BERNYANYI DAN BERELEGI

Sore hari di Yogyakarta, 2016

Setelah percakapan singkatku dengannya beberapa waktu lalu, sampai sekarang aku terus memikirkannya ,perkataannya membuat perasaanku tidak baik. Seperti ada yang disembunyikan oleh Kakung. Di kamar kesayanganku ini aku terus memikirnya, sambil bermain gitar dan menyanyikan lagu kesukaan kakek.

Wise men say

Only fools rush in

But I can't help falling in love with you

Shall I stay?

Would it be a sin

If I can't help falling in love with you?

Kringgg kringg kringg

Bunyi suara telefon kembali berdering dan menghentikan suara petikan gitar yang aku bawakan. Setelah beberapa hari tidak berdering, suara telfon rumah itu kembali terdengar. Segera ku angkat telfon dan kutempelkan di telingaku.

"Halo, dengan Zhenda disini, dengan siapa saya berbicara?" suaraku pelan berkata ke gagang telfon tua ini, berharap ada jawaban dari orang yang menelfonku sore ini…

"Halo anakku…"

Sedikit mulutku membeku ketika mendengar suara yang sama, suara wanita yang sudah beberapa kali menelfonku. Akan tetapi , kali ini dia menjawab pertanyaanku, ini sangat aneh karena ada kalimat "anakku" di belakang kalimatnya. Aku terdiam sejenak lalu aku segera menjawabnya kembali.

"Siapa ?" sambil mengerutkan dahiku, aku sangat gugup. Suara nafasku sudah beraturan lagi, "apakah suara ibuku?" dalam hati aku bertanya dan menerka hal yang menurutku mustahil terjadi.

"Ini Ibu nak, kamu Zhenda Safana kan ?…" suaranya terdengar seperti menahan tangis

Aku tidak menjawab, dadaku sesak. Tiba – tiba saja air mataku menetes dengan sendirinya. Aku tidak bisa menahan tangisku , langsung kututup telfon ini.

Dalam hati aku terus bertanya, "Apa benar tadi itu suara Ibu ? aku tidak yakin , suara wanita tadi sering kudengar beberapa hari ini , tapi apa benar dia Ibu" , aku masih meragukan apa yang telah dikatakan wanita tadi di telfon.

Aku terus melamunkan hal tersebut, sampai akhirnya aku beranjak ke kamar Kakung. Kuletakkan gitarku ke pojok kamar, lalu aku beranjak ke kamar Kakung, Kakung belum sehat, dia masih berbaring di kasurnya beberapa hari ini.

****

"Kakungggg, selamat sore " sambil berjalan mendekati pintu aku mengeraskan suara mendekati pintu kamar Kakung.

Grekkkkk

Suara merdu dari pintu kamar Kakung yang ku dorong sampai akhirnya terbuka. Kulihat Kakung sedang duduk di kursi dekat jendela kamar. Aku mulai mendekatinya….

"Kakung, kupanggil kok diam saja sih, aku kan kangen sama Kakung. Seharian ini Kakung kok tidak meneriakiku, bahkan makanpun tidak menawarkanku tadi.." sambil membuat suara gemas aku duduk di lantai dekat dengan kursi yang sedang Kakung duduki.

"Haduh kamu ini berisik sekali Zhenda, telinga Kakung masih bisa dengar suaramu. Tapi kalau lama- lama kamu berteriak di dalam rumah memanggil Kakung, Kakung bisa tuli lohhh." Hahahah suara khas Kakung yang sering memarahiku.

"ishhhhhh, Kakung jahat , cucumu yang cantik ini kau marahi terus " dengan nada seperti anak kecil aku menjawab dan menatap ke arah Kakung. Dia terus saja memandang keluar jendela, melihat pohon manga di depan rumah.

"Ada apa Nduk Zhenda, kangen sama Kakung ? kamu itu juga sibuk sekali di dalam kamar. Kalau nganterin makanan ke kamar Kakung ya jangan langsung pergi , sini ikut makan sama Kakung. Kakung kan jadi malas menawarkan makan bersama, kamu itu ya tidak pernah peka" nada bicaranya mulai seperti anak kecil yang ingin diperhatikan. Sangat lucu pikirku.

"iya nanti aku langsung bawa makananku ke kamar Kakung dehhh. Kung, tadi ada yang menelfonku , dia berkata kalau dia Ibu. Menurut Kakung apakah itu benar Ibu ? Apa Ibu masih ingat padaku Kung ?" suaraku sedikit melemas saat menanyakan itu. Sambil tertunduk aku menunggu jawaban Kakung.

"huhhh, iya itu Ibu, beberapa minggu yang lalu Pamanmu kesini saat kamu pergi diluar dan bilang bahwa Ibumu menghubunginya. Dia meminta nomor telefon rumah, kata Pamanmu Ibumu mau menghubungimu. Ya mungkin sudah waktunya kamu harus mengerti dan menerimanya Nduk"

"Tapi Kung untuk apa dia menelfonku, ? bukannya dia sudah lupa denganku ? kukira dia sudah mati" sedikit kesal aku sengaja melontarkan kalimat itu di depan Kakung.

"Zhenda! Jangan berbicara seperti itu , Kakung sudah bilang beberapa hari yang lalu bahwa dia juga menyayangimu. Yakinlah Ibumu pasti sudah berubah dan bisa bertanggungjawab kepada kamu Zhenda"

Air mataku kembali menetes, kini diiringi suara isak tangis dariku yang memang sudah tidak bisa kutahan lagi. Aku tertunduk, air mata membasahi kakiku

"Ibumu menyayangimu Zhenda, dia juga seperti Ibu lainnya yang sangat menyayangi anaknya. Karena kelakuan Ayahmu waktu dulu dia menjadi ingin melupakan masalahnya. Akan tertapi dia salah langkah, dia tidak berpikir bahwa ada kamu yang akan terluka setelah itu. "

"Kakung aku sangat benci Ibu ! mau sampai kapanpun aku tidak bisa menerima dia di hidupku lagi ! dia sudah meninggalkan aku , meninggalkan Kakung dan Uti juga, sampai Uti meninggal Ibu juga tidak pernah pulang ke rumah Kung. Dia bukan Ibuku !" sambil tersengal- sengal dan menangis aku meninggikan nada ke arah Kakung. Aku tahu itu akan menyakiti perasaan Kakung, tetapi bukankah memang dia bukan seorang Ibu yang baik ?

Kakung terdiam tanpa kata, aku beranjak dari lantai berjalan keluar meninggalkan Kakung sendirian di kamarnya. Sambil terus menangis aku pergi ke arah dapur, kubuka kulkas dan mengambil satu botol minum. Sedikit lega, lalu melangkah menuju ke kamar, kepalaku sangat pusing.

Sesampainya di kamar aku menarik selimut dan berusaha untuk tidur. Aku berharap di hari esok perasaanku akan lebih baik lagi dan semoga Kakung tidak tersinggung dengan nada serta kalimat yang kulayangkan padanya tadi.

Sore ini, sungguh kacau kataku. Aku tidak bisa bernafas lega di hari ini, pikiranku kacau. Aku masih tidak bisa menerima jika memang itu benar Ibuku.

"ahh aku tidak bisa tidur , main gitar aja lah" sambil membuang selimut aku mengambil gitar dan mulai bernyanyi nyanyian berelegi. Kuteruskan menyanyikan lagu tadi yang tertunda

Take my hand

Take my whole life too

For I can't help falling in love with you

Like a river flows

Surely to the sea

Darling, so it goes

Some things are meant to be

Take my hand

Take my whole life too

For I can't help falling in love with you

For I can't help falling in love with you

Sambil terduduk memetik gitarku , aku tak sadar air mataku terus menetes memainkan lagu Elvis Presley yang berjudul Can't Help Falling in Love. Bagiku lagu ini seperti berelegi, menyingkap syair yang duka, bukan karena percintaan , tetapi yang kurasakan sangat relate dengan apa yang sedang kurasakan saat ini. Selesai aku memainkannya aku kembali beranjak ke kasur, menarik selimut lalu kupejamkan mata.

****