BAB 33
Dokter sudah mengecek keadaan mama. Dokter pun sudah menuliskan resep. Kini wajahku sedih melihat mama yang terdiam dengan wajah bingung.
"Sabar ma, aku pasti akan membantu mama jika mama perlu apapun," ucapku dengan tidak enak hati melihat mama.
"Kenapa bisa seperti ini, Ya Allah? Kenapa dengan kedua kaki mama?" Keluh mama dengan meringis sedih.
Aku segera menepuk-nepuk punggung nya dengan lembut.
"Sabar, ya ma. Pasti bisa sembuh kok, ma," kataku dengan yakin.
"Mama kalau seperti ini nggak bisa ngapa-ngapain, Bella. Ya Allah? Kenapa mama harus kena struk seperti ini?" mama menangis dengan tersedu-sedu. Aku segera memeluknya dengan erat.
Mas Bara juga segera memeluk mama.
"Sst, mama nggak usah khawatir ya ma, kan ada Bella yang jagain mama. Mama tenang aja ma," kata Mas Bara dengan mengelus lengan mama.
"Ya Allah kuatkan lah aku untuk terus bisa merawat mama dengan ikhlas," ucapku di dalam hati.
"Ini semua gara-gara Siska. Dia yang sudah membuat mama jadi struk seperti ini dan tidak bisa menggerakkan kakinya untuk berdir," desis Mas Bara dengan kesal.
***
Hari demi hari kini aku lewati dengan penuh rasa sabar. Mama terkadang terus mengomel kalau dia tidak betah di dalam kamar. Akhirnya aku berusaha untuk mengajak jalan-jalan mama dengan kursi roda. Aku mendorong kursi roda mama. Dia sangat menyukai pemandangan laut yang menurutnya menyegarkan.
"Mama ingat sekali. Ini adalah tempat dimana mama dan papa duduk di tepi pantai menikmati angin segar. Mama jadi kangen banget sama papa," tutur mama dengan lembut.
Aku tersenyum melihat ombak yang indah. Membayangkan bagaimana mama dan papa muda dulu. Pasti saat itu sangat romantis.
"Mama sama papa pas ada di pantai ini pasti romantis banget," seruku dengan tersenyum.
"Iya, papa itu sebenarnya nggak romantis sih, mama malah yang lebih manja dan romantis. Kangen banget sama papa. Kangen dengan seseorang yang udah nggak ada itu sedih sekali rasanya. Tetapi mama hanya bisa terus mendoakan papa agar papa di sana merasa tenang," tutur mama dengan kedua mata terus memandang laut.
"Iya, mama benar sekali. Kita hanya bisa mendoakan papa disana. Bella yakin kalau kita berdoa untuk orang yang sudah meninggal pasti doa itu akan sampai," ucapku dengan yakin.
Mama terdiam sejenak ia menengok ke kanan dan ke kiri. Melihat pemandangan di sekitarnya. Pantai ini cukup ramai. Ada banyak keluarga yang berkumpul.
"Bella?" panggil mama dengan lembut.
Aku segera berdiri dengan menggunakan kedua lututku. Agar tinggiku sama dengan mama. Tangan mama yang ada di lengan kursi roda tiba-tiba menyentuh pundakku lalu memegang kerudung panjang ku.
"Bella, mungkin sudah saatnya mama menggunakan hijab seperti kamu," ucap mama dengan kedua mata penuh makna.
Kedua sudut bibirku tersenyum mendengar itikad baik mama.
"Bella, akan sangat senang sekali jika mama mau menggunakan hijab," aku menyentuh paha mama.
"Insya Allah. Setelah pulang dari sini. Mama akan menggunakan hijab," kata mama tersenyum dan berkaca-kaca.
Aku segera merangkul mama dengan lembut.
Ada rasa haru dan syukur dalam dada. Aku merasa ini adalah hadiah dari Allah. Disaat aku dengan susah payah merawat mama dan mama ingin sekali berhijrah dengan memakai hijab. Itu sangat membuatku bahagia. Aku berharap itu akan menjadi pahala untukku dan mama. Semoga mama akan memakai hijab sampai waktu menjemputnya. Karena sejatinya hijab adalah wajib bagi setiap perempuan muslim.
Mama kini melepaskan pelukan hangat itu. Dia melihatku dengan senyuman manis.
"Mama kayaknya pernah denger sebuah ceramah. Kalau misalnya kita nggak pake hijab dan rambutnya kan otomatis terlihat dan rambut itu adalah aurat. Kalau misalnya mama.pergi dan aurat terlihat. Langkah kaki mama itu akan semakin mendekatkan orang tua mama dan suami masuk neraka. Apa itu benar Bella?" tanya mama dengan serius.
"Iya, mama benar sekali ma. Makannya Bella berhijab sampai sekarang. Karena manfaat berhijab itu sangat banyak dan rugi sekali dunia akhirat kalau kita kaum perempuan muslim tidak memakai hijab," jelasku memandang mama.
Setelah kami berdua menikmati pantai dan bubur ayam yang lezat. Aku dan mama pulang dengan menggunakan mobil online. Mama sangat terkejut ketika melihat seorang pria dengan sarung dan peci serta anak kecil yang ada di sampingnya.
Broto dan Bagas kini sudah berada di depan pintu rumah. Mama langsung berwajah berbinar. Ia sangat senang dengan kedatangan Mantu dan cucunya itu.
"Ya Allah, Bagas cucu mama!" mama merentangkan tangan dan Broto menyuruh anaknya untuk memeluk mama.
"Ayo peluk nenek ya," kata Broto. Bagas pun segera berlari kecil dan memeluk sang nenek.
"Nenek kangen sekali dengan kamu sayang," ucap mama yang kini mengelus-elus kepala Bagas.
Bagas anak tampan dengan umur lima tahun itu hanya tersenyum malu dan menghambur kembali ke papinya.
"Ma, maafin Broto ya baru bisa ke sini," kata Broto dengan wajah bersalah. Ia segera menyalimi sang mama mertua.
Aku langsung mempersilahkan semuanya untuk masuk ke dalam ruang tengah dan aku membuatkan minuman dan membawakan makanan pisang goreng yang tadi aku beli di jalan pulang.
Aku menyiapkan sendiri hidangan itu karena Mirna belum juga kembali bekerja. Dia masih dalam masa cuti.
"Silahkan diminum dulu Broto, ayo Bagas dimakan tuh, enak banget pisang gorengnya," seruku sambil menyodorkan piring kepada keduanya dan mereka memakan pisang gorengnya.
Setelah Broto memakan sedikit. Ia kini berwajah serius.
"Maaf sekali ya, ma. Jika mama mendengar kabar buruk ini. Aku sangat merasa bersalah kepada mama. Aku tidak bisa menjadi suami yang baik untuk Siska. Aku tidak bisa menjaga Siska dengan baik," tutur Broto dengan wajah bersalah.
Mama menghembuskan nafas dengan lembut.
"Iya, ini sudah terjadi jadi mau bagaimana lagi. Tetapi kamu jangan merasa bersalah seperti itu. Justru mama yang harus meminta maaf sama kamu. Karena mama tidak bisa mendidik Siska dulu waktu masih sendiri. Ya Allah mama sedih sekali," mama memegangi dadanya dengan mata berkaca-kaca. Aku segera mengelus-eslu lengan atasnya dengan cepat.
"Sstt sudah ma, jangan menangis lagi. Jangan sedih lagi ma. Bella ada disini untuk mama," ucapku dengan lembut.
Mama mendongak untuk berusaha tidak menangis.
"Jadi gimana sidangnya? Sukses?" tanya mama dengan serius.
"alhamdulillah ma dan kemungkinan besar hak asuh Bagas akan ada di tangan Broto. Maaf ma, Broto tidak yakin kalau Siska bisa merawat Bagas dengan baik. Maksud Broto, mungkin Bagas akan lebih baik jika bersama Broto," kata Broto dengan memandang Bagas yang sedang bermain ponsel di sebelahnya.
"