Sebuah Titik Terang

" Pa, Mungkinkah dia putri kita yang dulu, ..." Sabrina menggantungkan ucapannya.

" Tidak mungkin, Mah. Putri kita sudah meninggal beberapa tahun yang lalu," elak Pratama, meski hatinya seolah mengatakan benarkah dia putrinya?.

" Dok.. Dokter. Bisakah anda membantu kami?" ucap Sabrina meminta pada dokter. Sang dokter mengangguk mantap.

******

Anaya sedang melamun di sebuah kursi. Pandangannya kosong. Menoleh kanan kiri. Yang dicari tak dia temukan. Air mata nya kembali menetes. Seakan tak pernah habis. Raut wajahnya tak menggambarkan kesedihan ataupun senang. Dia bak boneka hidup yang hanya diam merenung memikirkan entah apa.

Seorang wanita menghampirinya. Membawa nampan berisi makanan dan segelas susu cokelat.

" Sayang makan dulu yuk. Mama bawain makanan kesukaan kamu nih. Ada telur dadar sosis sama nugget kesukaan Naya. Makan yah. Mama suapin yuk," bujuk Mamanya. Anaya menggeleng lemah. Dia menatap nanar pada seorang yang menyebut dirinya 'Mama'.