Sorry readers...kayaknya episodenya kebalik...hehehe
_______________________________________________________
" Sebenarnya siapa kekasih dia?" tanya bartender itu lagi.
" Gue!" jawab Evan dan pria itu bersamaan.
" Nona! Yang mana kekasih lo?" tanya bartender itu pada Bella.
" He?..Eeee...dia!" jawab Bella menunjuk dada Evan lalu tersenyum.
" Pergilah!" kata bartender itu. Pria itu pergi menatap Evan dengan wajah menggelap.
Evan membawa Bella ke mobilnya dengan menggendong wanita itu ala bridal style.
" Gue bisa...jalan sendiri, Do!" kata Bella mengalungkan tangannya ke leher Evan.
" Diamlah! Kamu sudah membuat susah keluarga lo!" kata Evan.
Perlahan Evan membukakan pintu mobil setelah menurunkan Bella dari gendongannya. Bella masuk ke dalam mobil Evan lalu disusul oleh Evan. Keduanya hanya diam, karena Evan sangat kecewa dengan tingkah sahabatnya itu. Sedangkan Bella yang masih sedikit sadar menangis mengingat perbuatan kekasihnya yang dianggap benar-benar mencintainya.
" Bilang keluarga lo kalo lo ada kerjaan di luar kota!" kata Evan memberikan ponsel Bella.
Bella memutar kepalanya lalu melihat ponselnya, diambilnya ponsel itu dan di kirimkannya pesan pada mamanya. Jam sudah menunjuk angka 12 malam, balasan dari Netta masuk ke ponsel Bella.
@ Syukurlah kamu memberikan kabar, mama sangat khawatir karena kamu tidak juga pulang
pesan Netta
@ Maaf, ma! Bella lelah, baru sampai di hotel!
tulis Bella
@ Tidurlah
balas Netta
@ Malam, ma!
tulis Bella
@ Malam sayang
Bella mematikan ponselnya lalu kembali menatap keluar jendela dengan airmata kembali mengalir dikedua pipinya. Evan menatap Bella sesekali sambil mengemudikan mobilnya, dia sangat tahu bagaimana perasaan sahabatnya itu. Hujan semakin keras saja bahkan petir beberapa kali menampakkan diri di langit yang gelap. Mereka sampai di rumah Bella, rumah yang dibeli Bella sebagai tempat istirahat jika dia ingin sendiri. Evan tahu rumah itu saat mereka bertemu. Evan mematikan mobilnya dan menatap wanita disampingnya itu.
" Kita sudah sampai, Ra!" ucap Evan. Bella seakan tersadar, dia membuka pintu mobil dan keluar. Hujan langsung membasahi tubuhnya dan membuatnya kedinginan. Dia berjalan dengan sedikit sempoyongan dan mungkin terjatuh jika saja sebuah tangan tidak menahannya.
" Do!" kata Bella tersenyum dengan wajah basah.
" Ayo! Hujan sangat keras!" kata Evan yang ikutan basah dan memapah Bella untuk masuk ke dalam rumah. Evan mendudukkan wanita itu di kursi teras, lalu meraih tas wanita itu dan mencari sebuah kunci. Evan menyalakan lampu ruang tamu saat mereka telah di dalam rumah.
" Dimana kamar lo?" tanya Evan yang memapah Bella. Bella menunjuk sebuah kamar yang berada di sudut sebelah kanan. Evan membawah Bella ke kamar tersebut, dibukanya pintu kamar itu dan dinyalakannya lampu kamar. Evan mendudukkan Bella di sofa.
" Lo mandi dulu!" kata Evan.
" Thanks, Do!" ucap Bella lalu berjalan sedikit sempoyongan ke dalam kamar mandi.
" Jangan berbuat bodoh! Dia tidak pantas buat lo! Nyawa dan airmata lo sangat berharga!" kata Evan mengingatkan Bella.
" Lo...tau?" tanya Bella yang berhenti di pintu kamar mandi, dia terkejut.
" Nanti gue cerita!" kata Evan lagi. Bella hanya diam lalu masuk ke kamar mandi.
" Gue bikin teh hangat dulu!" ucap Evan.
Beberapa saat kemudian Evan membawa sebuah gelas teh hangat dan semangkok mie instant ke dalam kamar Bella. Dilihatnya sahabatnya itu sedang berdiri di depan pintu balkon yang tertutup dengan memakai bathdrobe ditubuhnya.
" Minumlah! Biar mabuk lo hilang!" kata Evan memberikan sebutir obat dan air mineral.
" Gue pengen jadi hujan!" ucap Bella tiba-tiba.
" Apa?" tanya Evan mendekati Bella dan berdiri di sampingnya.
" Hujan tetap akan kembali datang walau dia telah jatuh berkali-kali, walau dia tahu bagaimana sakit rasanya jika terjatuh!" kata Bella.
" Tapi lo bukan hujan! Dan lo nggak akan jatuh lagi saat tahu rasa sakit itu seperti apa!" kata Evan sedikit sarkas.
" Minum teh lo selagi masih hangat! Gue buatin mie instant buat perut kosong lo! Karena hawa dingin ini akan cepat membuat teh itu ikutan dingin!" kata Evan.
Petir kembali menyambar, kali ini sangat keras hingga membuat kabel listrik dijalan mengeluarkan api dan terjadi pemadaman. Kamar Bella masih sedikit terdapat cahaya karena pintu balkonnya terbuat dari kaca dan lampunya yang bisa menyimpan cahaya masih menyala walau tidak seterang tadi. Bella terkejut mendengar petir itu dan langsung memeluk tubuh Evan yang berada di sampingnya. Beberapa saat mereka berpelukan, kemudian Bella tersadar.
" Sorry! Lo sebaiknya mandi juga!" ucap Bella mengurai pelukannya.
" Gue pulang aja!" kata Evan.
" Gue hancur, Do! Gue pengen mati rasanya!" kata Bella dengan suara gemetar, dia berjalan ke ranjangnya dan duduk dipinggir ranjang.
" Minumlah! Biar perasaan lo sedikit tenang!" kata Evan memberikan gelas itu pada Bella.
" Gue..."
" Tidak! Ara yang gue kenal adalah anak yang kuat dan tangguh!" kata Evan mendekati Bella dan bersimpuh di depannya.
" Tapi gue bukan anak itu lagi!" kata Bella. Evan mengambil gelas di tangan Bella yang gemetaran.
" Ra! Lihat gue!" kata Evan. Bella menatap Evan sayu.
" Ada gue disini! gue akan selalu bersama lo!" kata Evan, dia bisa melihat betapa kecewanya sahabatnya itu. Mereka saling tatap untuk beberapa menit.
" Gue harus pulang!" kata Evan sambil berdiri.
" Temani gue, Do!" tahan Bella memegang tangan Evan.
Pria itu memejamkan matanya, jantungnya berdetak sangat kencang. Tidak! Gue harus pergi! Istri gue sedang menunggu! batin Evan.
" Please, Do!" pinta Bella yang telah berdiri di belakang Evan dan memeluk tubuh kekar itu.
" Gue butuh lo! Temani gue, please!" ucap Bella pelan.
Evan memutar tubuhnya dan mereka bertatapan, suasana dingin dan hujan di luar membuat semua jadi tidak normal. Sejurus kemudian entah siapa yang memulai, bibir mereka telah bertautan satu sama lain. Mereka saling sesap dan lumat, saling mengulum lidah dan bertukar saliva, saling mengecap rasa bibir dan saliva masing-masing. Evan melepaskan ciumannya saat dirasa Bella sedikit kesulitan bernafas. Dahi mereka saling menyatu dengan nafas yang memburu. Mata mereka kembali bertemu, kabut gairah telah memancar di kedua mata mereka. Mereka kembali saling melumat, kali ini terlihat sangat kasar. Evan melepaskan ciuman itu dan menyesap kulit leher Bella lalu menjilat telinga sahabatnya itu.
" Ahhhh, Dooo!" desahan lolos dari bibir seksi Bella.
Birahi Evan semakin naik mendengar desahan Bella yang bagaikan musik di telinganya. Dia menarik tali bathrobe milik Bella dan terpampanglah tubuh polos sahabatnya itu. Glekkk! Evan menelan salivanya melihat tubuh seksi bagai gitar spanyol milik Bella. Dada besar membusung dan bokong padat yang indah milik Bella membuat juniornya mengeras sempurna.
" Ra!" panggil Evan. Bella menatap wajah sahabatnya itu dan entah kenapa dia membuka kancing demi kancing kemeja Evan hingga habis. Evan hanya menatap wajah cantik itu dalam diam. Bagai wanita yang terbiasa bercumbu, Bella menjilat dada pria itu hingga membuat Evan mendesah.
" Ahhh, Raaa!" desah Evan meremang, dia menekan kepala Bella ke dadanya.
Bella mengulum kacang kecil di dada Evan tanpa dia tahu dia telah membangunkan singa tidur.
" Hmmmm!" Evan menggeram lalu mengangkat Bella ke atas ranjang dan menyesap kembali leher Bella. Menyusuri leher putih dan harum itu, dia meninggalkan banyak kissmark hingga turun ke tulang selangka. Diremasnya dada besar itu dan dimainkannya dada beserta pucuk mungilnya itu didalam mulutnya. Kissmark bertebaran di dada Bella membuat wanita itu semakin mendesah dan mengerang nikmat merasakan sesuatu yang baru saja dia rasakan.
Evan seolah lupa statusnya sebagai seorang suami, dia semakin turun menjilat perut dan pusar Bella.
" Ahhhh!" erangan terlepas dari bibir seksi Bella. Evan menatap sahabatnya yang memejamkan mata sambil menggigit bibir bawahnya. Dia dengan tidak sabar menurunkan wajahnya dan menemukan benda favorit setiap pria. Dengan cepat Evan membuka paha Bella dan memainkan bibirnya disana hingga membuat tubuh Bella menegang, perut bagian bawahnya seakan bergolak.