"Astaga! Aku ketiduran!" seru Yonaa gelagapan.
Ia lebih panik lagi saat melihat jam kecil di atas mejanya menunjukkan hampir jam makan siang.
"Aduh, meeting hari ini bagaimana," desis Yonaa sambil merapikan sedikit wajah dan rambutnya dari balik cermin kecil yang ia ambil dari dalam tasnya.
Yonaa beranjak dari kursinya dan ia barulah menyadari sesuatu bahwa ada sepasang mata yang menatapnya dari sudut ruangan.
Ia menoleh dan tertangkaplah sosok Gibran yang tengah menatapnya. Wajahnya tertunduk dan mulut yang sengaja ia katupkan seolah menahan gelak tawa yang hampir saja terlepas jika tak segera ditahan. Sejak kejadian Yonaa yang tanpa sengaja menarik tangannya, ia berusaha keras agar bisa terlepas dari rengkuhan tangan Yonaa. Dan beruntungnya, ia berhasil lepas ditambah lagi, berkas berhasil ia ambil dari tindihan kepala Yonaa. Maka sembari menunggu sang bos terbangun dari tidurnya, ia mengecek kembali isi berkas di sofa dalam ruangan itu.
"Kak Gibran! Kenapa kakak tidak membangunkanku? Meeting hari bagaimana? Astaga! Aku panik nih!"
"Nona ... tenanglah ... "
Gibran terpaksa menghentikan ocehan panik Yonaa. Ia memegang pundak Yonaa agar berhenti dari kepanikan yang membabi buta.
"Nona, tenanglah ... tidak ada yang perlu nona cemaskan. Semua baik-baik saja," ujar Gibran setelah Yonaa berhasil menenangkna diri.
"Meeting hari ini sudah saya atur ulang pada jam makan siang. Dan beruntungnya, nona sudah bangun sebelum jam makan tiba."
Yonaa menghembuskan nafas lega. "Syukurlah ... aku sangat tegang dan panik. Bagiamana kalau proyek kali ini gagal gara-gara aku ketiduran di kantor. Aku tidak mau mengecewakan keluargaku," sahut Yonaa.
Ia lalu beranjak ke sofa sampingnya. menghempaskan tubuhnya di samping Gibran, seolah menghempaskan kekhawatiran yang berhasil mengudara berkat pertolongan Gibran.
"Terima kasih banyak kak Gibran, kau selalu bisa aku andalkan. Kau selalu menolongku."
Yonaa melakukan tindakan impulsif dengan memeluk Gibran.
"Ah nona! Jangan seperti ini. Aku ... tak pantas," desis Gibran lantas menjauhkan tubuh Yonaa darinya.
Ia lantas berdiri dan berjalan menjauh dari Yonaa. Menjaga jarak adalah satu kewajiban yang harus ia patuhi jika hadapan dengan Yonaa. Bukan karena peraturan baku. Bukan itu. Melainkan peraturan yang ia buat sendiri untuk hatinya. Jantungnya tak bisa diajak kompromi jika sudah bersentuhan dengan Yonaa. Ada desiran aneh yang menelusup ke relung hatinya. Ia sadar, seharusnya tidak boleh membiarkan desiran itu berkeliaran merajalela di relung hatinya. Maka dari itu, ia selalu mengedepankan logika jika berhadapan dengan bos cantiknya itu. Satu tamparan keras harus ia bisikan dalam hati yaitu 'Kau hanya bawahannya! Jangan melewati batasmu!'
Yonaa memberengut sedikit kesal dengan sikap Gibran yang sangat dingin padanya.
"Ma-maaf nona. Apakah nona sudah siap jika meeting hari in dilaksanakan pada jam makan siang? Jika nona bersedia, saya akan menghubungi pihak klien untuk melanjutkan agenda pertemuan kita."
Bukan sebuah jawaban yang didapat Gibran melainkan hembusan nafas kasar dari Yonaa.
"Baiklah, aku siap! Katakan pada mereka, meeting hari ini di restaurant jepang favoriteku!" ketus Yonaa.
Ia lantas berbalik dan melangkah menuju ke kursi singgasananya. Wajahnya masih nampak kesal.
"Baik, nonaa. Saya permisi keluar."
Gibran mohon undur diri dari hadapan Yonaa yang mendapat reaksi dingin dari Yonaa.
***
"Silakan, nona ... "
Gibran membuka pintu mobil Yonaa. Setelah itu, ia mengekor di belakang Yonaa hingga memasuki sebuah restaurant bernuansa Jepang.
Gibran kemudian mengarahkan Yonaa ke ruangan yang sudah dipesan untuk meeting hari ini.
Setelah membukakan pintu ruangan, nampak dua laki-laki bersetelan jas rapi sudah duduk rapi. Rupanya mereka adalah klien Yonaa yang telah lebih dulu hadir di restaurant itu.
"Halo tuan Kagawa, sudah lama menungguku?" sapa Yonaa sambil menjabat tangan laki-laki bertubuh tambun dengan mata sipit.
"Oh, tidak ... saya baru saja tiba," ucapnya dengan cara pengucapan bahasa Indonesia yang belum cukup fasih.
"Baiklah, kalau begitu mari kita mulai saja rapat kita kali ini," ujar Yonaa dengan percaya diri.
Pertemuan mereka tak lebih dari membicarakan tentang kerjasama pasokan jamur shitake dan ikan tuna yang di impor langsung dari Jepang untuk pabrik yang baru saja buka di wilayah Surabaya.
Pertemuan mereka berlangsung cukup singkat. Semuanya berjalan lancar sesuai dengan harapan Yonaa. Kesepakatan dapat diraih dengan baik dengan menguntungkan kedua belah pihak.
"Terima kasih atas kerja sama hari ini. Saya berharap anda mendapatkan perjalanan yang lancar kembali ke Jepang. Maaf atas penjadwalan ulang waktu pertemuan."
Yonaa menutup pertemuan itu dengan ucapan yang tegas dan lugas. Gibran menatap Yonaa dengan tatapan kagum. Sepanjang pertemuan itu berlangusng, Gibran tak henti-hentinya memuji Yonaa dalam hati. Ia tidak menyangka, gadis yang usianya terhitung masih belia itu mempunyai wawasan dan sikap yang seharusnya dimiliki oleh seorang pemimpin perusahaan.
"Senang bekerja sama dengan anda, nona Yonaa. Terima kasih, kalau begitu kami pamit," ujar tuan Kagawa sambil menyambut uluran tangan Yonaa.
Mereka saling berjabat tangan puas. Setelah itu, mereka berpisah. Tentu saja dari pihak tuan Kagawa yang tre6lebih dahulu meninggalkan ruangan.
Gibran membukakan pintu ruangan untuk Yonaa.
Seketika mata Yonaa membulat penuh. Ia menangkap soosk yang selama ini ia rindukan setelah Zico.
"Kak Gea!" desis Yonaa.
Dengan tergesa ia berusaha untuk mendatangi tempat kakaknya duduk. Ia melihat kakaknya tengah duduk di seberang ruangan meetingnya. Di sana terlihat ia tengah bersenda gurau dengan teman-teman wanitanya. Tak hanya wanita, ada satu laki-laki yang selalu melekat pada Gea. Yonaa menduga bahwa laki-laki itu adalah pacar Gea.
Yonaa hendak melangkahkan kakinya menuju ruangan tempat Gea dan teman-temannya berada, tapi buru-buru dicegah oleh Gibran.
"Nona, lebih baik jangan ke sana. Sepertinya nona Gea sedang bersennag-senang dengan teman-temannya. Saya khawatir kedatangan nona Yonaa bisa mengganggunya," ujar Gibran.
Yonaa bergeming. Hatinya tidak terima, langkahnya dicegah oleh Gibran, tapi akal sehatnya membenarkan ucapan Gibran.
"Baiklah ... kalau begitu kita pulang sekarang."
Yonaa lantas melengos melewati Gibran.
Gibran mendesah. Ia melakukan itu tentu saja atas perintah Zico. Meksi Gibran tidak tahu alasan Zico melarang Yonaa berdekatan dengan Gea, ia hanya menjalankan tugasnya saja.
'Aku tidak perlu ikut campur urusan keluarga Jatmiko,' batin Gibran.
Yonaa keluar dari restaurant dengan perasaan kecewa. Sejujurnya ia hanya ingin menanyakan langsung pada kakak perempuannya itu alasan dirinya mengabaikan semua pesan Yonaa. Yonaa selalu mengirim pesan pada Gea meski hanya sekedar mengabari bahwa dirinya tengah menginap di rumah nyonya Carissa, seperti yang ia lakukan tempo hari.
"Apakah kakak membenciku?" gumam Yonaa.
Saat ini Yonaa sudah berada di dalam mobil.
Gibran baru saja masuk ke dalam mobil lalu telinganya langsung menangkap gumaman Yonaa.
"Maaf nona. Tadi bilang apa? Saya hawatir telinga saya kurang jelas mendengar."
"Tidak ada! Jalan saja. Aku mau ke apartemen. Lelah!" ketus Yonaa sambil memalingkan wajah ke arah luar jendela.