Tumben sekali Lena tiba di kampus satu jam lebih cepat. Memang tidak seperti biasanya, namun dia bisa melakukannya berkat obat yang diberikan oleh Mina tadi malam. Sejujurnya tidak berniat untuk meminumnya, tidak tahu darimana dia seperti mendapat dorongan untuk meminum obat itu. Akhirnya, Lena bisa tidur nyenyak dan bangun lebih awal. Rasa lelahnya tidak seperti biasanya. Bahkan, tubuhnya terasa lebih segar.
Berjalan memasuki kampus bersamaan dengan menghirup udara pagi, rasanya begitu mendamaikan paginya ini. Senyumnya saja sudah terlihat saat memasuki lingkungan kampus. Karena masih tersisa banyak waktu, Lena memutuskan untuk mencari tempat yang tenang untuk membaca bukunya. Tidak ada hal lain yang lebih menarik, daripada membaca buku di tempat yang tenang dan mendapatkan sumber udara yang terbaik. Iya, berada didalam perpustakaan dan mencari tempat duduk yang dekat dengan pendingin ruangan.
Ternyata perpustakaan ada beberapa mahasiswa dan mahasiswi yang juga berada di sini. Mungkin, mereka sedang mengerjakan tugas mereka. Ah, tapi Lena tidak ada urusannya dengan mereka, yang terpenting adalah dirinya dan juga bukunya. Tak lupa juga, salah satu telinganya yang akan dia tutup dengan musik kesukaan.
Lena sudah mulai membuka halaman terakhir yang dia baca, dan saat ini dia sudah melanjutkan bacaannya. Keadaan saat ini sangat tenang dan nyaman untuk Lena. Tidak ada yang mengganggunya. Kedua bola matanya benar-benar tidak bisa terlepas dari setiap kata yang terdapat pada buku itu. Sepertinya, buku itu jauh lebih menarik daripada seseorang yang tengah duduk disebelahnya. Tangan kanannya ia gunakan sebagai penyangga kepala, menatap Lena dari sisi kanan gadis itu.
"Len," panggilnya.
Dia tersenyum miring, lantaran Lena sama sekali tidak mendengar panggilannya. Doni menghela nafas sebelum kembali memanggilnya. "Lena," panggilnya lagi. Padahal, Lena itu hanya menutup salah satu telinganya, dan bisa-bisanya tidak mendengar saat Doni panggil. Dan akhirnya, Doni memilih untuk memegang pundak Lena untuk menyadarkan temannya, jika ada dirinya berada disebelahnya.
Lena mematikan lagu dari ponselnya setelah terkejut melihat Doni. Tangan kirinya secara otomatis menahan bukunya agar tidak tertutup—karena belum diberikan pembatas pada halaman itu.
"Kau ini mengagetkan saja," kata Lena.
"Mana ada aku mengagetkan," jeda Doni, dia membenarkan posisi duduknya menjadi lebih nyaman. "Kau saja yang tidak mendengar saat aku panggil," sambungnya.
Selepas memberi pembatas pada bukunya, Lena menutup buku itu dan memutar tubuhnya sedikit menyamping, guna berbicara pada Doni. Tangan kirinya memegang pulpen dan diketuk-ketukan di atas meja, menunggu Doni menjelaskan tujuannya mendatangi Lena.
"Ada apa?"
Doni masih memandang kedua netra Lena beberapa saat, lantas ia berdecak dan menggelengkan kepalanya seraya menjawab pertanyaan Lena. "Tidak ada apa-apa," jedanya dan menarik buku milik Lena. "Temanku melihatmu ke sini, lalu dia memberitahuku," sambungnya tanpa melihat ke arah Lena dan lebih terfokus pada buku.
"Lalu, untuk apa kau menemuiku, jika tidak memiliki kepentingan?" tanyanya.
"I-itu," Doni mendadak gugup dan kehabisan kalimatnya. Bola matanya bergerak acak saat Lena semakin dalam menatapnya. Untuk menelan ludahnya sendiri saja dia kesulitan.
Lena memutar bola matanya jengah. Dia berdiri dan mengambil buku dari tangan Doni. Percuma jika ia lanjutkan membaca, kelasnya akan dimulai sebentar lagi. Jadi, dia memilih untuk pergi ke kelasnya saja. Lagipula, rasa ingin membacanya sudah terlanjur hilang. Tangan kirinya digunakan untuk menepuk bahu Doni sebelum meninggalkan temannya sendirian.
-
-
-
Lena duduk di dalam kelas sembari bermain ponselnya. Semakin lama, kelasnya juga terisi penuh dengan teman-teman satu kelasnya. Begitu juga dengan Doni yang sudah duduk di sebelahnya. Lena tidak terlalu memperhatikan apa yang dilakukan oleh temannya itu. Sekilas ia melirik, Doni sedang bermain dengan kertas origami. Gadis itu hanya menaikkan bahunya, mengabaikan Doni.
Lepas hampir lima menit, dia terkejut saat ada dua burung kertas yang mendarat di atas mejanya. Warna merah dan biru. Nampak Doni mendekatkan bangkunya disebelahnya dan memberitahu tujuannya memberikan ini pada Lena.
"Origami burung ini dianggap sebagai simbol harapan, cita-cita, dan semangat. Aku harap, mereka berdua bisa menemanimu," ucapnya.
Wah, Lena sama sekali tidak tahu harus bereaksi seperti apa untuk saat ini. Melihat dua burung kertas di atas mejanya dan juga penjelasan yang dikatakan oleh Doni, membuat Lena sedikit tersentuh. Dia mengambilnya dan menatap setiap bagiannya. Diam-diam Lena mengulas senyuman tipis saat melihat hasil lipatan tangan Doni.
Diangkatnya salah satu origami burung itu dan ia berikan pada Doni. "Ambilah satu. Kau juga membutuhkannya," katanya sembari meletakkan origami burung itu di atas meja temannya.
Keduanya terdiam melihat masing-masing origami yang mereka miliki. Namun beberapa menit berlalu, mendadak Doni berdeham hingga membuat Lena seketika menoleh ke arahnya. Suhu ruangan di sana tiba-tiba berubah lebih panas dari sebelum hening menimpa mereka berdua.
"Sepertinya, masih ada yang ingin kau bicarakan padaku," lontar Lena pada Doni.
"Sebenarnya, aku hanya ingin bertanya," Doni menjeda kalimatnya dan bersiap menanyakan satu hal pada Lena. "Kemarin kau pulang bersama siapa?" tanyanya.
Sejenak Lena terdiam sembari mengingat hari kemarin. Pun saat setelah ingat, Lena baru menyadari jika Doni mungkin tidak mengenali Steve. "Temanku," jawabnya.
"Tapi, temanmu hanya aku,"
Gadis itu mengangguk beberapa kali dengan pipi yang menggembung. "Kami baru bertemu sekitar satu atau dua minggu lalu,"
Mendengar jawaban Lena, sedikit ada rasa menyakitkan dalam hati Doni. Selama ini, Lena tidak pernah kenal dengan orang lain. Bahkan, untuk dekat saja Lena menolaknya. Entah kenapa saat ini Lena sudah bisa membuka dirinya pada orang lain. Baiklah, jika itu perempuan, Doni juga tidak akan menanyainya. Namun, yang kemarin ia lihat menggunakan kepala matanya adalah Lena bersama seorang laki-laki. Katakan jika Doni memang cemburu saat melihat Lena bersama laki-laki lain.
"Tapi, kenapa saat aku akan mengantarkanmu kemarin, kau menolaknya? Dan lebih memilih bersama dia yang baru kau temui,"
Lena memajukan bibirnya dan dahinya yang berkerut, kedua matanya menyipit menatap Doni. "Apa sekarang kau sedang cemburu?"
Cepat-cepat Doni mengalihkan pandangannya dan tertawa kecil disertai dengusan. "Jangan asal bicara. Aku hanya bertanya sebagai temanmu," sanggahnya.
Disebelahnya, Lena tertawa karena raut wajah yang dibuat oleh Doni. "Kau ini berlebihan sekali, padahal aku hanya sedang bercanda," katanya, dia menyeka air mata yang keluar saat dirinya tertawa tadi. "Baiklah, akan aku beritahu. Kemarin aku memiliki urusan dengan dia. Karena itu, aku pergi bersamanya," jelas Lena.
"Urusan apa?" tanya Doni.
"Nanti saja, jika urusanku sudah selesai akan aku ceritakan. Aku tidak ingin kau membantuku,"
Tepat setelah Lena menyelesaikan kalimatnya, dosen yang akan mengisi kelasnya juga sudah sampai. Doni hanya bisa mengalah dan tenggelam dalam rasa penasarannya.