Void menggelengkan kepala dengan kuat juga niat yang sudah ia buat, tidak ada waktu untuk terlena, itu yang dia pikirkan. Ia menghela nafas, melepaskan tangannya dari mata yang sedari tadi menutupi pandangannya, kembali menegakkan tubuhnya dan mengambil buku tanpa memperdulikan Scintia di sisinya, ia berusaha untuk mengabaikannya.
Buku yang ia ambil adalah sebuah buku tebal dengan judul yang terpampang di sampul bukunya, Seni sihir, sebuah judul sederhana yang terdengar tidak meyakinkan dan membosankan. Jika dirinya tidak memerlukan pengetahuan, ia tidak akan pernah membaca buku dengan judul yang sangat biasa itu.
Void membuka buku halaman pertama, tidak ada yang istimewa selain asal muasal sihir diciptakan. Menurut buku itu, sihir diciptakan melalui tetesan darah dewa yang menyatu dengan alam dan mengalir ke seluruh dunia, memberikan kekuatan untuk makhluk hidup. Terdengar seperti sebuah dongeng belaka karena penciptaanya tidak masuk akal bagi Void. Void membalik halaman selanjutnya, matanya membulat sesaat melihat tulisan yang memberitahunya makhluk pertama yang bisa memakai sihir. Diluar dugaan Void, manusia bukanlah makhluk pertama yang menerima sihir tetapi hewan. Hewan adalah makhluk pertama yang menerima energi sihir, hewan yang menerima energi sihir menjadi lebih kuat dari hewan yang sejenis dan tidak jarang hewan yang menerima energi sihir bisa memakai sihir dan memiliki kecerdasan. Void menyunggingkan bibirnya, ia sedikit merasa terkejut mengetahui hal itu.
'Makhluk kedua yang menerima sihir manusia dan iblis, mereka diberi kekuatan itu disaat yang bersamaan dan kemudian kekuatan itu tersebar ke makhluk lainnya, seperti Elf dan Dwarf. Tapi tidak semua makhluk bisa menerima sihir, kalau tidak salah manusia di dunia ini juga ada yang tidak bisa memakai sihir, apa Iblis juga sama?'
"Scintia, apa ada Iblis yang tidak bisa memakai sihir?"
Void bertanya sambil terus menatap ke buku yang ia pegang, perhatiannya masih teralih kepada buku yang ia baca.
"Tentu paduka, Iblis yang bekerja di ladang atau menjadi pekerja bangunan sepertinya rata-rata tidak bisa memakai sihir."
"Begitu."
"Tapi, apa paduka tidak tahu itu?"
Void melirik dengan sorot mata yang terlihat tajam, Scintia gemetar langsung membungkuk di sampingnya.
"Maaf paduka, Saya tidak bermaksud meragukan pengetahuan Anda."
"Eh?"
Ia tidak bermaksud melakukannya, tatapan tajam yang muncul karena terlalu serius ia arahkan pada buku jadi terlempar ke arah Scintia karena pertanyaannya itu.
"Ti--tidak, Kau salah. Aku tidak bermaksud melakukannya, hanya saja Aku sedang fokus membaca buku."
"Maafkan Saya karena telah mengganggu Anda!"
"Aku sudah bilang …"
Scintia terlalu menghormati sang Kaisar, walau itu memang hal yang wajar dilakukan seorang pelayan. Tetapi, Void merasa tidak nyaman.
"Baiklah, Aku maafkan. Jadi berhenti membungkuk seperti itu."
"Baik paduka …"
Scintia kembali menegakkan tubuhnya dengan raut wajah murung yang terlihat jelas. Wajah murung itu tidak bisa dia abaikan, mencoba kembali untuk fokus dengan bukunya pun rasanya sulit ia lakukan. Void menghela nafas dan menutup bukunya.
"Maaf … Saat ini Aku hanya sedikit gelisah, tolong jangan dipikirkan jika hari ini Aku sering membentak mu atau bersikap sinis kepada mu."
Void memberanikan diri untuk berbicara, berusaha untuk tidak terbata-bata ketika berbicara dengan Scintia. Ia tidak bisa menyalahkan Scintia atau membuat Scintia merasa bersalah, sadar jika dirinya yang pantas disalahkan. Dirinya begitu pengecut saat berhadapan dengan wanita. Void tidak masalah jika Scintia jadi menjauhinya karena sikapnya itu, tapi yang ia inginkan hanyalah agar Scintia tidak merasa bersalah karena sikap pengecutnya itu.
"Gelisah? Apa yang membuat anda gelisah? Apa tentang mimpi yang anda bicarakan?"
Keinginannya terjadi tapi Scintia tidak menjauhinya, ia melangkah sedikit mendekat dengan raut wajah khawatir ketika menatap Void.
"Jika Anda tidak keberatan, Anda bisa menceritakan mimpi itu kepada Saya. Ta--tapi Saya tidak memaksa Anda, Saya tidak bermaksud untuk mencari tahu. Ta--tapi Saya pikir itu akan membuat Anda lebih tenang."
Suaranya canggung, tapi suara itu berusaha menunjukkan perhatiannya. Void tidak tahu harus bagaimana menanggapi Scintia sekarang, sikap Scintia seolah tidak akan pernah meninggalkan sang Kaisar.
"Ah tidak apa–." Suaranya tertahan, Void menyungingkan bibirnya dan kembali berbicara "Tidak, jika sudah saatnya akan kuberi tahu," Void mengganti ucapannya.
Scintia tersenyum lebar, wajah murung itu menghilang dan berganti menjadi sebaliknya, ia meminta izin pergi membuat teh untuk Void dengan senyuman itu. Void hanya menghela nafas, sedikit demi sedikit ia akan mengalahkan rasa canggungnya itu.
"Astaga … Sampai mana tadi?"
Void melihat kembali buku yang baru ia baca. Kembali membaca tentang pengetahuan sihir, tidak ada yang berbeda dari buku seni sihir yang pahlawan baca. Saat bermain game Aester World, Void membaca buku yang berisi sama persis seperti yang ia baca, meski perbedaanya buku yang ia baca saat ini terlihat lebih lengkap, sedangkan dalam game hanya pengetahuan dasar yang hanya ada beberapa lembar saja.
'Ya bisa saja karena terbatas antara game dan dunia nyata, jika Aku menganggap ini dunia nyata. Tidak ada batasan halaman, mungkin ada pengetahuan lain yang tersimpan di buku ini sekarang.'
Void memutuskan membaca lebih banyak lagi sampai beberapa halaman sampai ia mengerti bagaimana sihir bekerja.
'Kedengarannya mudah,' Ucap Void saat langsung mengerti bagaimana sihir bekerja 'Harus merasakan aliran sihir kemudian mengendalikannya dan mengakirkannya ke tangan, lalu ucapkan mantra. Mantra? Oh ini. Mantra sederhana, pejamkan mata dan bayangkan bagaimana api menyala lalu ucapkan mantra,' Void memejamkan matanya, merasakan aliran energi sihir yang ia miliki dan melakukan apa yang tertulis di buku itu, ia mengulurkan tangannya kemudian menarik nafas panjang lalu melepaskannya dengan perlahan 'Api, tunggu bagaimana cara api dibuat? Reaksi kimia? Itu rumit … Lebih sederhana, bayangkan saja kertas terbakar.'
"Magic: Fire," Diatas telapak tangannya muncul api yang tidak begitu besar.
Matanya membulat saat melihat sebuah api secara ajaib muncul di tangannya tapi sekejap ia menatap dengan datar "Hangat … Ini nyata," Void mengepalkan tangannya itu dan api itu padam.
Skill: Fire, berhasil di dapatkan
Suara itu kembali muncul, ia mempelajari sihir sederhana, sebuah sihir yang tidak dimiliki sang Kaisar. Void menghela nafas kasar, kecewa dengan sosok Kaisar yang sihir sederhana saja tidak dimiliki, ia sedikit menganggap karakter Kaisar Iblis benar-benar buruk.
"Ya, aku sedikit mengerti tentang sihir. Cara mendapatkannya juga harus belajar, benar-benar bur–. Ya terserahlah, karena ini menjadi nyata jadi masuk akal," Ia menarik kata-katanya yang biasa ia lempar kepada game itu "Tapi kenapa hanya melihatnya saja Aku bisa mempelajarinya? Itu aneh, mungkin aku harus membuat beberapa percobaan agar memudahkan ku nanti … Karena Aku juga tidak mau mati."
Menjalani kehidupan baru, memaksanya untuk belajar hal-hal yang belum pernah ada di dunianya.
To be continue