Sangat jarang sekali pikiran Lena seringan ini dipagi hari. Hatinya sendiri juga terasa senang saat akan berangkat menuju kampusnya. Entah, Lena tidak yakin jika ini ada hubungannya dengan semalam. Dia menaikkan bahunya sejenak dan terus berjalan menuju halte bus. Sembari menunggu datangnya bus, Lena memilih untuk bermain ponsel. Karena tidak melihat sekitarnya, tanpa ia sadari ternyata seorang wanita sudah duduk tepat disebelah kanannya. Rupanya dia adalah Mina.
Lena segera menyudahi bermain ponselnya, dia menoleh ke arah Mina yang tersenyum ramah padanya. Pun dirinya juga membalas senyuman yang diberikan oleh Mina. Ini pertama kalinya dia dan Mina berangkat bersama. Lena pikir, Mina yang terlahir dari keluarga kaya, akan berangkat menggunakan kendaraan pribadi. Tapi ternyata, dia juga bisa menggunakan kendaraan umum. Seharusnya memang tidak perlu heran, namun Lena jadi memikirkannya akhir-akhir ini, terlebih karena sikap baik Mina padanya.
"Kau berangkat jam ini?" tanya Lena.
"Iya," jawab Mina.
Tak ada percakapan lagi diantara mereka berdua, keduanya sama-sama tengah menunggu kedatangan bus. Hening beberapa menit, tiba-tiba Mina menyentuh lengan atas milik Lena dan memanggil nama gadis itu. Yang dipanggil namanya pun langsung menoleh disertai dengan dehaman singkat.
"Aku ingin bertanya," kata Mina.
"Apa aku terlihat seperti internet bagimu?"
Mina menyatukan rahang atas dan bawahnya, dia terkekeh setelah mendengar kalimat itu dari bibir Lena. Anggukan kecil akhirnya menjadi jawaban atas pertanyaan Lena, membuat Lena kehabisan kata-kata dan mendengus kecil didepan Mina.
"Baiklah, tanyakan saja apa yang ingin kau tanyakan," kata Lena.
Kedua tangannya bergerak untuk menyelipkan rambutnya kebelakang telinga. Lagi-lagi tersenyum hingga membuat pipinya semakin bulat. "Kau memiliki seorang kekasih?"
Detik itu juga Lena langsung ternganga. Dia menggaruk telinganya yang mendadak gatal sebelum menyanggah pertanyaan Mina itu. "Pacar darimana? Sejak kapan aku menjalin hubungan? Lagipula, aku juga tidak pernah bertemu banyak laki-laki,"
"Lalu, siapa laki-laki yang pernah ditemui tantemu? Dia menggunakan mobil berwarna hitam. Mereka sempat menyebut namamu,"
Dia mencoba menelaah ucapan Mina, mengingat laki-laki yang memiliki mobil berwarna hitam hanyalah Jay. Iya, nama laki-laki itu yang pertama muncul di kepala Lena. Tidak tahu benar atau bukan, intinya hanya Jay yang menggunakan mobil hitam dan membicarakan dirinya.
"Apa wajah laki-laki itu terlihat garang?" tanya Lena guna memastikannya.
Mina menggeleng saat akan menjawab pertanyaan Lena. "Bagiku dia terlihat tampan,"
Ah, Lena salah bertanya. Jika dari fitur wajah, sudah pasti semua orang akan memujinya. Tapi yang pasti, laki-laki yang dimaksud oleh Mina itu benar Jay.
"Tidak, dia bukan kekasihku. Aku tidak terlalu kenal dengannya," timpal Lena.
Tak lama setelahnya, bus yang akan mereka tumpangi itu tiba. Kedua langsung memasukinya dan duduk bersebelahan. Ya, mereka akan seperti ini hingga sampai kampus nanti. Lena kira, percakapan mereka berdua sudah berakhir di halte tadi, ternyata perkiraannya salah. Mina masih bertanya tentang Jay. Ternyata harinya penuh dengan pertanyaan mengenai laki-laki itu. Sebenarnya cukup aneh karena Lena saja tak kenal dekat dengan laki-laki yang mereka tanyakan itu.
"Bagaimana kau bisa bertemu dengan laki-laki setampan dia?" tanya Mina.
Lena mendengar apa yang ditanyakan oleh Mina, pun dia sedang berpikir sebelum menjawabnya. Dia sengaja melakukan itu, karena teringat dengan kalimat tantenya tadi malam, jika Rana akan didekatkan dengan salah satu dari dua laki-laki itu. Lena sendiri juga belum tahu, laki-laki mana yang Rana inginkan.
"Tidak sengaja menabraknya, dan dia meminta ganti rugi padaku karena sudah merusak barangnya," jawabnya.
"Barang apa?"
"Sudahlah, kau ini banyak bertanya," cegah Lena agar Mina tidak melangkah lebih jauh untuk bertanya.
-
-
-
Akhirnya mereka berdua sampai, Lena segera turun dan berpisah dengan Mina. Walaupun tidak melihat, dirinya mendengar suara melengking milik Mina yang melambaikan tangan pada Lena.
Gadis itu berjalan dengan santai dengan senyumannya. Ini belum memasuki gedung, Lena masih berjalan di luar area kampus. Saat memasuki pintu masuk, dari jarak beberapa meter dia sudah melihat seorang laki-laki. Langkahnya terbawa menuju ke sana. Tangan kanannya terangkat untuk memanggil laki-laki itu.
"Steve," panggilnya.
Tanpa ia ketahui, rupanya Lena melewati Doni begitu saja. Sebenarnya, tadi Doni juga hampir mengangkat tangannya, karena ia pikir Lena akan memanggilnya. Dan setelah nama orang lain yang terpanggil, Doni langsung menyembunyikan tangannya di belakang tubuh, sembari melihat langkah Lena menuju laki-laki bernama Steve itu. Baiklah, Doni hanya ingin memperhatikan dari jauh.
Saat ini, Lena sudah berdiri tepat dihadapan Steve. Dia memasang wajah seperti biasanya. "Aku mau bekerja di kafe temanmu itu," katanya tanpa basa-basi.
"Kau serius?" tanya Steve memastikan. "Tidak ada paksaan dari siapapun, 'kan?"
Satu anggukan cepat Lena berikan pada Steve, menandakan jika jawabannya ini murni dari dirinya sendiri. Lagipula, ini juga demi hutangnya terlunaskan.
Steve mengeluarkan ponsel dari saku celananya, dia segera menghubungi Jay untuk memberikan kabar ini. Sedangkan Lena masih menunggu Steve dan Jay yang berbicara dipanggilan itu. Selepas lima menit berbicara, Steve kembali berhadapan dengan Lena.
"Setelah pulang kuliah, kau datang saja ke kafenya," ucap Steve, dan dibalas dengan anggukan oleh Lena.
Karena sudah tidak ada kepentingan lagi, Steve lebih dulu meninggalkan Lena. Gadis itu masih berdiri di tempatnya, memperhatikan punggung Steve yang mulai menjauh. Baru akan meninggalkan tempatnya, Doni berhenti disebelah Lena, mau tidak mau Lena mengurungkan niatnya untuk pergi.
"Hai, Don," sapa Lena lebih dulu.
"Ada urusan apa dengannya?" tanya Doni yang melihat ke arah Steve.
Sekilas Lena ikut melirik Steve yang baru saja menghilang. "Bukan apa-apa. Ayo, ke kelas," ajaknya sembari menarik tangan Doni untuk pergi dari sana.
Tentu saja Doni tahu jika Lena itu berbohong. Memang sih, dia tidak mendengar jelas isi percakapan keduanya, namun Doni sangat yakin, jika Lena menyembunyikan sesuatu. Tapi ya sudah, Lena juga tetap tidak akan menjawabnya, meskipun Doni sudah memaksa. Dia perhatikan, wajah Lena itu tidak seperti biasanya. Ada raut wajah bahagia, walau tidak terlalu kentara.
"Selesai kelas nanti, ayo kita pergi sebentar," ajak Doni.
"Tidak bisa," Lena berdiri di depan kelasnya. "Aku ada urusan," katanya.
Mendadak tatapan Doni sedikit lebih dalam dari biasanya, ditambah laki-laki itu tidak menganggap apapun setelah Lena menolak ajakannya. Tentu saja Lena juga merasa sesuatu yang berbeda.
"Kenapa kau seperti menghindariku?" tanya Doni.
"Tidak, aku sama sekali tidak menghindarimu. Tapi, selesai kelas nanti, aku memang memiliki urusan," terang Lena.
"Dengan siapa? Laki-laki yang tadi kau temui itu? Sebegitu percayanya dirimu terhadap dia yang baru kau kenal? Aneh. Kau memang aneh, Lena," pungkas Doni dan langsung memilih untuk memasuki kelas terlebih dahulu.
"Ada apa dengan dia? Emosional sekali,"