Pernikahan Sederhana

Terjebak pada situasi yang tak dikehendaki.

Anna terpaksa menyunggingkan senyum, meski pada kenyataannya dia tak menginginkannya. Banyak hal yang tidak dia sukai mengenai betapa sederhananya pernikahan ini, betapa bukan itulah pernikahan yang dia mimpikan.

Anna tidak menyukai dekorasi pernikahan itu, Anna tidak suka dengan gaun pernikahan midi dress yang lebih pantas disebut gaun sehari-hari, dia juga tidak suka dengan riasan wajahnya dan semuanya. Namun yang paling dia tidak sukai adalah pengantin prianya.

Siapa Malik Adam?

Anna terus menggerutu seraya menyebut nama pria yang akan menjadi suaminya tersebut. Tangan Anna mengepal sembari menatap Malik yang tengah berbincang dengan tamunya.

Sebenarnya tak banyak tamu yang datang, Anna hanya melihat lima atau enam orang saja di ruang tamu yang disulap menjadi ruang pernikahan.

"Nona," Erick memanggil, lalu menundukkan kepalanya. "Keluarga Anda sudah datang," lanjutnya.

Mata bulat Anna membelalak, gadis itu menatap Erick. "Di mana mereka?" tanyanya.

Erick lalu mengisyaratkan agar Anna mengikutinya. Mereka pun berjalan, menyusuri koridor rumah Malik, lantas terhenti pada satu ruangan.

"Ibuuu!" Anna berteriak, air mata yang tertahan di matanya jatuh begitu saja setelah melihat wajah ibunya.

"Dasar, anak kurang ajar!" Ibu Anna langsung memaki, tetapi tatap lemah lembutnya terlihat jelas dalam sorot mata yang rapuh. Genangan air pun tampak tertahan di pelupuk wanita tersebut.

"Bagaimana bisa kau tidak memberitahu ibu tentang pernikahan ini?! Anak kurang ajar! Kau tidak menganggapku ibumu, hah!!" Wanita itu menepuk lengan Anna. Pukulan ringan yang tidak terasa sakit sama sekali.

Anna meringis, "Maafkan aku, Bu. Tapi—"

"Maafkan kami, Bu," Malik menyela. Pria itu tiba-tiba muncul. Wajahnya yang seperti orang baik, tampaknya telah menipu ibu Anna.

"Saya sudah meminta Anna untuk memberitahu Ibu, tetapi Anna menolaknya. Dia takut jika Ibu mengetahuinya, Ibu akan berusaha keras untuk mencari uang untuk membantu biaya pernikahan," jelas Malik. Dia tahu betul bagaimana mencari alasan dan menggunakan kelemahan seseorang.

Malik menatap Anna, senyum tipis tercetak di wajahnya.

"Anna juga khawatir jika memberitahu, Ibu tidak akan menyetujui pernikahan kami." Mimik wajah Malik berubah sedih.

'Fuck! Pria ini sangt pantas menjadi aktor!' umpat Anna. Tak menyangka jika permainan Malik sangat sempurna.

Dan lihatlah, ibunya terlihat sangat percaya pada ucapan Malik ketimbang anaknya sendiri.

"Ibu pasti setuju dengan pernikahan kalian. Apalagi kau pria yang sangat baik, Nak Malik."

Jika sudah terjadi, wanita itu hanya bisa memberi restu. Meski jauh dalam lubuk hatinya, wanita itu sangat khawatir. Mengingat kasta antara dia dan menantunya sangat jauh.

Di lain sisi, dia senang, karena anaknya mendapatkan pria kaya. Namun, dia juga cemas jika seandainya pernikahan anaknya tidak berjalan dengan baik.

Bukankah banyak sekali konflik yang terjadi dengan pernikahan beda kasta seperti itu?

Malik kemudian menggenggan tangan Ibu Anna.

"Saya udah menyiapkan satu kamar untuk Ibu dan adik-adik," ucap Malik ramah.

Keduanya berjalan bersama. Sementara itu, dua adik Anna berhenti tepat di depan kakaknya. Menatap Anna lamat-lamat.

"Bagaimana bisa Kakak mendapatkan pria kaya?" Aldo, adik Anna, masih tak percaya dengan pernikahan mendadak itu.

Semalam, seorang pria tiba-tiba datang ke rumah Anna. Pria itu membawa seserahan dan entah apa yang diucapkan pada ibunya, yang ia tahu, percakapan semalam sangat serius. Sampai membuat ibunya menangis.

"Kakak tidak hamil dulu, kan?" Kevin menatapnya tajam, memperhatikan Anna dari atas sampai bawah.

"Sembarangan! Kamu pikir aku wanita apaan!?" ketus Anna. Susah untuk menjelaskan apa yang terjadi, dia sendiri tak paham kenapa tiba-tiba dia ada di posisi itu.

"Ya mau benar atau tidak, itu nggak penting. Karena yang penting sekarang, para tetangga banyak yang membicarakan Kakak. Mereka bilang Kakak dilabrak istri orang, dan banyak lagi," timpal Aldo.

Dua saudara Anna kemudian menceritakan apa yang terjadi di rumah mereka, apa yang dikatakan tetangganya saat mereka dijemput mobil mewah.

Aldo dan Kevin saat ini duduk di kelas 9, kehidupan yang keras memaksa mereka dewasa sebelum waktunya.

"Lalu kenapa pria seperti Pak Malik menikahi Kakak?" Aldo menatap heran.

"Kakak tidak cantik, tidak berpendidikan, plin-plan, sangat ceroboh, pelupa dan—"

"Heh, bego! Ingat ya, yang kalian bicarakan itu, kakak kalian!" Anna menatap keduanya dengan emosi.

Ketiganya kemudian berhenti, Malik memberikan kamar yang sangat luas, lebih mewah dan besar dari kamar Anna semalam.

"Ini kamar Ibu, dan buat adik-adik," Malik menatap Aldo dan Kevin. "Kamar kalian ada di sebelah kamar Ibu," sambung pria itu. Untuk beberapa detik, Malik menatap Anna, tatapannya seakan dia telah memenangkan semuanya.

Anna menggertakann giginya, tangannya meremas erat. Hasrat untuk menonjok suaminya semakin kuat.

Setelahnya mereka kembali ke acara pernikahan Malik. Dan, hebatnya, kini Anna tahu kenapa pernikahannya sangat sederhana sekalipun pria yang dia nikahi bukan dari kalangan biasa. Malik telah merencanakan semuanya dengan sangat detail, dan sangat matang. Pria itu bilang pada ibunya, bahwa pernikahan itu memang sengaja diadakan sederhana, karena Anna yang menginginkannya.

"Fuck!" Anna mengumpat pelan. Sepanjang hari, dia terus mengumpat.

Anna berjalan di atas karpet merah, bridesmaids berdiri di sisi kanan dan kirinya, mengantarkan Anna pada pria yang sudah menunggunya.

Gadis itu menggigit bibir bawahnya. Tak disangka, takdir yang digariskan Tuhan sangat konyol. Menikah dengan pria yang sama sekali tidak dia kenal. Entah seperti apa kehidupan rumah tangganya kelak.

"Sayang," panggil Malik seraya mengulurkan tangannya.

Anna menyambut uluran tangan pria itu dengan senyum tipis.

"Ahh," Anna menjerit pelan saat Malik menariknya dengan kasar.

"Tolong jaga ekspresimu," bisik Malik.

"Ckk!" Anna berdecak.

Tak perlu menunggu lama, penghulu lantas mempercepat pernikahan itu. Hal baik tidak boleh diulur-ulur.

Malik menarik napas, mengucapkan ikrar pernikahan dengan satu kali hembus.

"Saya terima nikah dan kawinnya Anna Laurenth bin almarhum Harris dibayar tunai," ucap Malik mantap, dalam satu kali embus napas.

Tangan Anna menengadah, anehnya meski dia tidak menginginkan pernikahan tersebut, air matanya tiba-tiba jatuh. Anna menunduk, proses terakhir, gadis itu mencium punggung tangan Malik. Proses yang dilakukannya dengan amat sangat terpaksa.

Beberapa jam berlalu, ruang tamu yang dipakai untuk acara pernikahan itu, kini sudah ditata ulang seperti semula. Tidak ada sisa-sisa yang mengingatkan bahwa pernah ada pernikahan di rumah itu tadi siang. Pelayan Malik bekerja dengan sangat cepat.

"Ini malam pertama Tuan," Erick mengingatkan tuannya. "Tidak ada yang bekerja di malam pertama pernikahannya, Tuan."

Malik tak menggubris, pria itu tetap memeriksa dokumen yang baru saja datang.

"Pekerjaan lebih penting, Erick. Bagaimana kalau malam pertama ini membuatku melewatkan kasus yang sangat penting?"

Tatapan Malik terfokus pada dokumen yang berisi foto-foto sebagai bukti tambahan.

"Ketimbang kau memikirkan hal yang tidak penting, cepat kau cari lokasi tempat ini," titah Malik seraya menyerahkan selembar foto.