasi menjadi salah satu manusia paling tidak berguna di novel ini. Aku bahkan berpikir untuk apa author ini membuat terlalu banyak karakter bersaudara di novel ini.
Dan lagi Fredelyn?
Dia paling tidak berguna dan hanya dapat sedikit scene, aku bahkan bisa menghitung dia hanya berbicara sebanyak dua kali dan ketika muncul ia hanya mengikuti kakak dan adik-adiknya dibelakang.
Karakter sampingan, ya aku hanya tereinkaranasi menjadi karakter yang sama tidak bergunanya dengan diriku—Cathelyn.
Aku menatap kaca, jelas sudah.
Fisik tubuh ini adalah ciri-ciri dari karakter Fredelyn di novel Daphne yang dideskripsikan sang author.
Aku benar-benar tereinkarnasi menjadi Fredelyn.
BRAK—
"KAK FREDELYN? KAKAK TIDAK KENAPA-NAPA KAN?" seseorang membuka pintu kamar, dan terdapat tujuh orang yang berdiri di ambang pintu.
"E-eh? A-aku? T-tidak apa-apa, aku baik-baik saja?"
"Ah—syukurlah kalau begitu!" gadis itu memelukku dengan erat. Aku tidak asing dengan fisik gadis ini, aku sangat yakin tubuh gadis kecil ini dan fisiknya, pasti dia adalah yang temuda—Valentina.
Aku menatap anak-anak yang lainnya. Mereka pasti saudara-saudara Fredelyn.
Francis menatapku dengan datar, tapi memang tidak dapat dipungkiri bahwa Francis sangat tampan. Ah, kutukan karakter pria utama pasti selalu yang paling tampan.
"Apa kau baik-baik saja kak?" tanya seseorang dengan luka goresan karena pedang dihidungnya, pasti dia adalah Vincenzo.
Ah tampan sekali Vincenzo, karakter favoritku!
Aku kemudian teringat, bukankah Vincenzo harusnya sudah mati ditangan Francis?
"Sebentar boleh aku bertanya sesuatu?" tanyaku pada mereka.
"Apa yang mau kakak tanyakan?" ujar gadis berkacamata, aku sangat yakin dia adalah Fransesca si kutu buku.
"Aku sekarang umur berapa?"
Dalbergia bersaudara saling melempar tatapan satu sama lain. Kemudian memandangku dengan aneh.
"Kak Fredelyn, kau sepertinya terlalu banyak belajar lebih baik kau jangan memaksa dirimu," ujar gadis yang berpakaian fashionable, aku yakin pasti dia Victoria.
"Kau berumur 16 tahun sekarang," jawab Francis tanpa basa-basi. Manusia ini sangat dingin dan straightforward sekali.
Aku kembali mengingat ulang, kejadian dimana Francis membunuh Vincenzo.
Francis berumur 23 tahun dan Vincenzo saat itu berumur 19 tahun berarti kalau sekarang aku berumur 16 tahun, perang saudara itu terjadi 5 tahun lagi.
Karena umur Francis dan Fredelyn hanya beda dua tahun lebih muda. Dan umur Fredelyn dengan Vincenzon juga berbeda dua tahun lebih tua.
"Kak Fredelyn, tidak masalah kalau kakak sulit untuk belajar menjadi seorang bangsawan kakak tidak perlu khawatir karena ada kami disini," ujar Vincenzo sambil tersenyum.
"Apa kakak masih ada yang sakit? Biar aku periksa," aku yakin pasti dia adalah Finn yang menguasai sihir ibunya—Marina.
"A-ah! Finn, tidak perlu!" jawabku cepat.
"Fredelyn."
Tiba-tiba suasana terasa mencekam. Entah kenapa aku juga ikut merasa tercekam dan takut padahal aku tidak tahu ini suara siapa.
Mungkin Fredelyn mengenal orang ini, dan sepertinya semua perasaan dan ingatan Fredelyn tertinggal ditubuh ini.
"A-ayah?" ujar Valentina dengan suara yang bergetar.
Aku melihat ke arah suara tad, tubuh tinggi besar yang terbentuk dan atletis menggunakan pakaian bagaikan pemimpin keluarga bangsawan.
Dia adalah Duke Marvin.
Aku mencoba menarik nafas, aku tidak boleh panik. Aku harus berpura-pura kalau aku baik-baik saja.
"Y-ya ayah? Kenapa?"
Langkah kakinya mulai mendekat kepadaku,
"Kalian semua, keluar kecuali Fredelyn karena aku ingin berbicara dengannya."
Tanpa banyak omong, keenamnya meninggalkanku bersama dengan Duke Marvin.
Suasana hening dan mencekam, entah kenapa tubuh Fredelyn berkeringat dan merasa degdegan sepertinya syaraf Fredelyn bekerja seperti ini setiap bersama Duke Marvin, ayahnya.
"Apa kau baik-baik saja?"
"Hah?"
Kenapa tiba-tiba pria ini peduli dengan Fredelyn? Dari yang aku tangkap sebagai pembaca novel Daphne pria ini sangat ketat dan keras. Ia bahkan tidak peduli dengan anak-anaknya. Bahkan saat Vincenzo mati ditangan Francis yang notabene nya anaknya sendiri ia hanya diam dan berkata.
"Ya sudah? Ini sudah terjadi, apalagi yang diharapkan?"
Aku menghela nafas dan menatap Duke Marvin.
Tubuhku bergetar hebat,
"Maafkan aku ayah."
Entah kenapa ucapan itu keluar dari mulutku.
Duke Marvin masih menatapku dengan dingin.
Grep—
Aku terkejut, tiba-tiba Duke Marvin memeluk tubuhku.
Harum Duke Marvin sangat maskulin, aroma sandalwood dari tubuhnya menguak liar di indra penciumanku.
"Maafkan aku," ucapnya.