Kehadiran Tiara

Marwan mengangguk-anggukan kepala. Itu sangat bisa dimengerti… kau pemilik dari banyak perusahaan besar sudah sangat pasti kau sibuk menangani perusahaanmu, pekerjaanmu sangat banyak dan menyita waktu hingga kau tidak punya banyak waktu luang, tidak seperti kami ini bukan yang memiliki banyak waktu luang untuk bersantai dan berlari kesana kemari karena kami hanya pengusaha kecil-kecilan.

Dante tidak menanggapi perkataan sinis Marwan. Ia berjalan melewati Marwan yang terus saja mengoceh. Aku akan masuk sekarang melihat kakek.

"Ya masuklah nak sedari tadi papa hanya mencari-carimu, hanya namamu yang dipanggil-panggilnya seolah aku dan keluarga yang lain tidak pernah ada. Disini aku hanya seorang putra yang tidak dianggap, kedatanganku tidak diharapkan sepertimu nak aku hanya pelengkap yang tak berarti.

Citara memeluk Dante. Siapa wanita yang bersamamu Dante?.

"Dia sekretarisku tante Citra". Dante membalas pelukan Citra.

Citra mengernyit. Memperhatikan penampilan Tiara yang berdiri di belakang Dante. Kau terlihat semakin tampan nak. Apa kau selalu mengendong sekretarismu seperti tadi nak?.

"Kadang-kadang tante saat dibutuhkan aku akan mengendongnya seperti tadi ____tidak hanya__hari ini', jawabnya dengan datar. Aku akan masuk kedalam sekarang. Dante meninggalkan Citra yang masih ingin berbincang-bincang

Citra menatap dingin Tiara. Tanpaknya kau sekretaris yang sepesial nona, melihat bagaimana Dante memperlakukanmu. Apa kau salah dari satu jalang yang berkeliaran di sekitar Dante?

Tiara mengepalkan kedua tangannya. Sial apa ia datang kemari untuk dihina seperti ini

Humm….anak itu selalu saja menghabiskan waktunya bersama wanita-wanita jalang sepertimu. Aku tidak tahu apa yang dilihatnya pada wanita-wanita sepertimu. Aku harap kau tidak pernah bermimpi menjadi nyonya Jaya suatu hari nanti. Tetaplah berpikir menjadi dirimu yang sekarang karena wanita jalang sepertimu tidak akan pernah bisa masuk kedalam lingkaran keluarga Jaya, Citra memperingatkan.

Tiara hanya diam merutuk dalam hati mendengar semua ocehan wanita tua dihadapannya.

"Apa yang kau lakukan disana!, bentak Dante". Apa kau tuli aku memintamu mengikutiku masuk. Kemari Tiara!", panggil Dante yang melihat Tiara masih berdiri di dekat pintu masuk. Apa kau tidak bisa becus mengikuti perintahku, Dante mengeram marah.

Seorang bocah 12 tahun berlari memeluk Dante.

"Hay.. jagoan kau terlihat sangat buruk".

Riko menghapus air matanya. Di dalam sana papa terlihat sangat kesakitan Dante. Bantu papa Dante katakan pada para dokter untuk mengobati papa

Dante mengelus kepala Riko. Tenanglah papamu tidak akan apa-apa jagoan. Pria tua itu sangat kuat

Riko mengangguk. Aku senang kau datang, aku takut dengan mereka. Tunjuk Riko ke arah Marwan Jaya yang sendang asik mengobrol dengan sepupu jauh Dante. Mereka terlihat seperti burung pemangsa yang kelaparan

"Mereka tidak akan melakukan hal-hal buruk disini, jadi kau tidak perlu khawatir Riko, Dante menenangkan".

"Aku tahu tapi tetap saja berada satu atap dengan mereka manakutkanku Dante, tatapan sinis Marwan membuat bulu kudukku berdiri".

Tiara terlihat bingung dengan bocah kecil yang memanggil pria tua yang sedang terbaring lemah itu dengan panggilan papa. Sedangkan Dante memanggil pria tua itu dengan sebutan kakek dan wanita muda yang sedang menangis di sisi pria tua itu. Apakah dia putri Widanta Jaya___apa Widanta memiliki seorang putri. Tiara mencoba mengingat-ingat informasi yang ia ketahui tentang keluarga pemiliki perusahaan tempatnya bekerja. Sepertinya tidak, aku tidak pernah ingat kalau keluarga Jaya memiliki seorang putri, Tiara mengaruk kepalanya yang tidak gatal, semua ini benar-benar membuatku bingung

"Dante… kau sudah datang rupanya!", senyum Widanta mengembang melihat kedatangan cucu kesayanganya. Mendekatlah nak, suara Widanta sangat lemah saat memanggil Dante.

"Kakek!". Kau membuatku sangat takut. Kau tidak seperti dirimu. Apa ini benar-benar dirimu kakek?. Kau terlihat sangat lemah dengan semua alat bantu medis yang dipasang ditubuhmu

Widanta mengabaikan ejekan cucunya. Apa dia wanita pilihanmu?

Dante mengangguk. Dia bukan wanita pilihanku kakek. Dia hanya wanita yang aku butuhkan apa menurutmu aku bisa membawa wanita pilihanku saat kau dan pengacaramu tidak memberiku waktu.

Widanta mengabaikan perkataan Dante. Dia sangat cantik nak. Aku menyukainya. Hanya sekali lihat saja kakek tahu dia wanita yang baik. Widanta tersenyum hangat ke arah Tiara.

"Saat terbaring lemah seperti inipun matamu masih awas untuk menilai wanita cantik, kakek". Sindir Dante pada kakeknya yang hanya dibalas dengan senyuman oleh Widanta. Lagipula walaupun hanya pernikahan sementara aku tidak mungkin memilih wanita buruk rupa kakek, itu akan merusak pemandangan dan membuatku seperti pria menyedihkan.

"Aku tahu kau memiliki selera yang tinggi anak muda". Semua berkas-berkas pernikahanmu sudah selesai nak. Kau dan Tiara akan menikah secara gereja juga negara setelahnya kau akan menjadi wali yang sah untuk putraku Riko.

Dante bersiul pelan. Rupanya kau sudah mempersiapkan semuanya dengan matang pria tua. Dante menghela napas panjang meratapi nasibnya. Kau tahu kakek keputusanmu ini hanya akan memicu keributan besar dalam keluarga kita dan kau dengan sengaja menyeretku dalam perang keluarga yang kau ciptakan. Setelahnya kau meninggalkanku begitu saja tanpa bantuan. Kau benar-benar sangat murah hati kakek.

Widanta menatap sayang pada Dante. Aku sangat menyayangimu Dante. Kau adalah segalahnya bagiku. Kau hidupku Dante. Aku tahu nak dan aku yakin kau bisa mengendalikan mereka semua Dante. Hanya kau yang bisa memperbaiki kesalahanku dimasa lalu. "Hanya kau Dante ulang Widanta".

Dante mengernyit bingung dengan perkataan Widanta tapi Dante memilih mengabaikannya dan tidak menpertanyakannya pada Widanta apa maksud dari perkataannya barusan. Dante menatap serius pria tua di hadapannya apa kau tidak terlalu mempercayaiku. Aku tidak tahu apa aku sanggup atau tidak keluar menjadi pemenang dalam perang keluarga ini, seperti yang kau lihat selama ini, aku menikmati kehidupanku yang nyaman tanpa konflik. Aku selalu menghindari konflik keluarga kita yang sangat aneh dan rumit. Layaknya sebuah kutukan kalau aku bisa mengatakannya seperti itu.

Widanta menatap dalam cucu kesayangannya. Selama ini kau selalu berusaha menghindari konflik dengan pamanmu Marwan dengan membentengi dirimu. Tapi kini sudah tiba saatnya kau menunjukkan kekuatan darah Jaya yang mengalir kental di dalam nadimu. Ingatlah nak, aku sangat mempercayaimu Widanta tersenyum hangat. Kau sangat kuat Dante kau lebih dari mampu untuk mengatasi semua keributan yang akan timbul nantinya, ada masanya kau harus menunjukkan kekuatanmu nak.

Dante mengeleng masih tidak mengerti dengan semua perkataan Widanta. Kakek hanya membuatku repot dengan semua masalah ini. Masalah keluarga yang tampaknya tak berujung

Widanta mencoba untuk tidak tertawa tapi malah membuat dadanya semakin sakit.

"Tuan besar!!!", dokter Herlambang mendekat. Melihat Widanta yang terbatuk

"Aku baik-baik saja Herlambang". Ayolah anak muda sudah waktunya kau keluar dari istanamu yang nyaman itu dan menunjukkan kekuatanmu yang sebenarnya pada mereka. Apa kau tidak bosan hanya menjadi penonton?