WebNovelPepero8.51%

Menjadi Sopir

Terbangun karena kejutan orang adalah sesuatu yang tidak disukai oleh Lena. Iya, karena terkadang jantungnya tidak bisa menerima keterkejutan itu. Bisa bekerja dua sampai tiga kali lipatnya, karena mendengar suara ketukan pintu yang cukup keras.

Merasa kantuknya sudah terlanjur hilang, akhirnya Lena bangkit dari kasurnya dan berniat untuk membukakan pintu. Dengan tangan kiri yang menyentuh kepalanya lantaran pusing, Lena membuka pintu itu dengan tangan satunya. Rupanya sang tante sudah berdiri didepan pintunya dengan wajah disertai dengan senyum menawan. Tidak biasanya tantenya seperti ini.

"Ada apa, tante? Jam kerja Lena masih nanti siang," ucap gadis itu dengan kedua mata yang masih terbuka setengah.

Kipas berwarna merah ditangan kanan tantenya itu bergerak tidak aturan. Lena melihat penampilan tantenya itu sudah rapi seperti biasanya. Tidak ada yang berbeda disetiap harinya. Jangan lupakan gulungan rambut dibelakang kepalanya. Semakin terlihat layaknya ibu kos dalam drama.

"Tidak, bukan itu," tantenya melihat ke arah kanannya, dimana letak pintu utama berada. Pun karena penasaran, Lena juga ikut menoleh, namun dia tak mendapatkan apapun disana. "Laki-laki yang menemuimu kemarin, datang kembali," sambungnya.

Karena terkejut, Lena langsung bergerak keluar. Memandang kanan dan kiri di sekitar rumah kos-nya, namun dia tak mendapatkan presensi laki-laki itu disini. Tak lama, tantenya pun datang dengan memukul pundak kanan Lena menggunakan kipas yang dia bawa, hingga gadis itu mengaduh kesakitan.

"Aku tidak berkata dia datang ke sini. Mereka menunggu di minimarket," ucap tantenya dengan suara ketus.

Pun adik dari ibunya ini menyuruhnya untuk mandi dan temui laki-laki yang dimaksud. Titahan itu segera dilakukan oleh Lena, karenua jika dia melanggarnya pasti akan semakin mendapat omelan dari tantenya.

-

-

-

Daripada bolak-balik, Lena langsung bersiap dan mengambil semua perlengkapan yang akan dia pakai saat kuliah nanti. Sebelum keluar kamar, gadis itu berdiri didepan cermin guna memastikan semua penampilannya tidak ada yang berantakan. Dirasa sudah rapi, akhirnya Lena bergerak keluar kamar.

Baru saja membuka pintu, dia sudah dihadapi dengan presensi lain yang sedang berdiri didepan pintu kamarnya. Hampir saja Lena akan berteriak, lantaran terkejut dengan keberadaan Mina yang tersenyum. Dirinya hanya membalas senyuman Mina sebelum berjalan keluar kos. Beruntung, Mina tidak menahannya.

Lena sedikit berlari dan memastikan jika tubuhnya tidak berkeringat banyak dan mengeluarkan bau tak sedap. Setidaknya, jika sudah memiliki hutang banyak, jangan membuat diri semakin dipermalukan. Begitulah prinsip yang diterapkan pada Lena.

Jarak kos dengan minimarket pun juga tidak terlalu jauh, tapi tetap saja Lena tidak bisa bergerak lambat untuk sampai ke tempat bekerjanya. Dia bukan berurusan dengan tantenya, melainkan dua laki-laki itu.

Sekitar delapan menit lamanya, akhirnya Lena sudah melihat minimarketnya. Benar, memang laki-laki itu sedang berada di sana. Berdiri bersandar pada pintu mobilnya sembari melihat layar gawainya. Lena sempat terdiam beberapa detik untuk menghela nafas panjang, mempersiapkan diri menghadapi penagih hutang ini—itu sebutan baru untuk laki-laki itu.

Kini Lena sudah berdiri dihadapan laki-laki yang sepertinya adalah laki-laki pertama yang dia tabrak. Lena tidak terlalu ingat wajahnya. Beberapa detik dia berdiri, sama sekali tidak ada suara apapun dari laki-laki itu, padahal gadis itu sangat yakin jika dia pasti menyadari kedatangan Lena disini. Dalam batin pun, dirinya menghitung. Sampai hitungan kelima tidak ada respon apapun, maka Lena akan pergi ke kampusnya.

Sudah hitungan ketiga, laki-laki itu sama sekali tidak memberikan respon apapun. Disini Lena sudah merasa senang, lantaran tinggal dua hitungan lagi dia akan bisa pergi meninggalkannya. Dan tepat pada hitungan kelima, Lena menaikkan bahunya acak, dia berbalik arah untuk pergi ke kampus. Sayangnya, tas yang berada disisi kirinya ditarik begitu saja.

"Kau harus mulai menyicilnya hari ini," kata laki-laki itu.

Sebagai laki-laki itu jika melihat ada seorang gadis yang akan terjatuh, dia pasti akan menangkapnya. Tapi, saat ini tidak terjadi pada Lena, justru dia tersungkur dan membuat telapak tangannya sedikit lecet mengenai paving. Lantas Lena bangkit menepuk-nepuk pahanya untuk membersihkan kotoran yang mengotori celananya.

"Kasar sekali, sih!" kesal Lena yang juga membersihkan telapak tangannya.

"Kau harus menyicil hutangmu hari ini," ucap ulang laki-laki bernama Jay itu.

"Tapi aku belum gajian,"

Jay malah menaikkan kedua bahunya. Dia sama sekali tidak mengindahkan apa yang diucapkan oleh Lena. Jujur saja, Lena itu sedang menahan emosinya, namun dia harus tetap bisa menahannya. Jangan sampai hutangnya malah bertambah. Kedua telapak tangannya pun juga sudah terkepal dikedua sisi tubuhnya, mengabaikan rasa sakit karena lecet tadi.

Akhirnya, Lena membuka tasnya dan mengambil dompet untuk menunjukkan isi dompetnya pada laki-laki angkuh itu. Bahkan, dia sama sekali tidak malu ketika dompetnya hanya memiliki satu lembar uang berwarna biru.

"Kau bercanda?" tatapan Jay pada Lena semakin tajam. "Dibandingkan dengan paket data internetku, masih mahal paket data internetku," ucapnya semakin menyombongkan diri.

"Kau sendiri yang memintaku untuk menyicilnya hari ini. Dan hanya ini yang aku punya," timpal Lena.

Jay menatap Lena sesaat, dia tidak sengaja melihat kartu mahasiswi yang ada pada dompet gadis itu. Tentu saja Jay melihat nama kampus gadis itu, Lena memiliki kampus yang sama dengan Steve. Dan Jay juga tahu jika Lena juga memiliki hutang dengan Steve, dia rasa akan mudah mengawasi Lena melalui Steve. Seketika terlintas ide dikepalanya.

"Kau bisa menyetir mobil?" tanya Jay tiba-tiba.

Gadis itu tertegun mendengar pertanyaan dadakan dari Jay. Dia mengerjap beberapa kali sebelum menganggukkan kepalanya. Detik berikutnya, Jay berjalan dan melempar kunci mobilnya pada Lena. Dengan segera dia menangkap kunci mobil itu.

"Antarkan Steve ke kampusnya karena kau tidak bisa menyicil hutangmu hari ini," perintah Jay.

Lena melihat Jay memasuki mobil bagian belakang, sedangkan dirinya sempat bingung untuk beberapa waktu. Setelah membuang nafasnya, akhirnya Lena berjalan pada kursi kemudi. Betapa terkejutnya dia melihat ada laki-laki lain yang terduduk di kursi sebelah kemudi. Dia adalah laki-laki kedua yang dia tabrak kemarin.

"Sedang apa kau di sana?" tanya Lena yang terkejut.

"Jay memanggangku," jawabnya.

"Aku tidak mengunci pintunya, bodoh!"

Tak lama setelahnya, Lena memasuki mobil dan segera melajukan mobilnya dari minimarket tantenya ini. Selama perjalanan, Lena ini bingung karena dia tidak tahu siapa Steve, dan seperti apa rupanya. Melihat Jay sekilas, nampaknya laki-laki angkuh itu sudah seperti mayat, akhirnya Lena berniat untuk bertanya pada presensi sebelahnya.

"Aku minta maaf, tapi aku ingin bertanya dimana rumah Steve? Dia menyuruhku untuk mengantarkan Steve ke kampusnya," ucap Lena.

"Tapi, aku adalah Steve," balas Steve.

Lena kembali tertegun karena memang dia sama sekali tidak mengingat nama kedua laki-laki itu. "Jadi, dimana letak kampusmu?" tanya Lena langsung pada intinya.

"Kampus Mitra Permana," jawab Steve.

Dan detik itu juga, Lena menghentikan mobil itu secara mendadak. Membuat penumpang yang berada di belakang juga terguling jatuh dari jok.