CHAPTER 2 : PERMULAAN DALAM PROYEK

Langit senja mulai memerah, menuju ke malam, sebentar lagi akan gelap. Melihatnya saja aku sudah merasa tenang.

Pukul 18.00

Jalan yang kususuri ini mengambil jalan yang sepi saat sore hari, menuju ke stasiun. Aku membuat janji untuk mengantarnya ke stasiun dan setidaknya masih ada waktu yang cukup sebelum jadwal keretanya berangkat. Jalan ini aman dan memiliki pemandangan yang indah untuk bersantai.

"Apa yang ingin kau tanyakan?"

"Tidak masalah jika aku yang memulainya? Bukankah kau yang mengajakku duluan tadi?"

"Kupikir lebih banyak yang akan kubicarakan, jadi sebaiknya aku menjawab pertanyaanmu dulu saja, Tsugumi-san."

Amakusa-san yang merapatkan tas di pundaknya mempersilahkan aku untuk bertanya padanya dulu, seperti alasan yang sudah kukatakan sebelum kita pergi. Aku meniup udara yang terasa dingin.

" Kenapa kau memilihku sebagai Ilustrator untuk novelmu? Aku yakin di luar sana ada banyak Ilustrator lebih handal dan grafis mereka yang lebih baik, bukan? Setidaknya seorang profesional. Aku hanya seorang kakak tingkatmu,"

Dia satu tahun di bawahku, seorang gadis SMA yang bisa kukatakan seorang kouhai (adik kelas). Tentu saja sebagai seorang penulis muda apalagi gadis, pasti lebih memilih partner yang profesional untuk menjadikan novelnya lebih baik dan keren.

Sebuah pertanyaan seperti itu terlintas begitu saja di kepalaku, ini seperti mengatakan "orang sepertiku tidak pantas" - dan aku sangat tahu kalau harga diriku berada di level orang bodoh.

Dia tidak langsung menjawab, kembali memasukkan kedua tangannya ke saku rok, dia memejamkan matanya sehingga aku tidak bisa melihat bola matanya yang indah itu.

๐˜‘๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ๐˜ข๐˜ฏ-๐˜ซ๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ฅ๐˜ช๐˜ข ๐˜ฃ๐˜ฆ๐˜ณ๐˜ฑ๐˜ช๐˜ฌ๐˜ช๐˜ณ ๐˜ข๐˜ฌ๐˜ถ ๐˜ฐ๐˜ณ๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ ๐˜ฃ๐˜ฐ๐˜ฅ๐˜ฐ๐˜ฉ ๐˜ฌ๐˜ข๐˜ณ๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜ข ๐˜ข๐˜ฌ๐˜ถ ๐˜ฎ๐˜ฆ๐˜ฎ๐˜ฑ๐˜ฆ๐˜ณ๐˜ต๐˜ข๐˜ฏ๐˜บ๐˜ข๐˜ฌ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ฉ๐˜ข๐˜ญ ๐˜บ๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ ๐˜ต๐˜ช๐˜ฅ๐˜ข๐˜ฌ ๐˜ฑ๐˜ฆ๐˜ณ๐˜ญ๐˜ถ ๐˜ด๐˜ฆ๐˜ฑ๐˜ฆ๐˜ณ๐˜ต๐˜ช ๐˜ช๐˜ต๐˜ถ? ๐˜ ๐˜ข ๐˜ข๐˜ฎ๐˜ฑ๐˜ถ๐˜ฏ....

Sedetik kemudian dia menoleh padaku dengan matanya yang sudah terbuka. Aku membalas tatapannya dengan menolehkan kepalaku juga.

"Hanya itu?"

๐˜’๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜ข๐˜ฑ๐˜ข ๐˜ฅ๐˜ช๐˜ข ๐˜ฎ๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜จ๐˜ข๐˜ต๐˜ข๐˜ฌ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ด๐˜ฆ๐˜ฐ๐˜ญ๐˜ข๐˜ฉ ๐˜ช๐˜ต๐˜ถ ๐˜ต๐˜ช๐˜ฅ๐˜ข๐˜ฌ ๐˜ฑ๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜ต๐˜ช๐˜ฏ๐˜จ?! ๐˜ˆ๐˜ฑ๐˜ข ๐˜ฅ๐˜ช๐˜ข ๐˜ฃ๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜ข๐˜ณ-๐˜ฃ๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜ข๐˜ณ ๐˜ด๐˜ฆ๐˜ฐ๐˜ณ๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ ๐˜ฑ๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜ถ๐˜ญ๐˜ช๐˜ด? ๐˜›๐˜ช๐˜ฅ๐˜ข๐˜ฌ๐˜ฌ๐˜ข๐˜ฉ ๐˜ฅ๐˜ช๐˜ข ๐˜ฎ๐˜ฆ๐˜ฎ๐˜ช๐˜ฌ๐˜ช๐˜ณ๐˜ฌ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ฑ๐˜ฆ๐˜ณ๐˜ข๐˜ด๐˜ข๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ฐ๐˜ณ๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ ๐˜ญ๐˜ข๐˜ช๐˜ฏ ๐˜ซ๐˜ถ๐˜จ๐˜ข? ๐˜ˆ๐˜ด๐˜ต๐˜ข๐˜จ๐˜ข ๐˜ข๐˜ฅ๐˜ข ๐˜ข๐˜ฑ๐˜ข ๐˜ฅ๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜จ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜จ๐˜ข๐˜ฅ๐˜ช๐˜ด ๐˜ช๐˜ฏ๐˜ช?

Oke, disini aku sangat terkejut akan respon yang di luar dugaan. Karena responnya itu sama sekali tidak mencerminkan dirinya saat kami bertemu di kantor editorial tadi.

Aku akan beraksi seperti biasanya untuk membuat ini baik-baik saja.

"Yahh.....bukan hanya itu saja yang ingin kutanyakan, tapi setidaknya satu beban di kepalaku berkurang karena aku mengungkapkannya."

"Hmhmm...begitu ya? Tidak ada alasan khusus, itu Jawaban ku."

"Bisa dikatakan kalau hanya secara acak kau memilihku?"

Dia menggeleng beberapa kali, rambutnya sampai berkibar agak berantakan karenanya.

"Tidak, bukan itu."

"Ada alasan lainnya ya?"

"Light Novel, ya, itu alasannya."

๐˜š๐˜ฆ๐˜ฃ๐˜ถ๐˜ข๐˜ฉ ๐˜“๐˜ช๐˜จ๐˜ฉ๐˜ต ๐˜•๐˜ฐ๐˜ท๐˜ฆ๐˜ญ? ๐˜๐˜ต๐˜ถ ๐˜ด๐˜ฆ๐˜ฃ๐˜ถ๐˜ข๐˜ฉ ๐˜ฃ๐˜ถ๐˜ฌ๐˜ถ ๐˜ฏ๐˜ฐ๐˜ท๐˜ฆ๐˜ญ ๐˜บ๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ ๐˜ฑ๐˜ฐ๐˜ฑ๐˜ถ๐˜ญ๐˜ฆ๐˜ณ ๐˜ฅ๐˜ช ๐˜ฌ๐˜ข๐˜ญ๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ณ๐˜ฆ๐˜ฎ๐˜ข๐˜ซ๐˜ข ๐˜ด๐˜ฆ๐˜ฃ๐˜ข๐˜จ๐˜ข๐˜ช ๐˜ต๐˜ข๐˜ณ๐˜จ๐˜ฆ๐˜ต๐˜ฏ๐˜บ๐˜ข. ๐˜ˆ๐˜ฑ๐˜ข ๐˜ฎ๐˜ถ๐˜ฏ๐˜จ๐˜ฌ๐˜ช๐˜ฏ ๐˜ฅ๐˜ช๐˜ข ๐˜ช๐˜ฏ๐˜จ๐˜ช๐˜ฏ...

".....kerjasama yang berbeda?"

" Hm?"

Tiba-tiba aku bicara seperti itu, dia langsung merespon dengan memiringkan kepalanya sedikit. Dia belum mengetahui apa yang kumaksud dengan mengatakan itu, aku ingin memperjelasnya sedikit disini.

"Maksudnya sebuah kerjasama seperti penulis dan ilustrasi untuk membuat Light Novel, tapi dengan cara yang berbeda, begitu?"

"Itu bagus, Tsugumi-san. Kerjasama yang berbeda itu akan membuat partner senang!"

๐˜Œ๐˜ฆ๐˜ฆ๐˜ฆ๐˜ฆ๐˜ฆ๐˜ฉ๐˜ฉ๐˜ฉ๐˜ฉ๐˜ฉ๐˜ฉ๐˜ฉ๐˜ฉ๐˜ฉ๐˜ฉ....?

Sayangnya ini seperti berganti topik secara tiba-tiba dan mengabaikan topik sebelumnya. Penulis muda ini memiliki sesuatu yang unik sepertinya.

"Bukannya kita sedang membicarakan soal kenapa aku memilihmu, ya? Kenapa bisa sampai disana?"

"Ahahaha....benar juga, kenapa ya..."

Tanpa sadar topiknya diketahui oleh Amakusa-san, sementara aku menggaruk kepalaku karena kebingungan. Itu segera berlalu ketika dia melanjutkan,

"Sebenarnya itu cerita yang panjang dan di waktu seperti ini tidak akan cukup untuk menceritakannya, mungkin lain aku akan mengatakannya. Ada satu hal yang menjadi inti dari jawaban itu,"

"Apa intinya?"

Dia mengedipkan sebelah matanya dan segera mengeluarkan tangan kanannya, jari telunjuk yang bersamaan keluar dari saku rok terlihat mengarah padaku.

"Karena aku menemukanmu, Tsugumi-san!"

Mataku terbuka lebar untuk mengekspresikan keterkejutanku. Aku tidak mengerti maksud dari kata-kata itu, tapi sekarang aku merasakan sesuatu yang panas menerpa wajahku.

Sifat, reaksi, kepribadian gadis ini, yang ternyata sangat berbeda dari saat dia memperkenalkan dirinya, membuatku tertarik untuk mengulik dirinya. Seperti sebuah misteri di balik segalanya tentang gadis ini masih belum terungkap.

Meskipun hanya sangat sebentar aku baru bertemu dengannya, aku menjadi seperti bertemu dua orang yang berbeda dalam diri seorang gadis.

Mengatakan dia menemukanku dengan nada semangat itu, senyum kecil terkembang di wajahnya yang...manis.

"Satu pertanyaan selesai, sekarang giliranku untuk bicara, kan?"

Aku hampir tidak memperhatikan apa yang dikatakannya, tapi aku segera mengontrol diriku dan kembali seperti semula. Mengangguk sekali sebagai jawaban, dia melanjutkan.

Kaki kami tidak berhenti berjalan, hanya memperlambatnya itu sudah cukup untuk membicarakan banyak hal.

"Rumah dan sekolahku sangat jauh dari sini, karena sekarang kita adalah partner, apa aku bisa mengajukan keinginan agar kerja sama tim tidak terganggu?"

Tim itu kita, sekarang kami adalah tim karena kami adalah partner.

"Tentu saja, mau mengajukan apa?"

"Tapi, Tsugumi-san adalah senpai (kakak kelas), apakah tidak ada yang dilakukan lebih dari kelas satu? Seperti aktivitas klub atau semacam ujian,"

"Jangan khawatir, jika ada perubahan jadwal seperti itu, aku akan memberitahumu. Kita tim dan partner sekarang. Meskipun kau bertanya begitu, bukankah kau juga akan sibuk dengan tulisanmu dan aktivitas lain di sekolah?"

"Aku tidak berniat melakukan apapun selain menulis. Baiklah, kapan waktu senggangmu dalam seminggu?"

Dengan mata berbinar, dia menanyakan waktu kosong di hari produktif-ku. Dari matanya dia sangat berharap kalau aku tidak akan memberi jawaban yang mengecewakan, itu juga mata yang belum bisa kulihat dari seorang Amakusa Chisaki.

Kalau dibilang senggang atau kosong, itu mustahil mendapatkannya. Namun, sekarang akan berbeda. Aku sudah memiliki partner pekerjaan, jadi yang perlu kupikirkan adalah menyusun ulang jadwal sekolahku dan harus menyisakan waktu untuk mengerjakan proyek bersama Amakusa-san.

"Hari Kamis, tidak banyak yang bisa kulakukan di hari itu."

"Kamis.....? Ohhh, baiklah. Pastinya keinginanku akan terkabul oleh itu, kan?"

"Keinginan atau pekerjaan?"

"Sekaligus! Hari Kamis jemput aku di stasiun dekat sekolahku, itu keinginanku."

"Apa?"

"....fufu....tentu saja aku juga akan bekerja keras setelah dijemput oleh Tsugumi-san, ini akan jadi kerjasama tim yang hebat!"

Rambutnya berkibar karena tubuhnya agak diputar untuk membiarkan kesenangan menyelimuti tubuhnya. Ada perasaan lega yang terlukis di ekspresi wajahnya, disini aku hanya bisa mengembuskan nafas pelan.

Permintaan dari seorang partner yang merepotkan, tidak, aku selalu memikirkan konsekuensi yang kudapat jika melakukan kerja sama.

Ini sebenarnya tidak terlalu buruk, yang buruk adalah jarak jauh itu...

Karena perjalanan kami telah habis dengan mengobrol, aku hampir tidak sadar kami telah sampai di stasiun. Tidak sempat menikmati langit senja yang indah, Amakusa-san berbalik padaku untuk pamit.

"Terima kasih sudah mengantarku, Tsugumi-san. Senang bertemu denganmu, kita akan bertemu lagi minggu depan di hari Kamis. Itu mungkin akan menjadi penantian yang lama, tapi tidak masalah, penantian itu akan terbayarkan bukan?"

"Fufufufu..."

"Kenapa? Kau tertawa..."

Sekarang aku sangat tahu mengapa aku tertawa kepadanya setelah ucapan perpisahan itu. Pemikiran yang logis menggambarkan dirinya.

"...tidak, aku hanya baru menyadari dengan jelas kalau kau adalah seorang penulis. Aku menertawai diriku sendiri karena baru saja menyadarinya, lebih tepatnya aku terlambat menyadari itu, ahahaha....."

Kata-katanya dalam berpamitan padaku itu diselip sedikit oleh kalimat bijak, itulah mengapa aku baru sadar kalau menyadari dia adalah seorang penulis. Mungkin saja dalam novel yang ditulisnya itu mencerminkan diri dan sifatnya.

Amakusa-san tersenyum tipis dan mengangguk sekali, kemudian dia melambaikan tangannya untuk menuju kereta. Aku membalas lambaiannya juga sambil melihatnya menghilang dari mataku sepenuhnya.

*********

"Aku pulang,"

"Hatori? Selamat datang....hari ini lebih terlambat dari biasanya, apa ada yang terjadi?"

Sambutan dari ibu sambil meletakkan sapu yang baru saja dipakainya, ibu bertanya padaku kenapa aku pulang terlambat.

Memang tidak seperti biasanya aku pulang lebih terlambat dari ini, sudah pukul setengah tujuh.

Aku tersenyum dan menjawabnya setelah aku menghampiri ibu.

"Amasawa-san membuat proyek baru untukku, pekerjaanku menjadi lebih mudah karena proyek itu nantinya. Tapi mau bagaimanapun juga, pekerjaan adalah pekerjaan, sesulit apapun aku harus melakukannya."

"Syukurlah.....aku mungkin terlalu mengkhawatirkanmu, Hatori. Sebagai pengingat saja, masa SMA tidak selalu lancar sesuai rencana, kau harus memperhatikan dirimu sendiri juga,"

"Aku mengerti. Tidak perlu khawatir, aku selalu memperhatikan dalam menempatkan diriku dengan baik, terima kasih, bu."

Setelah ibu meninggalkan aku di tempat tadi, aku juga pergi ke kamarku untuk berbenah.

"Oh, *Aniki. Kau sudah pulang? Selamat datang, hari ini lebih larut kurasa."

t/n * : Aniki = Salah satu cara memanggil kakak laki-laki

"Kau bukannya juga baru datang, Hitomi?"

Hitomi, adik laki-lakiku tiba-tiba keluar dari kamarnya dan menemukanku baru tiba di rumah. Dia sepertinya baru saja mandi, aroma sabun masih tercium dari tubuhnya yang agak basah.

Maksudnya mungkin untuk mencidukku, tapi aku mengatakan hal yang sebaliknya. Entah apa itu benar atau tidak, aku hanya asal mengatakan itu padanya.

"Masih satu minggu pertama, tahun ketiga tidak mudah, Aniki. Hari ini terlalu banyak yang terjadi sehingga aku menjadi terlambat pulang,"

Puk! Aku memukul pelan kepala adikku ini, dia sedikit agak pendek dariku untuk saat ini.

"Ughh...apa yang kau lakukan?"

"Terima kasih sudah bekerja keras, Hitomi."

"Kau terlalu baik, Aniki. Jagalah dirimu juga, pekerjaan itu penting tapi untuk sekarang lebih pentingkan sekolahmu dulu..."

"Akan kuingat itu..."

Aku segera memasuki kamarku melepaskan adikku untuk pergi, menutup pintu perlahan dan meletakkan tas sekolah di atas kursi belajar.

Merebahkan tubuhku di atas kasur, aku melihat ke arah langit-langit kamarku. Memikirkan apa yang dikatakan ibu dan Hitomi tadi tentangku.

๐˜”๐˜ฆ๐˜ณ๐˜ฆ๐˜ฌ๐˜ข ๐˜ฎ๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜จ๐˜ฌ๐˜ฉ๐˜ข๐˜ธ๐˜ข๐˜ต๐˜ช๐˜ณ๐˜ฌ๐˜ข๐˜ฏ๐˜ฌ๐˜ถ, ๐˜บ๐˜ข...

๐˜ˆ๐˜ฌ๐˜ถ ๐˜ต๐˜ช๐˜ฅ๐˜ข๐˜ฌ ๐˜ฑ๐˜ฆ๐˜ณ๐˜ฏ๐˜ข๐˜ฉ ๐˜ฃ๐˜ฆ๐˜ณ๐˜ฑ๐˜ช๐˜ฌ๐˜ช๐˜ณ ๐˜ฌ๐˜ข๐˜ญ๐˜ข๐˜ถ ๐˜ข๐˜ฌ๐˜ถ ๐˜ช๐˜ฏ๐˜ช ๐˜ด๐˜ฆ๐˜ฐ๐˜ณ๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ ๐˜บ๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ ๐˜ต๐˜ฆ๐˜ณ๐˜ญ๐˜ข๐˜ญ๐˜ถ ๐˜ฃ๐˜ข๐˜ช๐˜ฌ, ๐˜ข๐˜ฌ๐˜ถ ๐˜ฉ๐˜ข๐˜ฏ๐˜บ๐˜ข ๐˜ช๐˜ฏ๐˜จ๐˜ช๐˜ฏ ๐˜ฎ๐˜ฆ๐˜ฎ๐˜ฃ๐˜ข๐˜ฏ๐˜ต๐˜ถ ๐˜ฅ๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜จ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ฌ๐˜ฆ๐˜ฎ๐˜ข๐˜ฎ๐˜ฑ๐˜ถ๐˜ข๐˜ฏ๐˜ฌ๐˜ถ ๐˜ด๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜ฅ๐˜ช๐˜ณ๐˜ช. ๐˜›๐˜ช๐˜ฅ๐˜ข๐˜ฌ ๐˜ข๐˜ฅ๐˜ข ๐˜ด๐˜ข๐˜ญ๐˜ข๐˜ฉ๐˜ฏ๐˜บ๐˜ข ๐˜ฎ๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜ฅ๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜จ๐˜ข๐˜ณ๐˜ฌ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ด๐˜ข๐˜ณ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ฐ๐˜ณ๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ ๐˜ญ๐˜ข๐˜ช๐˜ฏ ๐˜บ๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ ๐˜ฎ๐˜ฆ๐˜ฎ๐˜ฑ๐˜ฆ๐˜ณ๐˜ฉ๐˜ข๐˜ต๐˜ช๐˜ฌ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ซ๐˜ถ๐˜จ๐˜ข...

Beep...

Ponsel yang ada di dalam sakuku bergetar, aku meraihnya dengan tanganku masih dalam kondisi merentangkan tubuhku di kasur.

Mengoperasikannya untuk membuka ponsel, aku melihat ada notifikasi pesan yang tertulis *๐˜ด๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜ฅ๐˜ฆ๐˜ณ, Amasawa-san.

t/n * : sender = nama pengirim

Beberapa angka berjajar saat aku membuka pesan itu, lalu di bawahnya memberikan informasi bahwa itu adalah nomer ponsel dari partner kerjaku, Amakusa-san.

Membalasnya singkat dengan terima kasih dan beberapa kalimat yang harus kukatakan, aku segera mengirimnya agar dia tidak terlalu menunggu lama untuk balasanku.

Kemudian, aku memperhatikan lagi angka-angka yang berjajar rapi di atas pesan Amasawa-san.

Dalam hatiku aku merasa harus menyimpannya untuk kebutuhan, tapi aku belum pernah menyimpan satupun nomor seorang gadis selama ini, jujur saja ada gengsi tersendiri dalam diriku. Apalagi ini pertama kalinya aku akan menyimpan nomor seorang gadis bahkan dia bukan gadis yang sudah lama kukenal, dia baru saja bertemu denganku hari ini dari tempat yang jauh pula.

Di dalam ponselku hanya ada nomor-nomor orang yang terlibat denganku dalam pekerjaan, keluarga, dan beberapa temanku dan itu semuanya adalah laki-laki.

Jadi, apakah akan kusimpan atau tidak?

Jawabannya adalah.....

Lupakan dulu, biarkan aku menyegarkan diriku dengan mandi sekarang. Pikiranku harus jernih untuk memutuskan ini.

Permulaan proyek ini sudah membuatku berpikir keras rupanya.

*******

Menutup buku sketsa yang berada di atas meja belajar, aku baru saja menyelesaikan sebuah gambar pesanan seorang klien, dia memintaku untuk memberikan jasa menggambar untuk dijadikan ilustrasi di posternya.

"Besok, aku harus menemuinya dulu untuk menetapkan gambar ini sebelum mencetaknya."

Dari tadi setelah mandi, aku sama sekali belum membuka ponselku dan mulai berkutat bersama alat tulis dan buku sketsa. Sebenarnya itu untuk melupakan tentang nomor telepon Amakusa-san, tapi ternyata setelah menggambar aku masih memikirkannya.

Aku menggaruk pelan rambut di kepalaku, hal ini ternyata lebih sulit untuk orang sepertiku.

"Baiklah....aku menyerah, aku akan memikirkannya lagi sekarang dan tidak akan melarikan diri lagi."

Meraih ponselku setelah memasukkan buku sketsa ke dalam tas, aku mulai mengotak-atik pesan Amasawa-san. Tinggal menekan angka yang berderet itu, sebenarnya aku tinggal memasukkan nama orang yang memiliki nomor tersebut. Itu langkah praktis untuk menyimpan kontak melalui ponsel pintar.

Jari-jariku tertahan lagi saat akan menekan deretan angka itu, diriku belum siap menekan angkanya. Menyedihkan!

๐˜ˆ๐˜ฑ๐˜ข ๐˜ช๐˜ฏ๐˜ช ๐˜ซ๐˜ถ๐˜จ๐˜ข ๐˜ต๐˜ฆ๐˜ณ๐˜ฎ๐˜ข๐˜ด๐˜ถ๐˜ฌ ๐˜ฎ๐˜ข๐˜ด๐˜ข ๐˜ฎ๐˜ถ๐˜ฅ๐˜ข ๐˜บ๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ ๐˜ฎ๐˜ฆ๐˜ณ๐˜ฆ๐˜ฌ๐˜ข ๐˜ฃ๐˜ช๐˜ค๐˜ข๐˜ณ๐˜ข๐˜ฌ๐˜ข๐˜ฏ? ๐˜”๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜จ๐˜ข๐˜ฑ๐˜ข ๐˜ฎ๐˜ฆ๐˜ณ๐˜ฆ๐˜ฌ๐˜ข ๐˜ฎ๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜จ๐˜ข๐˜ต๐˜ข๐˜ฌ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ฌ๐˜ข๐˜ญ๐˜ข๐˜ถ ๐˜ช๐˜ฏ๐˜ช ๐˜ฎ๐˜ถ๐˜ฅ๐˜ข๐˜ฉ ๐˜ต๐˜ข๐˜ฑ๐˜ช ๐˜ฌ๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜บ๐˜ข๐˜ต๐˜ข๐˜ข๐˜ฏ๐˜ฏ๐˜บ๐˜ข ๐˜ข๐˜ฅ๐˜ข๐˜ญ๐˜ข๐˜ฉ ๐˜ด๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ๐˜ข๐˜ต ๐˜ด๐˜ถ๐˜ญ๐˜ช๐˜ต! ๐˜ˆ๐˜ฌ๐˜ถ ๐˜ฎ๐˜ฆ๐˜ฎ๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ ๐˜ฎ๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜บ๐˜ฆ๐˜ฅ๐˜ช๐˜ฉ๐˜ฌ๐˜ข๐˜ฏ.

Ini mungkin juga yang dibicarakan ibu tadi, masa muda tidak selalu lancar dan faktanya benar. Sama sekali bukan keahlianku untuk mengurus masa mudaku dengan baik, karena ini juga adikku mengkhawatirkanku.

Sudah, sudah, cukup. Aku akan menekannya dan segera menyimpan nomor itu. Hanya menyimpannya tidak akan menyakiti siapapun, kan?

Satu.....

Dua...

Tiga...

Beep.... Beep...

"Eh...? Amasawa-san lagi? Kenapa lagi sekarang?"

Aku malah membuka notifikasi pesan itu, isinya :

๐˜”๐˜ข๐˜ข๐˜ง, ๐˜›๐˜ด๐˜ถ๐˜จ๐˜ถ๐˜ฎ๐˜ช-๐˜ด๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜ด๐˜ฆ๐˜ช. ๐˜•๐˜ฐ๐˜ฎ๐˜ฐ๐˜ณ ๐˜ˆ๐˜ฎ๐˜ข๐˜ฌ๐˜ถ๐˜ด๐˜ข ๐˜บ๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ ๐˜ช๐˜ต๐˜ถ ๐˜ด๐˜ข๐˜ญ๐˜ข๐˜ฉ ๐˜ฅ๐˜ถ๐˜ข ๐˜ฅ๐˜ช๐˜จ๐˜ช๐˜ต ๐˜ฃ๐˜ฆ๐˜ญ๐˜ข๐˜ฌ๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ๐˜ฏ๐˜บ๐˜ข, ๐˜ข๐˜ฌ๐˜ถ ๐˜ฎ๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜จ๐˜ช๐˜ณ๐˜ช๐˜ฎ๐˜ฌ๐˜ข๐˜ฏ๐˜ฎ๐˜ถ ๐˜ฏ๐˜ฐ๐˜ฎ๐˜ฐ๐˜ณ ๐˜บ๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ ๐˜ด๐˜ถ๐˜ฅ๐˜ข๐˜ฉ ๐˜ฃ๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜ข๐˜ณ.

Yahh...sekarang aku mengerti kenapa mengulur waktu itu memiliki manfaat, kenyataan tidak selalu sesuai ekspetasi. Sekarang aku harus menyiapkan mentalku lagi dari awal....!