Pertama Kali

Sembari menangis aku mengejarnya sampai dia terjatuh di lantai. Aku segera menduduki punggungnya. Ku tarik kepala dia ke belakang. Teriakannya menggema di lorong sembari memohon ampun kepadaku. Entah mengapa aku tak ingin berhenti meski hatiku ingin menghentikannya. Tanpa ku sadari, Edbert berhenti berteriak.

Aku pun bangkit dan melihatnya. Astaga, dia tak bergerak lagi dengan mata yang membelalak dan mulut yang menganga. Aku pun memanggil namanya, dia tak merespon, bahkan mengedipkan mata saja tidak. Dengan perlahan aku menjauhi dia, lalu berlari meninggalkannya.