WebNovelPepero57.45%

Yang Tidak Diketahui Sebelumnya

Suara angin yang bertiup kencang menerbangkan rambut lurus milik Lena. Poni yang berada di wajahnya semakin berantakan akibat tiupan angin. Gadis itu tak sendiri, dia masih bersama atasannya. Keduanya tengah duduk di kafe luar ruangan. Di atas meja mereka terdapat dua minuman yang berbeda, Americano dingin adalah milik Jay, dan satu sisi kotak adalah milik Lena. Pun pilihan gadis itu karena sebelumnya ia pikir akan meminum alkohol setelah menceritakan semuanya pada Lena.

Selagi menyeruput minumannya, Lena melirik ke arah atasannya yang melamun dengan tangan mengaduk Americano yang hanya diminum seperempat. Beberapa saat dirinya menatap Jay, namun laki-laki itu tak nampak berubah sejak tadi. Lantas, Lena berdeham guna menetralkan tenggorokannya sebelum mencoba bersuara.

"Pak," panggilnya dengan sopan layaknya mereka berada di tempat kerja. "Bapak tidak apa-apa?" tanyanya.

Jari yang tadi memegang sedotan minumannya langsung terlepas, menjauhi gelas dan berada di dalam saku celana. Jay menyandarkan tubuh sembari menghela nafas panjang. Kedua matanya terpejam, menikmati angin yang menerpa wajahnya. Belum ada niatan darinya untuk berbicara dan menimpali kalimat Lena. Hingga ia membuka mata dan langit cerah yang pertama kali tertangkap korneanya. Melihat awan yang bergerak perlahan, membuat beberapa kali terasa lebih sejuk karena matahari yang sempat tertutup awan.

Tidak tahu kenapa, jauh di dalam pikirannya, Jay hanya ingin merasakan hal seperti ini lagi bersama dengan kekasihnya yang hilang. Duduk berdua di kafe dan menatap langit cerah untuk waktu yang lama. Kendati sulit kemungkinannya, Jay masih memiliki secuil harapan untuk melakukannya lagi dengan sang pujaan.

Jay menyibak rambutnya ke belakang, menatap kosong ponsel miliknya. "Kau ingin pulang jam berapa?" tanya Jay mendadak.

Sedikit terlonjak dengan kalimat pertanyaan itu, mentang-mentang Lena baru saja selesai menghabiskan minumannya, atasannya itu langsung bertanya begitu. Namun, jika harus menjawab, Lena akan mengatakan beberapa menit lagi setelah ia kembali dari kamar mandi. Iya, beberapa menit sebelum minumannya habis, dirinya sudah merasakan ingin buang air kecil. Saking tidak tahannya, lututnya sampai terbentur meja, yang mana membuat posisi kotak susu itu tertidur. Lena abai, dan terus bergegas menuju kamar mandi.

Demi apapun, Jay yang melihat Lena seperti ini saja sampai menggeleng heran. Tangan kirinya bergerak untuk mendirikan posisi kotak susu Lena yang ternyata terdapat cipratan susu yang mengenai kunci mobilnya. Tadinya Jay agak kesal, tapi ketika melihat sesuatu di dalam kotak susu milik Lena, ia tertarik untuk mengambilnya. Ada gulungan kertas berukuran kecil, yang jika dipikir tidak mungkin berasal dari kotak susu ini. Ketika membuka gulungan itu, ia melihat tulisan tangan seseorang. Dugaannya mengarah pada Lena.

'Hidupmu tidak akan sempurna tanpa cobaan'

Laki-laki itu hanya tertawa kecil saat membaca satu kalimat pada gulungan kertas ini. Ia kembali menggulung dan memasukkannya ke dalam kotak susu kosong Lena. Dari jarak beberapa meter, Jay sudah melihat presensi Lena yang selesai dari kamar mandi, dirinya bangkit dan membawa tas selempang milik gadis itu. Jay langsung memberikan tas berwarna putih itu, agar keduanya juga tidak membuang waktu. Pun Lena juga bergegas memutar tubuh, membuntuti Jay yang berjalan lebih cepat di depannya.

Sampai di parkiran, Jay menyuruh Lena untuk masuk ke dalam mobil terlebih dahulu, karena ia ingin membelikan makanan untuk Steve. Di rumahnya tidak ada makanan, karena hanya Jay yang bisa memasak di rumah itu. Bahkan, Jay memberikan kunci mobilnya pada Lena.

"Nyalakan saja mobilnya jika kau kepanasan," ucap Jay bersamaan menutup pintu sisi kiri.

Di dalam mobil ini, Lena memilih untuk tidak menyalakan mesinnya. Itu sangat menyusahkannya, yang mana dia harus pindah ke sisi kanan untuk menyalakannya. Lebih baik ia membuka pintunya saja. Karena bosan, Lena mengamati interior mobil atasannya ini. Tangannya bergerak ke arah laci dashboard dan membukanya tanpa pikir panjang. Sempat terpaku sejemang, ketika melihat ada sebuah kotak berwarna biru safir dengan pita putih yang mengikatnya. Ia menoleh ke kafe itu untuk memastikan Jay belum keluar dari sana.

Tahu bukan haknya untuk membuka, Lena tetap tak peduli. Rasa penasarannya jauh lebih besar untuk melihat isinya. Kotak itu ia letakkan di atas pahanya, sekali lagi menoleh guna memastikan dalam keadaan aman, barulah ia membukanya. Sebuah dress berwarna biru pastel terlipat rapi di dalamnya. Lena membentangkan tepat di depan wajahnya, sontak membuat kedua maniknya melebar. Namun, ia tak bisa berlama-lama memandanginya, dengan segera ia melipat serapi mungkin dan kembali memasukkannya ke dalam kotak itu. Tepat sekali, Jay baru saja keluar dari kafe, Lena buru-buru menutup laci dashboard dan memastikan tidak ada yang mencurigakan.

Saat Jay masuk ke dalam mobil, ia meletakkan bungkusan makanan itu pada paha Lena. "Tolong pegang," ucapnya. Laki-laki itu baru menyadari jika mesin mobilnya masih dalam keadaan mati. "Kenapa tidak dinyalakan mesinnya?" tanya Jay.

"Tidak. Malas," jawabnya sangat singkat seraya mengembalikan kunci.

Tak lama setelahnya, keduanya meninggalkan tempat itu. Jay mengendalikan mobilnya menuju kost milik Lena. Sudah cukup ia bertanya beberapa hal pada gadis itu. Dan ternyata Lena dan Hana tidak banyak memiliki kemiripan sifat. Bahkan, bisa dibilang jika mereka hampir tidak memiliki kemiripan. Mungkin memang cara bertemunya saja yang sama, tapi tidak dengan sifat dan kebiasaan mereka.

Di dalam sana, keduanya sama-sama hening, tak ada satupun dari mereka yang terlihat akan mengawali pembicaraan. Apa mungkin karena Jay canggung setelah menceritakan sesuatu yang belum pernah ia ceritakan pada orang lain atau karena Lena yang merasa dirinya harus tetap diam, setelah melihat isi kotak biru itu, agar tidak menaruh curiga padanya.

"Apa alasanmu melakukannya?" tanya Jay tiba-tiba.

Kontan Lena mematung, ia khawatir jika Jay mengetahui tentang kotak biru yang ia buka tadi. Sedikitpun Lena tak berani menolehkan kepalanya pada atasannya. "M-maksud bapak apa ya? Melakukan apa?" tanya Lena.

Terdiam beberapa saat bersamaan Jay menghentikan mobilnya di bawah lampu merah. Tangan kanannya berada di atas roda setir dan tangan kirinya ia letakkan pada persneling. "Gulungan kertas yang dimasukkan ke dalam kotak susu," jawabnya.

Lena tertawa canggung, ia pikir Jay akan membahas tentang kotak biru itu. Pun gadis itu langsung menolehkan kepalanya sembilan puluh derajat ke arah Jay.

"Itu hanya kebiasaanku sejak kecil," salah satu tangannya menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Ibuku yang mengajarinya. Dia bilang, tulis saja keluhanmu pada kertas, dan dimasukkan ke dalam kotak susu yang sudah kosong. Lalu, buang," jelasnya.

"Kebiasaan yang aneh,"

Tepat setelah lampu berubah hijau, Jay menancapkan gasnya. Pandangannya sangat fokus pada jalanan raya hari ini. Setelah beberapa meter dari lampu tadi, laki-laki itu kembali mengeluarkan suaranya. Yang membuat Lena menoleh.

"Kau benar, hidup memang tak akan sempurna jika kau tak memiliki cobaan,"