Cemburu

Sepulang sekolah hari ini aku dan Anaya akan janji temu di taman belakang sekolah. Seperti biasa kami hanya ada waktu bebas saat sepulang sekolah. Karena gak mungkin kita ketemuan saat masih jam pelajaran sekolah kan?

Saat istirahat pun kami hanya punya sedikit waktu untuk hanya sekedar berdua. Aku menunggu Anaya di depan kelasku sendiri. Karena untuk menuju taman belakang Anaya pasti akan melewati kelasku.

Tapi aku sudah tak sabar lagi menunggu, karena Anaya tak kunjung menampakkan diri. Hampir lima belas menit aku menunggu. Dan akhirnya aku pun memutuskan menyusul ke kelas Anaya. Kulihat semua anak-anak kelas Anaya sudah keluar tapi aku belum melihat Anaya sama sekali.

"Eh, Fan.. liat Anaya gak?" tanyaku pada Fani teman sekelas Anaya saat hendak melewatiku.

"Tuh, masih di dalam kelas. Sama anak baru," katanya, membuatku mengernyitkan dahi. Aku segera melangkahkan kaki masuk ke dalam kelas Anaya.

Di sana aku melihat Anaya sedang duduk bersama anak laki-laki, yang katanya anak baru itu. Aku baru ingat beberapa hari lalu memang katanya ada anak baru. Dan aku baru tahu juga ternyata anak baru itu sekelas dengan Anaya.

Aku melihat mereka dari jauh. Sepertinya sedang mendiskusikan sesuatu yang entah apa. Kulangkahkan kakiku mendekati mereka yang sedang asyik berdua, sampai-sampai tidak menyadari kehadiranku disana.

Aku mengetuk meja di depan mereka. Anaya segera menegakkan kepalanya menoleh kearahku. Seperti tak punya salah Anaya hanya tersenyum padaku. Aahh.. kenapa kamu gak peka sekali, Nay? Kesal ku dalam hati.

"Dhan, bentar yah. Udah mau selesai kok," ucap Anaya sangat tak berperasaan sekali.

Ku alihkan pandanganku pada lelaki di sebelah Anaya. Ku lirik soal yang ada dihadapan mereka. Lalu aku mendengus saja dan menoleh ke arah si anak baru.

" Hei!!! Anak baru! Sepertinya kamu bukan anak yang terlihat bodoh untuk mengerjakan soal seperti ini," sindirku padanya. Dari tadi aku perhatikan si anak baru ini selalu mencuri pandang pada Anaya. Dan aku sesama lelaki. Aku sangat tahu maksud pandangan seperti itu.

Aku mendengus kesal karena Anaya tidak peka dengan sikapku ini. Kuketukkan sekali lagi tanganku didepan Anaya.

"Nay? Ayo pulang sekarang!" ajakku dingin dan menekankan perintahku.

"Tapi.. ." Anaya hendak menolak tapi saat dia melihatku, dia terdiam. Seolah tahu bahwa aku dalam mode marah.

Aku hendak meraih tangan Anaya dan membawanya keluar untuk tak lagi dekat dengan anak sok lugu, sok polos atau bahkan sok bodoh itu. Tapi tiba-tiba aku mendengar suara tak mengenakkan dari anak baru itu.

"Kamu, kakaknya Anaya? Gue Riko," ucapnya sembari mengulurkan tangan yang dengan tidak tahu malunya. Apa katanya? Kakak? Apa aku terlihat seperti kakaknya? Batinku sendiri.

Dan dari situlah baru aku tahu nama si anak baru. Kulirik tangan Riko yang sedang menunggu uluran tangan dari ku. Dan aku melirik ke arah Anaya bergantian. Aku terlalu kesal dan terlanjur tak suka dengan anak baru ini. Apalagi dia mencoba mendekati Anaya.

Aku hanya melengos dan mendengus lalu pergi meninggalkan si Anak baru yang masih ditempatnya memandang kami berdua keluar kelas tanpa menjawab sedikitpun pertanyaannya.

Kulirik Anaya melambaikan tangan pada si anak baru seolah mengisyaratakan 'maaf' karena meninggalkannya. Aku semakin kesal dibuatnya. Semakin erat ku genggam jemari Anaya dan bergegas pergi meninggalkan ruangan itu yang sudah membuat aku terbakar cemburu.

What?! Cemburu? Benarkah aku cemburu? Bolehkah aku cemburu? Wajar kan kalau aku tak suka melihat milikku dekat dengan anak baru itu. Apalagi tampangnya tadi udah fix buat aku merasa akan tersingkirkan dari daftar pacar yang ganteng. Ahh! Mikir apa aku ini.

Sekarang kami berada di Taman belakang yang biasa kami singgahi. Aku duduk lebih dulu meninggalkan Anaya yang masih berdiri mematung. Aku mendengus kesal. Kemudian merasakan Anaya duduk disampingku. Aku tidak bisa melihatnya, karena aku mengalihkan pandanganku darinya. Boleh kan aku marah?

"Kamu kenapa si? Kok kayak marah gitu?" tanyanya membuatku menoleh seketika pada Anaya. Apa dia bilang? Aku kenapa? OMG gak peka sekali pacarku ini.

"Kamu tanya aku kenapa? Kamu gak merasa apa gitu?" tanyaku heran. Lalu berpaling darinya lagi.

"Jangan marah dong? Kamu gak suka aku sama Riko tadi?" tanyanya lagi yang membuatku mendengus kesal. Ya ampun. Pacar ku ini lugu, polos, gak ngerti atau bodoh ya?

"Salah? Kalau aku gak suka liat pacar aku sendiri sama cowok lain?" tanyaku dingin tanpa menoleh padanya.

"Chagi yaaa... Dont be angry. Em em em?" rengek Anaya dengan logat koreanya.

"Apa tadi?" tanyaku yang langsung menoleh padanya.

"Chagi itu dalam bahasa korea artinya sayang" jawabnya dengan mengatakan lirih pada kata 'sayang'. Aku tersenyum geli mendengarnya. Tapi ku tahan agar tak kelepasan tertawa. Aku masih marah padanya. Aku kekanakan? Biarin aja.

"Chagii yaa..," reengek Anaya lagi karena aku menahan tawa sambil menoleh ke arah lain.

Dan lagi Anaya mengguncang lengan ku. Membuatku tak bisa lagi menahan tawa.

"Jadi sekarang panggilan sayangnya Chagi? " tanyaku akhirnya dan Anaya tersenyum sembari menganggukkan kepala. Lalu kuusap kepalanya perlahan. Dan entah keberanian darimana tanpa terasa aku mendaratkan kecupan ringan di keningnya. Astaghfirullah. ucapku dalam hati.

"Maaf!" kataku sambil memejamkan mata.

Lalu tetiba saja aku merasakan benda lembut menyentuh pipiku. Kubuka mataku, dan menoleh kearah Anaya karena tak percaya pacarku juga membalas kecupanku.

"Kalo begini saja gak papa. Gak boleh lebih," bisiknya malu-malu. Aku tersenyum senang sekali karenanya. Seandainya sekarang aku punya sayap, mungkin aku sudah terbang kelangit tujuh, meraih bintang-bintang yang bertaburan di angkasa, dan kubawakan pada kekasih hatiku yang kini mengisi relung hatiku.

Biarlah aku berlebihan aku tak peduli apa kata orang. Aku tahu apa yang kulakukan ini berdosa pada Tuhan. Tapi, aku berjanji tak akan lebih dari ini.

"Aku gak mau egois. Aku gak mau membatasi kamu berteman. Maaf kalau sikapku tadi kekanakan. Tapi bisakah kamu menjaga perasaanku. Aku lihat tadi sepertinya Riko suka sama kamu. Dan aku gak suka itu. Hal itu sangat mengganggu pandangan dan pikiranku." Kuungkapkan keluh kesahku akhirnya.

"Chagi yaa.. Are you jealous?" tanya Anaya sambil menahan tawa. aku hanya mendengus meresponnya.

"Cute banget si kalau lagi cemburu. Haha. Chagi yaa.. Kalaupun banyak cowok yang suka sama aku, aku gak peduli kok. Kan aku udah milih kamu. Aku jamin aku cewek setia. Janji," ucapnya sambil mengacungkan jari telunjuk dan jari tengahnya bersamaan.

"Promise?" sambungku sambil mengacungkan jari kelingkingku kearahnya.

"Promise!" sahutnya sambil menautkan jari kelingking kami berdua.

Setelahnya kami tersenyum bersama. Menikmati momen indah berdua. Tak kan kulupakan semua yang terjadi antara aku dan Anaya. Dan aku berharap hubungan ini bukan hanya sementara.

Salahkah aku jika berharap kelak dia akan menjadi milikku selamanya?

Boleh kan aku bermimpi kalau kelak dia yang akan jadi tambatan terakhir dalam hidupku?

Karena kalau aku sudah menyayangi sesuatu, aku akan sulit untuk mengganti dengan yang lain lagi.

Cukup satu ini untukku Ya Allah. Jangan rubah lagi. I'll promise to save her. Always together. Forever. Ever.