Awal mula

Suatu ketika, seorang wanita lanjut usia tengah berbaring lemah di ruangan VIP rumah sakit. Terdapat disana beberapa sanak keluarga, satu diantara nya bernama Sheira, dia adalah seorang cucu wanita lanjut usia tersebut.

"Bagaimana keadaan Omah sekarang, apa sudah baikan?" Posisi Sheira duduk pada kursi menghadap sang nenek.

"Iya. Mungkin omah rasa cukup baikan tidak seperti kemarin," jawab sang nenek deru nafasnya sedikit tersengal-sengal.

"Cepat sembuh ya, Omah. Jangan buat cucu kesayangan mu ini khawatir lagi," ucap nada manja Sheira seraya meletakkan tangan sang nenek pada salah satu pipinya.

"Maklum omah kan sudah tua jadi wajar saja bila merasakan sakit-sakitan," balasnya. Willy dan Olive merupakan orangtua dari Sheira, hanya berdiri didekatnya menampilkan raut wajah penuh kecemasan.

"Benar apa yang dikatakan cucu Mamah itu, Mamah harus segera sembuh." Timpal ayah Sheira, yang tak lain putra kandung nya.

"Kami sungguh sangat berharap Mamah segera lekas pulih. Rasanya rumah terasa sepi dan sunyi tanpa ada gurau maupun candaan dari Mamah!" Pungkas olive sang menantu.

"Ah... Kau ini bisa saja," Omah sedikit tersenyum lega.

•••

•••

•••

Berbeda halnya, kini berpindah pada sebuah ruangan yang cukup megah. Terdapat disana beberapa tumpukan berkas serta seorang pria dengan mahir mengetik keyboard laptop miliknya.

Pada sela kesibukan nya dari arah yang tak jauh, terdengar bunyi ponsel miliknya. Tersentak, membuat pekerjaan nya sedikit tertunda hingga ia harus menjawab panggilan masuk melalui ponselnya.

Sekilas ia melirik kearah layar, nampak nya ia sangat mengenali orang yang telah menghubungi nya itu.

📱 "Ya, Pah. Ada apa?" Elkan menjawab, gerakan jarinya kembali menari diatas keyboard laptop.

📱 "Apakah kau sedang sibuk saat ini?" Sang ayah berbalik tanya.

📱 "Cukup sibuk. Memang nya ada apa, Pah?"

📱 "Maaf jika papah mengganggu aktivitas disela kesibukan mu. Papah hanya ingin memberitahukan bahwa omah Wilson kemarin dilarikan kerumah sakit," pungkas nya.

📱 "Ya Tuhan! Kenapa bisa begitu, Pah?" Elkan menghentikan aktivitas jarinya.

📱 "Penyakit asma nya kambuh. Tadinya jika kamu tidak merasa sibuk saat ini, papah dan mamah mengajak mu untuk segera menjenguk nya."

📱 "Pekerjaan ku akan selesai sekitar 1 jam lagi, Pah." Bola mata Elkan melirik kearah jam tangan nya.

📱 "Bagaimana jika kamu menyusul saja kesana?" Pinta sang ayah.

📱 "Baik, Pah. Nanti aku akan menyusul kesana, kira-kira omah Wilson dirawat dirumah sakit mana?"

📱 "Rumah sakit Elizabeth." Jelasnya.

Tak ada percakapan lagi, mereka pun segera menutup ponselnya masing-masing. Elkan kembali melakukan aktivitas nya.

Mengenai hal berkaitan dengan omah Wilson, faktanya keluarga Elkan cukup dekat dengannya. Bisa dikatakan omah Wilson salah satu sahabat dekat layaknya saudara dengan mendiang kakek dan nenek Elkan semasa hidupnya.

~~~

~~~

Seperti janjinya tadi setelah selesai mengerjakan pekerjaannya, Elkan masih mengenakan setelan kerja nya. Bergegas ia pergi menuju rumah sakit guna untuk menjenguk omah Wilson.

Beberapa saat kemudian, tibalah dirinya disebuah rumah sakit. Elkan sempat bertanya pada bagian staf front desk untuk menuju keruangan omah Wilson.

Langkah kaki Elkan menuju ruangan yang dimaksud, setelah diberitahu oleh staf front desk. Tak hanya menjenguk seorang diri, ia pun turut membawa bingkisan berupa sekeranjang macam-macam buah.

Omah Wilson kini keadaan nya sudah cukup membaik, hingga ia sudah bisa mengeluarkan canda tawanya pada sebuah perbincangan. Didalam ruangan cukup meramaikan suasana, termasuk orangtua Elkan yang sedari tadi hadir juga turut menyertai nya.

"Oh iya! Nak Sheira semakin hari dilihat nya semakin cantik saja, ya!" Ibu Elkan memuji pesona Sheira.

"Ah... Tante ini bisa saja," balas Sheira tersipu malu.

"Siapa dulu Omah nya!" Sambung omah Wilson terlihat percaya diri.

"He-he-he iya deh. Omah memang yang terbaik," ujar ibu Elkan diiringi tawanya.

Tok...

Tok...

Tok...

Sebuah ketukan dari balik pintu, turut mengejutkan suasana yang ada didalam. Willy beranjak untuk membukanya, lalu mengetahui Elkan yang sudah berdiri tepat dihadapan nya.

"Nak Elkan..." Willy menyambut nya.

"Paman Willy, apa kabar?" Tanya Elkan keramahan nya.

"Seperti yang kamu lihat. Kebetulan orangtuamu sudah ada didalam, mari silakan masuk!"

"Baik, Paman. Aku ada bingkisan untuk Omah, tolong diterima ya, Paman!" Elkan menyerahkan keranjang masih bersegel berisikan buah-buahan.

"Kamu ini repot-repot sekali." Willy merasa tidak enak hati, sebenarnya tanpa membawa bingkisan pun sudah membuat nya senang.

"Tidak apa-apa, Paman." Ujar Elkan menyunggingkan senyum.

Elkan beranjak masuk setelah dipersilakan oleh Willy. Orang-orang yang ada didalam turut menyambut kedatangan nya. Sheira berpindah posisi dan duduk disebuah sofa berdampingan dengan sang ibunda.

Sementara itu langkah kaki Elkan mendekati sang omah yang masih terbaring, ia menduduki posisi nya pada sebuah kursi.

"Gimana keadaan Omah sekarang, apa sudah baikan?"

Baru saja Elkan bertanya mengenai keadaan nya, tiba-tiba ia dikejutkan dengan kondisi omah Wilson dengan nafas yang tersengal-sengal seperti orang membutuhkan oksigen.

"Omah...." Pekik Elkan sehingga membuat semua orang menoleh kearah nya serta segara menghampiri nya.

"Hoss... Hoss... Hoss..." Suara darinya.

Semua orang yang ada didalam terlihat kalang kabut karena rasa kepanikan nya.

"Cepat hubungi tim medis!" Perintah dari ayah Elkan.

Olive segera menghubungi tim medis melalui sebuah telepon yang sudah melekat pada dinding. Sengaja telah disediakan disana, guna untuk mengetahui kendala darurat pada pasien.

Tak sampai 5 menit, tim medis segera memasuki ruangan tersebut. Salah satu perawat mengimbau kepada mereka untuk menunggu diluar. Mau tidak mau mereka menuruti imbauan dari sang perawat.

Diluar ruangan....

"Bagaimana ini bisa terjadi? Perasaan tadi ibumu baik-baik saja bahkan sempat bercanda," Evan selaku ayah Elkan merasa heran.

"Aku juga merasa heran kondisi nya tadi sudah stabil," Willy merasakan hal sama.

"Sudah. Tidak perlu merasa bingung atau heran sebaiknya kita berdoa saja!" Ujar Lidya selaku ibu dari Elkan.

Sheira tengah memeluk sang bunda akibat kegelisahan nya, dalam hatinya turut mengucapkan doa untuk sang nenek tercinta. Elkan sedikit menjauh dari hadapan mereka, namun bukan berarti dirinya tak merasa cemas, justru ia sangat berharap akan omah Wilson segera pulih kembali.

Kembali didalam ruangan, seketika deru nafas Wilson mendadak normal tidak seperti tadi ia rasakan. Rupanya itu hanya akal-akalan nya saja, hal itu disebabkan untuk menjalankan sebuah misi yang selama ini sudah ia rencanakan sejak lama.

Ia pun segera meminta maaf yang sebesar-besarnya pada tim medis, karena sudah membuat kegaduhan. Sang dokter hanya menggelengkan kepalanya akibat tingkah konyol dari pasien nya. Untung nya hari ini pekerjaan tim medis tidak terlalu ruwet, sehingga mampu menetralkan suasana yang dirasakan nya.

"Nyonya Wilson, lain kali jangan bertingkah seperti ini karena dapat mempengaruhi yang lain," tegur sang dokter wanita.

"Saya mohon maaf, Dok. Saya janji tidak akan mengulanginya." Ucap Wilson pada rasa sesalnya.

"Untungnya kami memaklumi kesalahan anda, kalau begitu kami mohon undur diri dari hadapan anda!"

"Tunggu dulu, Dok. Jangan bilang pada mereka bahwa tadi saya berbohong." Wilson mengisyaratkan sang dokter untuk menyimpan rahasia nya.

"Baik, Nyonya!" Sang dokter wanita beranjak pergi bersama beberapa perawat.

Wilson menghela nafas lega, "huhf... Untung saja aku tidak dimarahi atas tindakan ku. Berhubung hari ini ada 2 keluarga yang sudah berkumpul, aku akan memutuskan sebuah misi untuk menjodohkan cucu ku dengan Elkan cucu dari mendiang sahabat ku. Semoga tindakan konyol ku ini membuahkan hasil." Gumam Wilson pada dirinya.

©©©© Bersambung ©©©©