Awal Pertemuan

"Saya terima nikah dan kawinnya Jelita Cahaya Mentari putri dari Kusman dengan mas kawin uang sebesar satu juta seratus seribu satu rupiah dan seperangkat alat sholat di bayar tunai!" Ucap pria berhang tegas itu dalam satu tarikan nafas. Nampak ia sangat tampan dengan setelan tuxedo warna hitamnya. Pria gagah itu tak lain adalah Kenzo Putra Bagaskara pemilik pusat perbelanjaan terbesar di kota itu, ia adalah putra Bagaskara sang pengusaha yang sukses. Betapa leganya kini Kenzo akhirnya bisa menghalalkan gadis itu, setelah seminggu lebih mengenalnya dalam momen singkat perjodohan mereka.

"Bagaimana? Saksi? Sah?" Tanya Pak Penghulu.

"SAH!" 

Saksi pernikahan dan semua para tamu yang hadir menjawab dengan serempak, Kenzo langsung bernapas lega sementara keluarga Jelita pun hanya bisa menangis haru. Kini anak gadis mereka satu-satunya telah menemukan pasangannya, ia akan memiliki keluarganya sendiri. 

Sementara Kenzo begitu gugup menanti kedatangan pengantinnya dan saat sang pengantin datang, ia terpana melihat sosok sang bidadari yang kini berjalan mendekatinya dengan di gandeng oleh kedua orangtuanya, Kusman dan juga Rukyah. Walaupun baju kebaya putih yang gadis itu kenakan nampak kebesaran, namun Kenzo tetap bisa melihat kecantikan istri kecilnya itu karena ia lah yang meminta sang MUA untuk memberikan pakaian yg sedikit lebih besar dari ukuran tubuh istrinya.

Baru saja dua insan itu di pertemukan, tiba-tiba sebuah suara menyapa mereka dengan begitu cerianya.

"Daddy Daddy." Dua anak kecil dengan gaun cantik mereka berlari dengan begitu semangat ke arah pria berusia tiga puluh tahun itu.

Semua pandangan kini tertuju pada dua anak kecil yang ternyata adalah anak kembar itu. Mereka tak datang sendiri, melainkan ditemani seorang wanita cantik dengan gaun putih selututnya yang setia berjalan di belakang dua bocah perempuan itu.

Tentu saja pemandangan itu membuat gadis bernama Jelita yang baru saja sah menjadi istri Kenzo sangat terkejut. Ternyata pria yang ia kenal dalam hitungan hari itu merupakan duda ganteng beranak dua, atau mungkin saja ia adalah dinikahi untuk jadi istri mudanya. Pikiran Jelita mulai kacau, ditambah huru hara dari mulut para tetangganya yang mulai membicarakan mereka di yang seharusnya membahagiakan itu.

Jelita yang tadinya akan duduk di samping sang suami kini digantikan oleh dua bocah perempuan yang tengah memeluk papa mereka dengan wajah polos yang seakan menahan kerinduan. Sementara Jelita masih sibuk dengan pikirannya seraya menatap ke arah wanita cantik yang tengah berjalan ke arahnya.

"Ya Tuhan, hal menakjubkan apalagi ini. Aku kira akan menikah dengan perjaka tua, eh ternyata duda. Atau bisa jadi aku dinikahi untuk dijadikan yang kedua." Batin Jelita tak percaya. "Perkenalan jalur kilat dan musibah ternyata sungguh tak mengenakkan." Gumam gadis itu merasa ngenes sendiri.

*****

1 MINGGU SEBELUM ACARA PERNIKAHAN

Jelita Cahaya Mentari gadis berusia 19 tahun itu tengah berjalan kaki di trotoar seraya ngedumel sendiri, ini adalah hari ketidak beruntungnya. Pengumuman kelulusannya di tunda sampai lusa, padahal ia sudah sangat bersemangat sekali tadi pagi sampai berangkat lebih awal ke sekolah setengah jam setelah selesai shalat subuh. Tapi pengumuman malah diundur dan apesnya lagi ia ketinggalan angkutan umum yang biasa ditumpanginya, membuat Jelita harus berjalan kaki sampai ke rumahnya di bawah cahaya matahari yang cukup terik itu.

"Awas mang Asep ya, teganya mamang ninggalin Lita!" Gerutu Jelita seraya menghentakkan kakinya, ia mulai mengomel sendiri, merasa kesal pada sopir langganannya. Saking asyiknya marah-marah Jelita sampai tak memperhatikan langkahnya. Ia menginjak ujung rok seragamnya sendiri, membuat tubuhnya oleng dan mendarat di aspal. Tepat sekali pantat yang lebih dulu mencium aspal namun ia berhasil menopang tubuhnya sehingga ia tak berbaring di sana. Beruntung aspal tempatnya terjatuh tidak dalam keadaan panas walaupun siang itu sangat panas, karena ada pohon besar yang ada di pinggir trotoar.

"Astaghfirullah Lita Lita untung lu nggak dilindas kendaraan yang lewat." Gumam Jelita seraya bangkit dari duduknya. Pantatnya begitu terasa nyut-nyutan dan panas. Baru saja ia berdiri tegak, sebuah suara klakson mobil dan juga decitan rem mengagetkannya. Bukannya menghindar Jelita malah menoleh ke belakang, mobil mewah itu tepat berhenti di belakangnya dengan jarak yang cukup dekat bahkan hanya se-inci saja dari roknya.

"Heh bocah suram, kamu tuli ya!" Sentak pria yang kini turun dari mobil mewah itu, seketika Jelita menoleh ke sumber suara.

"Wah kurang asem aku dikatain bocah suram!" Gerutu Jelita dengan tatapan tajamnya, pandangan mereka kini bertemu. Mata indah dan wajah tampan pria itu membuat Jelita mematung di tempatnya, gadis itu tengah takjub menikmati makhluk ciptaan Tuhan yang begitu indah di depan sana.

Pria itu berjalan mendekat, "malah dia bengong, heh bocah labil kamu nggak lihat ini jalan raya. Pakai acara main jatuh-jatuhan di sini. Ini bukan lagi main sinetron, kamu sengaja mau buat saya masuk penjara!" Sentak pria itu dengan kasar seraya menarik lengan Jelita ke arah trotoar.

"Eh maaf pak, saya juga tidak sengaja terjatuh ke jalan." Lirih Jelita yang akhirnya tersadar. "Kasar amat sih nih orang!" Gerutunya dalam hati.

"Hah bapak? Memang tampang saya seumuran bapakmu apa?" Ketus pria itu lagi. "Kalau mau buang nyawa jangan di depan saya. Ngerti!" Lanjutnya lagi dan berjalan pergi meninggalkan gadis itu, sebelum memasuki mobilnya ia bahkan mengeluarkan sapu tangannya dan membersihkan kedua telapak tangannya itu. Jelita hanya bisa menatap tajam menyaksikan orang sombong itu.

"Cih sombong amat, emangnya anda kira saya kotoran pakai tangannya di bersihkan segala lagi. Dasar wajah tampan tapi kelakuan kayak setan. Astaghfirullah." Gerutu Jelita seraya menghentakkan kakinya.

"Idih amit-amit dah ketemu cowok kayak begitu lagi. Kasar amat mulutnya ngalahin ghibahan tetangga." Lanjutnya lagi masih mengomel. 

Tiiiiiiiiiiiinn.

Suara klakson mobil yang berkepanjangan itu membuat jantung gadis itu hampir copot. Ya siapa lagi yang menjahilinya kalau bukan pemilik mobil yang hampir menabraknya itu.

"Dasar bapak-bapak kurang ajar. Awas aja nanti kalau ketemu, aku kempesin itu ban mobil." Teriak Jelita yang langsung mengundang tatapan sinis dari para kaum lelaki yang mendengarnya. Bahkan sampai-sampai pengandara motor yang berjalan di belakang mobil pria tadi pun ikut membunyikan klaksonnya seraya menatap tajam ke arah Jelita.

Jelita hanya bisa nyengir dan mengangguk sungkan. "Ya Allah apes bener dah hari ini. Sial amat akuh." Batinnya yang langsung mempercepat langkah kakinya. Ia tak ingin sampai di keroyok masa nanti karena menyoraki nama bapak-bapak.

Sementara itu pria tampan tadi hanya melihat jejak gadis yang hampir saja ditabraknya itu melalui kaca spionnya. "Dasar gadis aneh, mau mati saja malah hampir bawa petaka buat orang lain."