" Sepertinya penting! Karena dia menelpon lagi!" kata Evan melirik ponsel Bella yang memperlihatkan nama Stela di layar ponsel. Bella melirik ponselnya lalu meraihnya dan menggeser ikon berwarna hijau.
" Ya, Stel?" sapa Bella.
" Pagi, Bu! Maaf mengganggu!" balas Stela.
" Tidak apa! Ada apa?" tanya Bella.
" Sebenarnya saya tidak mau mengatakan ini, tapi apa bisa ibu membuka pesan WA dari saya?" tanya Stela. Bella membuka pesan dari Stela, matanya membulat sempurna melihat beberapa gambar disana.
" Apa ini asli?" tanya Bella pada Stela.
" Asli, Bu! Kebetulan saat itu saya sedang pergi bersama kekasih saya ke club tersebut!' jawab Stela.
" Trima kasih, Stel!" kata Bella dengan hati kecewa. Bella lalu menghubungi seseorang yang dipercayanya.
" Halo, Bella?" sapa orang itu.
" Aku akan mengirim foto! Selidikilah!" kata Bella. Bella mengirimkan foto-foto yang dikirim Stela ke pria tadi.
" Apa ada yang serius?" tanya Evan khawatir melihat perubahan raut wajah Bella.
" Aku harus pergi!" kata Bella lalu membawa dokumen Evan dan beranjak pergi.
" Ara! Ara!" teriak Evan. Setelah meletakkan black cardnya di meja, Evan menyusul Bella ke parkiran.
" Ara!" panggil Evan menarik tangan Bella agar menghadap padanya. Evan terkejut melihat airmata membasahi pipi Bella.
" Puas?" kata Bella datar.
" Ada apa? Kita masih sahabat bukan?" ucap Evan dengan tatapan mata sayu.
" Gue pengen sendiri!" kata Bella lalu menghempaskan tangan Evan dan masuk ke mobilnya. Evan mengetuk-ketuk kaca jendela mobil Bella.
" Ara! Please, buka! Ara!" teriak Evan, tapi Bella menghidupkan mobilnya dan meninggalkan Evan begitu saja.
Bella melajukan mobilnya menuju ke tempat Richard menginap. Sudah hampir siang hari, jam di tangan Bella menunjukkan pukul 11. Bella turun dari mobilnya dan memberikan kunci mobilnya pada Valet dan dia bergegas memasuki hotel. Bella menuju ke lift yang terlihat sepi lalu menekan angka 11. Lift naik dengan perlahan menuju ke lantai 11. Bella keluar dari lift yang kosong menuju ke kamar Richard. Dia memasukkan ID Card kamar dan terbukalah pintu tersebut. Jantung Bella entah kenapa berdetak sangat kencang begitu berada di dalam kamar Richard. Dengan langkah pelan, Bella menuju ke kamar tidur Richard. Diputarnya perlahan handle pintu lalu di rorongnya hingga terlihat keadaan di dalam kamar. Mata Bella terbuka lebar saat melihat seorang wanita tanpa selembar kain sedang tidur terlentang dan dalam keadaan pulas. Bella mendekati wanita itu dan melihat banyak sekali kissmark di tubuh wanita itu, mulai leher hingga pahanya. Bella mendengar suara shower dimatikan dari dalam kamar mandi, dengan cepat Bella keluar dari kamar dan sembunyi di balik pintu. Dia masih bisa melihat sosok pria yang sangat dipercaya dan melabuhkan hatinya padanya. Pria itu hanya memakai handuk sebatas pinggang dan tersenyum melihat wanita di ranjang tersebut. Hati Bella lantas hancur berkeping-keping saat dilihat pria yang akan menjadi suaminya itu dengan nikmatnya bermain di inti wanita yang masih tertidur itu. Tubuh Bella seperti lemas tak bertulang melihat itu semua. Dia langsung mundur perlahan meninggalkan kamar maksiat itu.
Bella menangis dengan tertahan, dia menghapus airmatanya yang tidak berhenti mengalir. Dia melarikan mobilnya entah kemana, hatinya sakit sekali, bagai tertusuk sembilu. Harga dirinya terluka melihat semua itu.
" Aaaaaaaaaaaaaaaaaaa!" teriak Bella didalam mobil, saat dia berhenti di pinggir jembatan layang. Bella keluar dari dalam mobil dan berdiri di pinggir jembatan. Ditatapnya air sungai yang cukup dalam itu dari atas jembatan.
" Sayang!" sapa Dania saat melihat suaminya datang dengan lesu.
" Sayang!" jawab Evan.
" Kenapa lesu? Apa ada masalah dengan proyeknya?" tanya Dania.
" Tidak! Aku hanya lelah saja!" jawab Evan.
" Apa itu?" tanya Dania saat melihat Evan membawa sebuah undangan.
" O, ini! Undangan pertunangan dari sahabatku dulu!" jawab Evan memberikan undangan tersebut pada Dania.
" Apa ini calonnya?" tanya Dania saat berjalan bersama Evan sambil membaca undangan itu.
" Iya!" jawab Evan.
" Nggak salah?" tanya Dania lagi.
" Apa maksudmu?" tanya Evan balik.
" Pria ini! Aku pernah dikenalkan oleh Dinda sebagai kekasih Julie!" kata Dania.
" Kamu serius?" tanya Evan terkejut.
" Iya, malah beberapa hari yang lalu dia sempat bertemu dengan mereka di kontrakan Julie!" jawab Dania. Evan termenung mendengar penuturan Dania.
" Lihatlah!" kata Dania menunjukkan sebuah video pada Evan. Mata Evan seketika membulat sempurna saat melihat adegan di dalam video itu.
" Ini?" ucap Evan.
" Iya, sayang! Video itu diambil Dinda saat dia ke rumah Julie!" jawab Dania.
" Dasar pria brengsek!" kata Evan lagi.
" Kasihan mereka berdua di bohongi!" kata Dania. Aku harus memberitahu dia! batin Evan.
Evan mencoba menghubungi Bella beberapa kali, tapi sepertiya dia mematikan ponselnya. Evan mematikan panggilannya dan merasa khawatir dengan Bella.
" Sayang! Aku akan keluar sebentar ke Perusahaan!" kata Evan.
" Kita makan siang dulu, ya! Mama sudah masak!" kata Dania. Evan terpaksa menurut agar Dania tidak curiga.
Setelah makan siang, Evan kemudian pergi mencari sahabatnya itu ke tempat-tempat yang mungkin dia datangi. Tapi hasilnya nihil, lalu Evan pergi ke rumah Bella dan bertanya di satpam, tapi dia bilang Bella belum pulang dan keluarganya juga sedang menunggu dia. Evan lalu memberikan nomor ponselnya untuk mengatakan jika Bella sudah pulang.
" Saya teman SMU nya, Pak! Ini foto kami!" kata Evan menunjukkan fotonya bersama Bella, agar satpam itu tidak curiga, karena setahu Evan satpam Bella dulu adalah Pak Udin.
" Baik, Tuan! Nanti saya hubungi kalo Non Bella sudah kembali!" kata Asep.
Evan pergi menuju ke mobilnya dan meninggalkan rumah Bella. Sementara hari semakin malam, tapi Evan masih belum menemukan Bella. Jangan bertindak bodoh, Ra! Lo bukan gadis seperti itu! batin Evan.
" Dimana lo, Ra?" ucap Evan ambigu. Saat Evan sedang melamun, ponselnya bergetar, terlihat nama Bella dilayar ponselnya.
" Ara!" panggil Evan terkejut.
" Dooooo..."
" Ra? Lo...mabuk?" tanya Evan yang mendengar suara musik dan tawa orang saat Bella menelponnya.
" Hahaha! Gue...cuma...dikit!" kata Bella.
" Lo bilang dimana lo sekarang!" tanya Evan, untung saat itu sedang diputar musik slow.
" Club kita...dulu!" kata Bella.
" Lo jangan kemana-mana! Ra! Lo denger?" kata Evan sambil berlari ke mobilnya, sementara tiba-tiba hujan mengguyur Jakarta dengan derasnya.
" Sial!" umpat Evan karena kemejanya menjadi basah. Evan memacu mobilnya menuju Club dengan kencang, dia takut terjadi sesuatu pada sahabatnya itu. Beberapa lama kemudian Evan telah masuk ke dalam club dengan pakaian yang baru, karena dia selalu membawa pakaian ganti di mobilnya. Evan melihat ke sekeliling ruangan, mencari sosok yang membuatnya khawatir itu.
" Ara!" panggil Evan saat melihat Bella telah berada di pelukan seorang pria.
" Hei, Bung! Tolong lepaskan kekasih gue!" kata Evan pada pria yang sedang memeluk Bella.
" Dooo!" panggil Bella saat melihat Evan datang dengan tersenyum.
" Dia yang bersedia gue temani!" kata pria itu.
" Tapi gue cowoknya!" kata Evan mengambil Bella dari tangan pria itu.
" Hei! Jangan bikin ribut!" kata bartender yang melihat mereka.