01. Preman Masuk Pesantren

Sebelumnya perkenalkan aku adalah Muhammad Kamil Mukhtar biasa di panggil Kamil dan aku di paksa oleh ayah ku masuk pesantren di Kediri, Jawa Timur karena masalah sepele yaitu suka membolos pada saat pelajaran kuliah tertentu dan aku yang di keluarkan dari kampus. 

Hari ini adalah hari pertama aku di pesantren darussalam dan juga ayah ku berniat akan menjodohkan aku dengan Titah keponakan dari pak kyai Abdullah.

Ketika aku ingin masuk ke dalam kamar untuk istirahat aku kena siraman air pelan, ternyata yang menyiram ku adalah Titah, tak salah memang ayah ku dan almarhum ayah nya menjodohkan aku dengan dia, dia sungguh cantik dan berhati lembut.

Titah adalah teman kecil ku, sudah lama tidak berjumpa dengan nya kini dia berubah menjadi perempuan yang sangat berbeda namun sifat kalem nya masih kelihatan seperti dulu.

Tak ku sangka bukan cuma aku saja yang mondok di sana ternyata teman kecil ku yang lain adalah Rivan, dia adalah teman kecil sekaligus tetangga ku di jakarta, lalu aku memutuskan untuk tinggal di sana.

Jakarta 

Di rumah pak Ubaidillah 

Di ruang keluarga.. 

"Dengar ya Kamil, pokoknya ayah sudah putuskan kamu tinggal di pesantren, besok kamu berangkat", kata pak Ubaidillah. 

"Tapi ayah..", sambung Kamil yang mencari alasan agar Kamil tidak pergi ke pesantren. 

"Tidak ada tapi-tapian dan tidak ada tawar-menawar", kata pak Ubaidillah lagi. 

"Mah..", Kamil meminta pembelaan dari ibunya. 

"Mama jangan belain Kamil, sudah sekarang sana, kamu masuk ke dalam kamar", kata pak Ubaidillah lagi. 

"Yah, apa tidak sebaiknya..", kata bu Rohayati yang memberi pembelaan pada anaknya dengan berbagai alasan pada pak Ubaidillah. 

"Cukup ya mah, ayah mau telepon pak kyai Abdullah", kata pak Ubaidillah lagi. 

                     ** 

Percakapan ayah dan pak kyai Abdullah lewat telepon. 

"Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh", pak kyai Abdullah memberikan salam pada pak Ubaidillah. 

"Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh pak kyai Abdullah", pak Ubaidillah menjawab salam dari pak kyai Abdullah. 

"Maaf sebelumnya ini siapa dan ingin berbicara dengan siapa ?", tanya pak kyai Abdullah. 

"Saya Ubaidillah dari jakarta, saya ingin berbicara dengan pak kyai Abdullah", jawab pak Ubaidillah. 

"Oh Ubaidillah, apa kabar ?", tanya pak kyai Abdullah. 

"Alhamdulillah baik Abdullah, kabarmu gimana ?", tanya pak Ubaidillah juga. 

"Alhamdulillah baik juga, oh iya ada apa kamu menelepon saya, apakah ada hal yang penting ?", tanya pak kyai Abdullah. 

"Iya Abdullah, jadi seperti saya ingin menitipkan anak saya di pesantren darussalam boleh ?", tanya pak Ubaidillah lagi. 

"Tentu saja boleh Ubaidillah, dengan senang hati saya menerima anakmu", jawab pak kyai Abdullah. 

"Besok saya kirim anak saya langsung untuk ke pesantren darussalam", kata pak Ubaidillah lagi. 

"Baiklah kalau begitu saya tunggu besok kamu dan anakmu di pesantren", sambung pak kyai Abdullah. 

"Terimakasih ya Abdullah", pak Ubaidillah mengucapkan terimakasih kepada pak kyai Abdullah. 

"Sama-sama Ubaidillah", sambung pak kyai Abdullah lagi. 

"Ya sudah kalau begitu sampai sini saja, besok atau lusa kita bicarakan lagi ya", kata pak Ubaidillah lagi. 

"Iya..", seru pak kyai Abdullah. 

"Assalamu'alaikum", pak Ubaidillah memberikan salam pada pak kyai Abdullah. 

"Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh", pak kyai Abdullah menjawab salam dari pak Ubaidillah. 

                     ** 

Kediri 

Di rumah pak kyai Abdullah 

Di ruang kerja pak kyai Abdullah.. 

"Loh kok pakde belum tidur, assalamu'alaikum pakde", Titah memberikan salam pada pak kyai Abdullah. 

"Wa'alaikumussalam nduk, masuk", pak kyai Abdullah menjawab salam dari Titah. 

"Nggih pakde" 

(Ya pakde) 

"Enten menapa nduk ?" 

(Ada apa nak ?), tanya pak kyai Abdullah. 

"Punapa pakde dereng tilem, sampun dalu ?" 

(Kenapa pakde belum tidur, sudah malam ?), tanya Titah juga. 

"Pakde enten telepon saking Jakarta, kanca pakde menitipkan anaknya ing pesantren darussalam" 

(Pakde ada telepon dari Jakarta, teman pakde menitipkan anaknya di pesantren darussalam), jawab pak kyai Abdullah. 

"Oh, loh pakde mau kemana ?", tanya Titah lagi. 

"Mau ke kamar nak..", jawab pak kyai Abdullah lagi. 

"Oh gitu, sebentar ya pakde", kata Titah. 

"Iya..", seru pak kyai Abdullah. 

"Jo, Paijo..", Titah memanggil Paijo. 

"Inggih cah ayu" 

(Iya anak cantik) 

"Tolong antar pakde ke kamar ya", pinta Titah. 

"Oh nggih cah ayu" 

(Oh ya anak cantik), Paijo melaksanakan perintah dari Titah. 

"Ya sudah pakde, Titah tinggal ya, lik jo", kata Titah lagi. 

"Nggih cah ayu" 

(Ya anak cantik) 

"Jangan lupa antar pakde", pinta Titah lagi. 

"Inggih cah ayu" 

(Iya anak cantik), Paijo melaksanakan perintah dari Titah lagi. 

"Pakde, Titah pamit ke kamar ya pakde, assalamu'alaikum", Titah memberikan salam pada pak kyai Abdullah dan Paijo. 

"Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh, nduk", pak kyai Abdullah menjawab salam dari Titah. 

"Wa'alaikumussalam cah ayu", Paijo menjawab salam dari Titah. 

Keesokan harinya.. 

Jakarta 

Di rumah pak Ubaidillah 

Di depan rumah.. 

"Mil cepat..", seru pak Ubaidillah.

"Iya yah..", sambung Kamil. 

Kediri 

Di pesantren darussalam 

Di kamar santriwati..

"Eh katanya ada santri baru loh dari jakarta", kata Aisyah. 

"Terus kenapa yu.., kalau ada santri baru di sini kan memang tempat untuk menimba ilmu agama ta ?", tanya Titah.

"Bener apa sing diperhitungke Titah, yu.."

(Benar apa yang dibilang Titah, yu..), kata Dina.

"Wis durung iki banyu e, arep aku buwang yen wis ?"

(Sudah belum ini airnya, mau saya buang kalau sudah ?), tanya Titah lagi.

"Ya buwang wae adhi kulo, wis buyar kok"

(Ya buang saja adik ku, sudah selesai kok), jawab Aisyah.

"Oh ya wis.." 

(Oh ya sudah..), seru Titah. 

"Ini kamar putri ?", tanya Kamil.

"Iya ini kamar putri dan di sana kamar santriwan nya, santriwan tidak boleh memasuki kamar santriwati karena bukan mahramnya", jawab Paijo memberitahu Kamil.

"Oh gitu ya, berarti kalau sudah menjadi mahramnya boleh dong ya ?", tanya Kamil lagi. 

"Iya mas..", jawab Paijo.

"Aduh yah.., woi siapa sih yang nyiram gak lihat-lihat, lihat nih sekarang baju gua basah..", Kamil marah saat di guyur air bekas pel oleh Titah. 

"Kula, aduh apura mas.."

(Saya, aduh maaf mas..), Titah meminta maaf pada Kamil karena tidak sengaja menyiramnya dengan air pel.

"Siapa dia sungguh cantik sekali dan saya rasa pernah mengenalnya dan dia tidak asing ?", tanya Kamil dalam hati.

"Apura nggih mas.."

(Maaf ya mas..), Titah masih meminta maaf pada Kamil karena tidak sengaja menyiramnya dengan air pel.

"Oh elu orang nya punya mata gak sih lu baju gua sampe basah gara-gara elu ?", tanya Kamil lagi.

"Saya sudah bilang minta maaf mas", jawab Titah.

"Aah..", keluh Kamil masih dengan marah pada Titah.

"Sudah Ubaidillah, tenang saja anakmu di sini akan diawasi dan akan baik-baik saja", kata pak kyai Abdullah. 

"Terimakasih ya pak kyai Abdullah", pak Ubaidillah mengucapkan terimakasih kepada pak kyai Abdullah. 

"Sama-sama Ubaidillah..", sambung pak kyai Abdullah. 

"Itu ada apa ya ?", tanya pak Ubaidillah.

"Kita lihat saja", jawab pak kyai Abdullah.

Di kamar santriwan..

"Van..", seru Frensky. 

"Apa ?", tanya Rivan.

"Enten menapa sih punapa ribet-ribet ?"

(Ada apa sih kok ribut-ribut ?), tanya Frensky juga.

"Mboten ngertos kula ugi jene, mangga ningal"

(Tidak ngerti saya juga mas, yuk lihat), ajak Rivan setelah menjawab pertanyaan dari Frensky.

"Sumangga.."

(Hayuk..), sambung Frensky.

Di kamar santriwati lagi..

"Assalamu'alaikum", Rivan dan Frensky memberikan salam pada semua yang ada di depan kamar santriwati.

"Wa'alaikumussalam", semua yang ada di depan kamar santriwati menjawab salam dari Rivan dan Frensky.

"Dik Titah tidak apa-apa ?", tanya Frensky.

"Tidak apa-apa mas..", jawab Titah.

"Oh kamu jadi santri baru nya, kamu apain dik Titah ?", tanya Frensky lagi.

"Oh jadi ini yang namanya Titah, elu gak lihat apa nih baju gua basah gara-gara dia ?", tanya Kamil juga. 

"Eh kamu jangan tunjuk-tunjuk ya kalau berbicara", kata Frensky dengan kesal karena Kamil menunjuk-nunjuk ke arah Titah. 

"Tau yang sopan dong, haaa kamu, Kamil kan ?", tanya Rivan.

"Iya, Rivan..", jawab Kamil.

"Van panjenengan tepang ?"

(Van kamu kenal ?), tanya Frensky.

"Tepang dong jene, panjenenganipun, Kamil rencang timur kawula ugi ugi Titah, penggalih-penggalih loh jene panjenenganipun yakni saingan mu"

(Kenal dong mas, dia, Kamil teman kecil saya dan juga Titah, Hati-hati loh mas dia adalah saingan mu), jawab Rivan.

"Punapa!!!, eh unta arab"

(Apa!!!, eh onta arab), Frensky kaget saat mendengar jawaban dari Rivan dan Frensky memanggil Kamil dengan sebutan onta arab. 

"Elu ngomong apa ?, onta arab ?, nama gua Kamil bukan onta arab seenaknya lu ganti nama gua ?", tanya Kamil dengan marah saat Frengky memanggilnya dengan sebutan unta arab. 

"Itu, hidung kamu mancung begitu udah kaya orang arab", jawab Frensky

"Inggih nggih jene, ing arab ta ingkang kathah unta" 

(Iya ya mas, di arab kan yang banyak onta), kata Rivan. 

"Nah punika panjenengan tau"

(Nah itu kamu tau), sambung Frensky. 

"Sampun jene sampun.., kula punapa pancen ingkang klintu sampun nggih ampun ing ributkan meneh,uga sampeyan pisan meneh kula tedha apunten pisan meneh amargi menyiram sampeyan"

(Sudah mas sudah.., saya kok memang yang salah sudah ya jangan di ributkan lagi, dan kamu sekali lagi saya minta maaf sekali lagi karena menyiram kamu) 

"Assalamu'alaikum", pak kyai Abdullah dan pak Ubaidillah memberikan salam pada semua santri yang ada di depan kamar santriwati.

"Wa'alaikumussalam pak kyai dan pak Ubaidillah", semua santri yang ada di depan kamar santriwati menjawab salam dari pak kyai Abdullah dan pak Ubaidillah.

"Niki enten menapa ta ?"

(Ini ada apa ta ?), tanya pak kyai Abdullah.

"Niki loh pak kyai.."

(Ini loh pak kyai..), jawab Rivan yang akan menjelaskan pada pak kyai Abdullah dan terpotong oleh Kamil.

"Sorry, jadi gini loh pak kyai, gua lagi mau jalan masuk ke dalam kamar eh malah di siram pake air pelan sama dia..", Kamil menjelaskan pada pak kyai Abdullah sambil menunjuk-nunjuk Titah dan memotong perkataan dari Rivan. 

"Eh panjenengan ingkang santun nggih ampun asal tunjuk, sampeyan ora tau ta Titah punika yakni keponakan saking pak kyai Abdullah"

(Eh anda yang sopan ya jangan asal tunjuk, kamu gak tau ta Titah itu adalah keponakan dari pak kyai Abdullah), kata Frensky masih dengan kesal melihat Kamil menunjuk-nunjuk Titah. 

"Aah bodo dan elu nih cuciin jaket, baju, sepatu, dan kaus kaki gua, gua gak mau tau besok harus sudah kering, bye", sambung Kamil dengan kesal dan kemudian pergi meninggalkan semuanya yang ada di depan kamar santriwati. 

"Astaghfirullahalazim", semua santri mengelus dada dengan kejadian hari ini di depan kamar santriwati. 

"Pak kyai maaf..", kata pak Ubaidillah yang meminta maaf pada pak kyai Abdullah atas kejadian hari ini. 

"Sudah tidak apa-apa, serahkan semuanya pada saya", kata pak kyai Abdullah. 

"Terimakasih pak, emm dik jangan di cuci ya baju anak saya", sambung pak Ubaidillah. 

"Sudah, tidak apa-apa pakde biar saya saja yang mencucinya, ini saya yang berbuat, saya juga yang harus bertanggung jawab", sambung Titah juga. 

"Tapi..", seru pak Ubaidillah. 

"Permisi, assalamu'alaikum", Titah memberikan salam pada semua yang ada di depan kamar santriwati. 

"Wa'alaikumussalam", semua yang ada di depan kamar santriwati menjawab salam dari Titah. 

Di sungai..

"Gara-gara santri baru itu mbak Titah jadi mencuci bajunya", kata semua santriwan yang membicarakan masalah tadi pagi ketika Titah sedang mencuci baju Kamil di sungai. 

"Iya, padahal kan mbak Titah gak sepenuhnya salah, dia gak sengaja", sambung semua santriwati yang membicarakan masalah tadi pagi ketika Titah sedang mencuci baju Kamil di sungai. 

Di kamar santriwan..

"Gila.., gua gak nyangka gede nya cantik banget sama persis seperti dulu dia kecil, gua salah nyuruh dia nyuci baju gua, dia juga gak sengaja nyiram gua.. Gua harus minta maaf, Rivan pasti tau dia dimana", kata Kamil. 

Di kelas bahasa Arab..

"Eh unta arab, sampeyan kersa kemana ?"

(Eh onta arab, kamu mau kemana ?), tanya Frensky.

"Mau kemana kek itu urusan gua bukan urusan elu, oh ye nama lu siapa ?", tanya Kamil juga.

"Frensky..", jawab Frensky.

"Haa pengki ?", tanya Kamil lagi membalas perbuatan seniornya.

"Frensky, bukan pengki", jawab Frensky.

"Oh ya terserah lu ya mau ngomong apa, oh ya pengki", kata Kamil yang meledek Frensky dan membuat Frensky kesal padanya. 

"Frensky, yang sopan dong saya senior kamu loh di sini", kata Frensky yang kesal pada Kamil karena telah meledeknya. 

"Lu duluan yang mulai pengki.., van..", kata Kamil lagi. 

"Iya mil..", seru Rivan. 

"Ada yang mau gua omongin nih sama elu", kata Kamil lagi. 

"Apa itu ?", tanya Rivan.

"Sudah yuk ikut aja dulu gak enak ngomongin nya di sini", jawab Kamil.

"Oke..", seru Rivan. 

Setelah aku cerita pada Rivan soal penyesalan rasa bersalah ku pada Titah, akhirnya Rivan mau mengantarkannya ke sungai tempat biasanya dia mencuci baju.

Di sungai lagi..

"Alhamdulillah selesai juga akhirnya", kata Titah yang sudah menyelesaikan cucian bajunya di sungai. 

"Nah itu Titah", seru Rivan. 

"Assalamu'alaikum mas..", Titah memberikan salam pada Kamil dan Rivan. 

"Wa'alaikumussalam", Rivan dan Kamil menjawab salam dari Titah. 

"Maaf bajunya belum kering, belum saya jemur juga", kata Titah lagi. 

Ketika saya ingin berbicara untuk meminta maaf rupanya dari tadi Frensky mengikuti aku dan Rivan ke sungai dan mendengar pembicaraan ku, Titah pun memaafkan aku dan kami pulang ke pesantren.

Ketika akan pulang ke pesantren Titah hampir saja kepeleset karena batunya yang licin, kini Titah berada dalam pelukan ku, Frensky yang melihat itu langsung cemburu, sedangkan aku deg deg an saat Titah berada di pelukan ku.

"Iya gak apa-apa kok, lagian gua kesini ada yang pengen gua omongin ke elu", kata Kamil. 

"Soal apa ya mas ?", tanya Titah.

"Soal gua mau minta maaf", jawab Kamil.

"Saya sudah memaafkan kamu kok sebelum kamu meminta maaf kepada saya", kata Titah. 

"Tah, mil, yuk balik", seru Rivan. 

"Yuk..", sambung Kamil. 

"Ad.." Titah terpeleset dan jatuh di pelukan Kamil.

"Cantik sekali bak bidadari yang jatuh dari surga", kata Kamil di dalam hati.

"Aduh.. Kuch kuch hota Hai ini mah nama nya, eh iya lupa mereka kan bukan mahram nya, mil, tah..", keluh Rivan karena melihat Titah dan Kamil berpelukan dan saling bertatapan. 

"Dag dig dug sumpah ini jantung rasa nya kaya mau copot", kata Kamil di dalam hati lagi. 

"Iih..", Frensky merasa cemburu saat Titah berada dalam pelukan Kamil dan di saat kedua saling berpandang-pandangan dengan mesra. 

"Hadeh.., lama sekali deh tah, mil, ah..", Rivan mengeluh lagi. 

"Iih.., kok pahit ya, ini apa ya, ih.. daun..", Frensky baru menyadari kalau dari tadi Frensky menggigiti daun. 

Kami pun masih saling bertatapan dan aku melihat senyuman nya yang sangat manis, aku tidak menyesal berada di sini sekarang.

Waktu sudah menunjukan waktunya makan malam, aku ke ruang makan pesantren setelah shalat isya.

Setelah makan malam aku melihat Titah dan pak kyai Abdullah, kemudian pak kyai Abdullah memanggilku, pak kyai Abdullah memintaku untuk menemani Titah pergi keluar pesantren.

Di luar mushola..

"Assalamu'alaikum nak..", pak kyai Abdullah memberikan salam pada Titah. 

"Wa'alaikumussalam pakde", Titah menjawab salam dari pak kyai Abdullah. 

"Kamu jadi foto copy soal bahasa arab nya ?", tanya pak kyai Abdullah.

"Jadi pakde, ini Titah bawa soalnya", jawab Titah.

"Diantar siapa nak ?", tanya pak kyai Abdullah lagi.

"Sendiri saja pakde", jawab Titah lagi.

"Ampun nduk, panjenengan menika putri mboten sae putri miyos dalu piyambak, Kamil.."

(Jangan nduk, kamu ini perempuan tidak baik perempuan keluar malam sendiri, Kamil..), kata pak kyai Abdullah yang kemudian memanggil Kamil. 

"Iya pak kyai", jawab Kamil.

"Kamu temani Titah ya foto copy di luar pesantren", pinta pak kyai Abdullah. 

"Iya pak kyai", Kamil melaksanakan perintah dari pak kyai Abdullah. 

"Purnomo, Paijo", pak kyai Abdullah memanggil Paijo dan Purnomo. 

"Inggih pak kyai"

(Iya pak kyai), jawab Purnomo dan Paijo. 

"Panjenengan ugi temani nuwun, mereka sanes mahramnya"

(Kamu juga temani ya, mereka bukan mahramnya), pinta pak kyai Abdullah lagi. 

"Inggih pak kyai"

(Iya pak kyai), jawab Purnomo dan Paijo lagi. 

"Ya sudah saya pamit pakde, assalamu'alaikum", Titah memberikan salam pada pak kyai Abdullah. 

"Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh", pak kyai Abdullah menjawab salam dari Titah. 

"Eh itu si onta arab mau kemana sama dik Titah ?", tanya Frensky.

"Ada apa mas ?", tanya Rivan juga.

"Itu..", jawab Frensky menunjuk ke arah Titah, Kamil, Paijo dan Purnomo.

"Oh Titah sama Kamil", seru Rivan. 

"Iya mau kemana mereka berdua hmm", kata Frensky yang cemburu melihat Titah dan Kamil pergi ke luar pesantren.

"Mas gak berdua kok tapi berempat mas..", kata Rivan. 

"Loroan kuwi loh van.."

(Berdua itu loh van..), kata Rivan lagi. 

"Pundi ta tiyang papatan mekaten loh, jene Pur dan jene Jo ugi ndherek"

(Mana sih orang berempat gitu loh, mas Pur dan mas Jo juga ikut), sambung Rivan. 

"Haa ingkang leres sampeyan ?"

(Haa yang benar kamu ?), tanya Frensky.

"Inggih saestu jene, papatan itu loh.."

(Iya beneran mas, berempat itu loh..), jawab Rivan.

Di pintu gerbang pesantren..

"Berhenti", Frensky menghentikan langkah Titah, Kamil, Paijo, dan Purnomo yang akan keluar dari pesantren darussalam. 

"Emm si pengki lagi", keluh Kamil. 

"Frensky bukan pengki, eh onta arab ngapain kamu ajak dik Titah keluar pesantren ?", tanya Frensky yang menghentikan Titah, Kamil, Paijo, dan Purnomo. 

"Emang kenapa kalo gua ajak Titah keluar pesantren malam hari ?", tanya Kamil juga.

"Sampun, sampun ampun gelut, dados ngene jene Frensky, jene Kamil ing kengken sami pak kyai nemani cah ayu kulo medal pesantren"

(Sudah, sudah jangan bertengkar, jadi gini mas Frensky, mas Kamil di suruh sama pak kyai menemani anak cantik ku keluar pesantren), jawab Paijo menjelaskan pada Frensky.

"Apa!!!, mas Pur..", Frensky kaget saat mendengar penjelasan dari Paijo. 

"Apa ?", tanya Purnomo.

"Ingkang ing omongi jene Jo punika sedaya ora leres ta ?"

(Yang di omongi mas Jo itu semua gak benar kan ?), tanya Frensky juga.

"Punika leres jene Frensky"

(Itu benar mas Frensky), jawab Purnomo.

"Punapa sanes aku ingkang ing tugaskan nemani dik Titah, ta kula sanguh njagane ugi"

(Kenapa bukan aku yang di tugaskan menemani dik Titah, kan saya bisa menjaganya juga), kata Frensky di dalam hati.

"Dah puas kan lu sekarang Hus.. Hus.. Hus.., minggir nyonya dan tuan mau lewat", kata Kamil yang menyuruh Frensky pergi dari hadapannya.

"Songong kamu ya onta arab", kata Frensky dengan kesal. 

Sungguh hari ini adalah hari pertama dimana aku bertemu dengan dia dan bisa jalan bareng dia lagi, Titah, aku gak nyangka akhirnya kita di pertemukan dan di jodohkan oleh kedua orang tua kita.

Keesokan harinya.. 

Di kelas Kamil..

"Loh Kamil kok belum di isi soalnya ?", tanya pak ustaz Fitroh.

"Pak ustaz, gua kaga ngerti bahasa arab jadi ya kaga gua isi soalnya", jawab Kamil.

"Kamu itu ya.., ya sudah kamu banyak-banyak belajar saja ya, Rivan..", pinta pak ustaz Fitroh. 

"Iya pak ustaz Fitroh", jawab Rivan. 

"Kamu antar dia ke seseorang yang paham pelajaran bahasa arab", pinta pak ustaz Fitroh lagi.

"Baik pak ustaz", Rivan melaksanakan perintah dari pak ustaz Fitroh. 

"Ya sudah untuk kamu, Kamil, saya nyatakan lulus", kata pak ustaz Fitroh. 

"Yayaya..", seru Kamil. 

"Assalamu'alaikum", pak ustaz Fitroh memberikan salam pada Rivan dan Kamil. 

"Wa'alaikumussalam", Rivan dan Kamil menjawab salam dari pak ustaz Fitroh. 

Aku diantar Rivan menemui seseorang yang pak ustaz Fitroh maksud, sebelum aku menemuinya aku bertanya terlebih dahulu pada Rivan siapa orangnya.

Masih di kelas Kamil.. 

"Yuk mil..", ajak Rivan. 

"Kemana ?", tanya Kamil.

"Ke calon guru privat bahasa arab mu", jawab Rivan.

"Emang siapa ?", tanya Kamil lagi.

"Titah..", jawab Rivan lagi.

"Titah, jadi dia guru privat bahasa arab gua, van", kata Kamil yang terlihat senang saat mengetahui kalau Titah lah guru privat bahasa Arab nya. 

"Iya..", seru Rivan. 

"Serius lu, wah elu pasti bercanda kan ?", tanya Kamil lagi.

"Kaga, gua kaga bercanda", jawab Rivan lagi.

Di dapur..

"Kok pawon van, ngapain kita ke dapur ?", tanya Kamil.

"Biasa Titah kalau jam segini di sini nyiapin makan siang", jawab Rivan.

"Van..", seru Kamil. 

"Iya, mpok Leha..", seru Rivan. 

"Eh iya, iya, iya.., ed dah.., elu mah ya kebiasaan", kata mpok Leha yang latah. 

"Kok ed dah..", seru Rivan. 

"Tuh kan kebiasaan nih, maklum saja ye kan kita orang betawi, maksudnya empok astaghfirullahalazim", kata mpok Leha lagi. 

"Nah itu baru benar", seru Rivan. 

"Ngapain di mari ?"

(Ngapain di sini? ), tanya mpok Leha.

"Nyari Titah", jawab Rivan.

"Oh den cantik noh di sono noh", seru mpok Leha. 

"Sono mana ?", tanya Rivan.

"Di ruang batik", jawab mpok Leha.

"Oh oke, makasih, assalamu'alaikum", kata Rivan yang memberikan salam pada mpok Leha. 

"Wa'alaikumussalam", mpok Leha menjawab salam dari Rivan. 

"Itu pak ustaz Fitroh kan van ?", tanya Kamil. 

"Bukan mil..", jawab Rivan. 

"Kok mirip sih..", seru Kamil. 

"Oh itu namanya pak ustaz Fitri saudara kembarnya pak ustaz Fitroh", kata Rivan. 

"Oh, emm Fitri kok kaya nama cewek", sambung Kamil. 

"Gak tau jangan nanya gua", kata Rivan lagi. 

"Assalamu'alaikum, hayo ngomongin pak ustaz ya ?", tanya pak ustaz Fitri.

"Wa'alaikumussalam, eh pak ustaz Fitri", Rivan dan Kamil menjawab salam dari pak ustaz Fitri. 

"Enggak kok..", jawab Rivan.

"Ya sudah sana balik ke kelas nanti pengawas ujian selanjutnya saya", kata pak ustaz Fitri. 

"Iya pak ustaz, assalamu'alaikum", Rivan dan Kamil memberikan salam pada pak ustaz Fitri. 

"Wa'alaikumussalam", pak ustaz Fitri menjawab salam dari Rivan dan Kamil. 

Di ruang batik..

"Sa.., Anissa.."

"Iya, eh mbak Titah"

"Kamu kenapa ta ngelamun saja ?", tanya Titah.

"Mboten napa-napa mbak"

(Tidak kenapa-kenapa mbak), jawab Anissa.

"Ya sudah lanjut lagi yuk ngebatiknya"

"Iya mbak Titah.."

"Assalamu'alaikum", Rivan dan Kamil memberikan salam pada Titah dan Annisa. 

"Wa'alaikumussalam", Annisa dan Titah menjawab salam dari Rivan dan Kamil. 

"Eh mas Rivan, pasti.., yah kok ndak sama..", kata Annisa yang mencari Frensky. 

"Karo sopo ?"

(Sama siapa ?), tanya Rivan.

"Mboten, mboten.."

(Tidak, tidak..), jawab Annisa.

"Mbakyu mu mana ?", tanya Rivan lagi.

"Itu..", jawab Annisa lagi.

"Tah.."

"Iya mas, ada apa ?", tanya Titah lagi.

"Ini saya di tugasi oleh pak ustaz Fitroh mengantar Kamil ke sini", jawab Rivan.

"Oh untuk ngebatik juga ?", tanya Titah lagi.

"Mboten cah ayu.."

(Tidak anak cantik..), jawab Rivan lagi.

"Terus untuk apa mas ?", tanya Titah lagi.

"Untuk privat bahasa arab", jawab Rivan lagi.

"Oh ya boleh, nanti setelah makan siang saya tunggu kamu di tempat biasanya ya, mas Rivan tau ta dimana ?", tanya Titah lagi.

"Ya tau, sudah nanti ku anterin", jawab Rivan lagi.

"Ya sudah", seru Titah.

Suara azan dzuhur pun berkumandang saatnya sholat dzuhur dan makan siang baru setelah itu saya belajar bahasa arab dengan calon istriku sekaligus guru ku.

Semakin lama aku dekat dengan nya benih-benih cinta antara aku dan Titah mulai tumbuh.

Mungkin ini saatnya aku menyatakan perasaan ku padanya di taman pesantren darussalam pada saat malam hari.