WebNovelPepero63.83%

Gaji Pertama

Entah kenapa sejak pagi tadi Lena merasa hatinya ringan. Padahal, semenjak hidup sendiri, Lena tak pernah merasa setenang ini. Ah, sepertinya Lena mengingat bagaimana akhir-akhir ini ia sering mendapat makanan dari sang kakak. Ya, setidaknya dia sudah tidak merepotkan Mina untuk memberikannya makanan—walaupun Lena juga tidak memintanya. Meski kakaknya belum bisa sepenuhnya terbuka pada Lena, setidaknya ia bisa bertemu dengan kakaknya lagi setelah sekian lama tak pernah bertemu.

Siang ini, Lena tak akan membeli makan siang di kedai. Semalam kakaknya membawakan makanan, bahkan untuk bekal makan siangnya saat ini, Sena juga sudah dipersiapkan sejak semalam. Dia sengaja memberikan makanan yang tahan lama, paling tidak Lena bisa menghangatkan sendiri. Lumayan, Lena tak perlu keluar uang lagi untuk membeli makanan.

Dua duduk di taman sekolah seorang diri. Membuka dua kotak bekal yang berisikan nasi dengan lauk terpisah. Makanan ini sudah cukup dingin, tapi tidak masalah baginya. Yang terpenting sudah ia hangatkan tadi pagi. Senyumnya tak luntur sejak mencium aroma masakan kakaknya. Ia yakin, kakaknya pasti semakin pandai memasak setelah menikah. Tak heran jika kakak iparnya akan sangat menyayangi kakaknya.

Lena memasukkan suapan pertamanya ke dalam mulut, ia mengunyah dengan perlahan dan merasakan masakan kakaknya ini—layaknya seorang peniliti makanan. Bukan apa-apa, tidak setiap hari ia bisa makan masakan kakaknya. Karena itu, Lena ingin suatu hari nanti ia bisa merasakan kerinduan makanan buatan kakaknya sendiri.

Pada suapan ketiganya, Doni datang dan duduk di hadapannya. Ia melihat temannya itu melirik ke arah makanan yang tengah ia makan, Lena bisa pamer jika ia membawa bekal. "Kau ingin?" tanya Lena. Tangannya mengambil satu suapan yang akan diarahkan pada Doni. Namun, saat Doni akan memakan suapan itu, Lena menjauhkannya dengan tawa. "Mintalah ibumu untuk memasakkan bekal," katanya.

Doni kembali duduk dengan raut wajah yang cukup kesal terhadap Lena. Laki-laki itu memangku dagunya dengan tangan kanan, memperhatikan Lena yang masih makan.

"Ibuku juga tidak akan mau membuatkannya," balas Doni.

Lena hanya mengangguk kecil, ia kembali mengambil satu suapan makanannya untuk Doni. "Makanlah," kata Lena, namun Doni tidak bergerak karena tak ingin dipermainkan seperti tadi. "Kali ini aku serius," kata Lena lagi.

Laki-laki itu masih terdiam beberapa detik, sampai akhirnya ia memegang pergelangan tangan Lena dan melahap suapan dari gadis itu. Doni mengunyah seraya memperhatikan Lena yang masih nampak bahagia ketika menyantap makanan itu. Doni cukup lega karena temannya itu sudah bisa akrab dengan kakaknya.

"Len," panggil Doni.

"Hm,"

Jari tangannya tergerak untuk memainkan sudut buku yang ia bawa tadi, kepalanya tertunduk melihat tangannya. "Kau nyaman jika kita seperti ini?" tanyanya.

Lena mengangguk tanpa memperhatikan temannya, ia masih memasukkan suapan demi suapan ke dalam mulut. Namun, ketika Doni menjelaskan tentang perasaan yang pernah dia ungkapkan kala itu, kunyahan Lena melambat, lantaran ia mulai merasa tidak enak pada Doni.

"Don, aku sudah memikirkan ini akan terjadi. Kau sendiri yang memutuskan untuk berteman denganku, kau juga tahu bagaimana keadaanku," Lena menutup kotak bekalnya yang sudah kosong, ia masukkan ke dalam tasnya sebelum kembali berbicara. "Untuk sekarang, aku tidak ingin terlibat dalam hubungan apapun. Menjalin hubungan hanya menambah beban untukku," pungkasnya.

Lena bangkit dari tempat ia duduk, menggendong tasnya di salah satu pundak. "Kau selalu menjadi teman baikku, Don," ucap Lena yang langsung meninggalkan Doni sendirian.

-

-

-

Secara mendadak pikiran Lena tidak karuan. Setelah berbicara dengan Doni, dia langsung memutuskan untuk menuju tempat kerjanya ini. Jam kuliah yang berakhir lebih cepat, justru membuat Lena bingung untuk pergi kemana. Pun ia datang ke kafe tiga puluh menit lebih cepat dari biasanya. Dan saat ini Lena menghabiskan waktunya untuk mengepel lantai. Memang bukan tugasnya, tapi Lena meminta untuk melakukannya karena ia tidak tahu ingin melakukan hal apa selama menunggu jam kerjanya.

Entah kenapa, Lena ada rasa tidak suka saat Doni membicarakan hal itu. Lena mengerti jika dua orang lawan jenis berteman tanpa melibatkan perasaan itu jarang terjadi, tapi ia ingin hal itu terjadi padanya. Dan saat ini, Lena mungkin akan menjaga jarak dari Doni, bukan untuk dirinya, melainkan untuk Doni sendiri agar tidak menyukainya lebih lagi.

Sampai tiga puluh menit berlalu, Lena telah menyelesaikan pekerjaannya, kini dirinya hanya duduk di dekat kasir seraya berbincang dengan teman kerjanya yang lain. Melipat kedua tangan di depan dadanya serta mencoba untuk melupakan tentang Doni. Sayangnya, tak berlangsung lama, ia dipanggil oleh atasannya. Lena bergegas menuju ruangan Jay. Gadis itu berdiri tepat di depan meja sang atasan, sedikit tertunduk sebagai sopan dan santun.

"Tidak ada nomor rekeningmu di data karyawan," Jay mengeluarkan amplop dengan ketebalan yang tidak Lena perkirakan. "Jadi, aku akan memberinya secara langsung," tambahnya.

Jujur saja, Lena sendiri juga tidak tahu jika hari ini adalah hari pertama dirinya mendapatkan bayaran setelah bekerja selama satu bulan di kafe ini. Dia menerima bayaran itu, dan mulai mengingat jika tujuannya bekerja di sini adalah untuk mengganti rugi kerusakan ponsel Jay dan baju Steve yang terkena noda. Dirinya dengan sangat sopan mencoba untuk meletakkan kembali amplop coklat itu.

"Aku akan akan berbicara bukan sebagai pegawaimu. Tapi aku ingin mengganti rugi saat aku menabrak kalian berdua," katanya.

Jay tedengar mendengus, "Itu sudah lama. Bahkan, aku sudah membeli ponsel baru, dan pakaian Steve juga sudah kembali bersih," jelasnya, laki-laki itu bangkit dari kursinya, memasukkan kedua tangan ke dalam saku celana. "Kau simpan saja untuk kebutuhanmu," katanya lagi.

Seketika bola matanya membesar, dia mematung setelah mendengar penuturan Jay. Senyumannya merekah begitu saja, ia dipersilakan untuk keluar ruangan. Namun, saat berada di belakang pintu, Lena terhenti setelah mendapat panggilan lagi dari atasannya itu.

"Kau sudah menjadi karyawan tetap di sini," kata Jay.

Dia teringat jika semestinya pekerjaannya sebagai pegawai disini hanya satu bulan. Dan barusan Jay berkata jika dirinya adalah karyawan tetap. Dilihat dari bayarannya, memang bekerja di sini sangat mengejutkan untuk Lena, dimana tidak terlalu berbeda dari tempat lain, tapi mendapat lebih banyak bayaran dibandingkan yang lain.

Sebab itu, Lena mencoba untuk memikirkannya terlebih dahulu sebelum mengambil keputusan untuk mengundurkan diri. Lantas ia berjalan keluar menuju lokernya untuk menaruh pendapatannya ini di salam tas. Yang biasanya Lena tidak pernah mengunci lokernya, kali ini dia akan melakukannya untuk menjaga uang itu. Bagaimanapun juga itu dia dapat setelah satu bulan bekerja di sini.

"Dia memang atasan yang baik," gumam Lena.